Di rumah kami punya seperti kantor pelayanan di mana dalam ruangan itu bisa dipakai untuk menerima tamu dan menerima telepon dari luar. Oleh karena pertimbangan keamanan, maka teman yang bertugas menangani bagian telepon itu, selalu saja menutup pintu.
Ya, entahlah musim panas, musim dingin pokoknya pintu ruangan itu harus selalu ditutup. Nah, terkadang tidak bisa dimengerti mengapa harus begitu cemas, padahal tidak ada orang lain yang datang.
Berangkat dari kecemasannya itulah, maka ia selalu menutup pintu itu, sementara teman yang lain selalu berusaha membukanya. Terkadang saya bercanda dengan spontan mengatakan kepadanya seperti ini, "Hidup ini sangat menarik, yang satu menanam, yang lainnya menuai; yang satunya membuka dan yang satunya menutup kembali."
Uniknya bahwa ia tidak menangkap apa maksud saya. Saya sih tidak memaksakan dia supaya mengerti atau berusaha berkali-kali bertanya mengapa pintu itu harus ditutup.
Lama kelamaan saya akhirnya mengerti kapan dia ada di rumah dan kapan ia tidak ada di rumah. Ya, dari pintu kantor itulah saya belajar mengenal tentang misteri ketidakhadiran dan pesan yang ditinggalkannya.
"Jika pintu itu tertutup, maka 100% jelas bahwa dia ada di rumah dan tentu sebaliknya. Terkadang menarik untuk didiskusikan, ternyata dari pintu itulah saya dan teman-teman tahu tentang kehadiran dan ketidakhadiran teman-teman kami yang serumah.
Terkadang oleh kesibukan dan tugas pelayanan masing-masing selalu saja ada hal yang mendesak pergi tanpa punya rencana pergi. Umumnya setiap bepergian kami saling memberitahu sekurang-kurangnya kemana akan pergi. Nah, dalam konteks tertentu terkait pelayanan mendadak itu, kami bisa tahu dari pintu.Â
Pintu akhirnya menjadi sarana komunikasi pada saat tidak ada kemungkinan komunikasi, bahkan pintu memberikan kepastian tentang arah yang tidak pasti. Kemana ia pergi kami tidak tahu, tetapi kami tahu dengan pasti bahwa ia tidak di rumah atau dia sedang bepergian.
2. Orang tahu dari kantong plastik sampah di dapur
Pagi hari dalam relung sejuk musim gugur dengan suhu 3 derajat celsius kami berkumpul kembali di kamar makan untuk sarapan pagi. Mula-mula saya tidak mengatakan apa-apa selain ucapan selamat pagi kepada teman-teman yang sudah lebih dahulu duduk di sana.
Seorang teman bertanya kepada saya, "kenapa ya hari ini kamu seperti serius sekali?" Saya menjawabnya dengan santai, "Sebenarnya saya sedang bergulat dengan suatu fenomena dan sedang mencari judul dari fenomena itu untuk ditulis." Katanya, "Na und atau apa ya?"