Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada 5 Alasan Riset Menjadi Pilihan Prioritas Pendidikan di Indonesia

11 Januari 2022   04:31 Diperbarui: 12 Januari 2022   16:36 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi riset harusnya menjadi prioritas dalam pendidikan.| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Semakin aneh lagi, kalau kita sendiri tidak punya ketertarikan untuk menelaah warisan dan peradaban bangsa kita sendiri. Saya berharap bahwa mental kebanyakan orang yang merasa lebih dihargai kalau ada peneliti asing itu harus diluruskan perspektifnya. Atau akan lebih menarik kalau orang lain menulis tentang kita daripada kita sendiri menulis tentang kita.

Saya justru berpikir sebaliknya, akan lebih menarik orang kita menulis tentang kita, daripada orang lain menulis tentang kita, mengapa? Orang lain tidak mengenal roh dari suatu perubahan dan fenomena-fenomena yang ada, apalagi dalam kaitannya dengan konteks bahasa-bahasa adat yang maknanya sangat dalam. 

Risiko kesalahan dalam penafsiran sangat besar kalau orang lain menulis tentang kita. Oleh karena itu, pilihan untuk riset di tanah air sebenarnya adalah prioritas tidak tergantikan. Ya, riset untuk menghidupkan kembali warisan dan peradaban yang kaya dengan nilai, makna dan pesan kehidupan.

3. Riset itu cara mengubah kiblat radikalisme

Riset tidak hanya punya tujuan untuk mengangkat martabat keilmuan dan menghidupkan warisan dan peradaban yang kaya dengan pesan spiritualitasnya, tetapi pada sisi yang lain saya pikir riset itu juga adalah cara untuk mengubah kiblat radikalisme di Indonesia.

Akar dari radikalisme itu bisa saja karena orang hanya bisa dicekoki dengan dogma fanatis tanpa ada kemungkinan dialog dengan tafsiran yang mengacu pada standar moral umum. Bahkan nafas dari radikalisme itu seperti sudah menutup saluran rasa ingin tahu untuk membuktikan kebenaran-kebenaran yang diyakini.

Nah, mestinya sebelum menjadi fanatis untuk percaya pada suatu ajaran, orang perlu riset dulu dong, benarkah itu bisa diterima publik atau benarkan itu sesuai dengan standar ilmu pengetahuan umumnya? 

Latar belakang masyarakat yang jauh dari pengaruh budaya riset itulah yang memungkinkan tumbuhnya mental "percaya saja." Oleh karena itu, saya melihat bahwa ada celah untuk mengubah kiblat fenomena radikalisme di Indonesia dengan mengembangkan gairan riset di semua jenjang pendidikan.

Tentu tingkat kesulitan riset harus bisa disesuaikan dengan tingkat usia belajar. Hal penting bahwa budaya riset perlu dibangun dalam setiap jenjang pendidikan anak bangsa. 

4. Riset itu cara terbaik menepis hoax

Selain riset itu berkaitan dengan visi mengubah kiblat radikalisme, penting juga bahwa riset bisa menjadi cara terbaik untuk menepis hoax. Dewasa ini, banyak sekali informasi hoax yang bisa diberikan oleh siapa saja. Bahkan pada umumnya, orang tidak merasa bersalah karena memberikan informasi palsu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun