Pembangunan rumah layak huni di desa-desa tampak sangat positif karena pengelolaan dan kontrol bisa langsung ditangani pemerintah desa yang melibatkan juga masyarakat sekitarnya.Â
Dalam hal ini, program pembangunan rumah layak huni dari pemerintah itu secara tidak langsung memupuk kesadaran hidup bersama, gotong royong dan punya daya yang mempersatukan semua orang.
Pada saat liburan terakhir Agustus 2021 lalu, saya mengalami sendiri bagaimana proses pembangunan rumah layak huni di desa saya. Masyarakat di satu kampung dilibatkan semua dalam penggalian fondasi dan proses pengerjaannya.Â
Oleh karena keterbatasan dana, maka pemilik rumah melalui bekal pengalaman sebagai tukang di Malaysia, ia siap menjadi tukang untuk pembangunan rumah layak huni itu. Perhitungan dibalik itu adalah untuk menghemat biaya kalau tanpa membayar tukang bangunan lainnya.Â
Saya masih ingat, pagi itu disiapkan segala seremoni adat dan juga seremoni pemerintahan. Seorang kepala desa diundang khusus untuk meletakan batu pertama rumah itu. Semua proses awal pembangunan berjalan dengan aman dan sukses.Â
Indahnya bahwa perempuan dan laki-laki semua ambil bagian dalam pembangunan itu. Artinya bahwa program rumah layak huni itu punya dampak sosial yang sangat positif.Â
Adat dihidupkan dan dihubungkan dengan pemerintahan. Tidak hanya itu, ternyata melalui program itu bisa mengaktifkan semua orang dengan dasar solidaritas dan kerjasama bahu membahu untuk mendukung suksesnya program pemerintah.
Masyarakat Indonesia memang sudah sepantasnya masuk dalam kesadaran seperti itu. Ya, suatu kesadaran bahwa masyarakat punya andil penting dalam mendukung program pemerintah kapan saja.
Ada beberapa tantangan dari program pengurangan rumah tidak layak huni (RTLK):
1. Kesiapan dan kecukupan dana sesuai topografi