Memang sih, menulis terkait tema yang kita suka akan menjadi lebih mudah, daripada menulis tema lain yang tidak disukai, tambah lagi terlalu sedikit tahu tentang hal itu sendiri.
Meskipun demikian, saya juga sadar bahwa dalam menulis orang bisa saja menyoroti satu dua aspek saja yang memang diketahuinya dan berusaha  memperdalam itu. Nah, makna kebebasan seorang penulis dalam menulis tidak terikat pada apa kata orang seperti, "kok cuma seperti itu sih."
Justru perlu dilihat sebaliknya, bukan saja soal keterbatasan informasi di dalamnya, tetapi kemauannya untuk tetap menulis dengan bebas, bagi saya itu sangat penting.
Beberapa penulis kompasiana yang menulis setiap hari itu patut diapresiasi. Â Mereka bahkan tidak pandang tema apa, semua bisa ditulisnya. Ya, menulis apa saja dengan bebas.
Kebebasan menulis akhirnya dimengerti sebagai cara orang mengungkapkan dirinya dalam hubungan dengan sesuatu yang asing atau di luar dirinya. Di sana ada pendapat, ada perspektif, ada motivasi, ada solusi, ada percikan gagasan lain, pikiran yang mengkritisi dan lain sebagainya.
Menulis tentang tema yang tidak disukai
Ada seorang teman saya orang Jerman setelah mendengar cerita saya tentang tema, "Seluk beluk menstruasi," tanya dia spontan, "kamu bisa nulis tentang itu?"
Saya akhirnya ditantang untuk menulis tentang tema yang sulit dan tema yang tidak disukai. Tulisan ini adalah percobaan pertama. Pada percobaan pertama ini saya menyadari bahwa ternyata menulis tentang tema yang sulit sangat menarik.Â
Mengapa menulis tema yang sulit itu justru menarik?
1. Tema baru menantang pikiran baru
Sebelumnya saya tidak pernah berpikir bagaimana menjadi penulis itu harus bebas gender. Baru sadar kalau mau menjadi seorang penulis harus bisa menulis apa saja dan tentang semua.