Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kaka Watu, Bumbu Masakan Khas dari Alam Flores

21 November 2021   01:54 Diperbarui: 22 November 2021   02:32 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaka watu | Dokumentasi pribadi oleh Ino

"Indonesia hari ini membutuhkan hal unik dari rahim buminya sendiri."

Betapa kaya dan berlimpahnya bumbu-bumbu masakan di Indonesia umumnya dan di Flores khususnya. 

Bumbu-bumbu masakan yang saya maksudkan di sini bukan yang sudah umum dikenal, tetapi lebih pada bumbu khas daerah.

Bumbu khas daerah sebenarnya selalu ada, cuma tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mau menggunakannya dan mempopulerkannya. 

Apa alasannya, sampai dengan saat ini tidak jelas, cuma sangat mungkin karena orang malas mencari ekstra di hutan.

Terkadang cukup sulit sebagai orang Flores kalau ditanya apa bumbu khas masakan Flores. Kalau orang Medan, bumbu khas sangat jelas dan sangat terkenal yaitu saksang.

Keunikan itu bukan saja soal rasa khas yang tidak pernah sama dengan yang lainnya, tetapi juga terkait alam di mana tempat tumbuhnya. 

Pada tahun 2012 saking suka dengan rasa khas saksang, saya membawa biji-bijian saksan untuk di tanam di Flores.

Ternyata bibit itupun sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan di sana. Dari situlah saya belajar menerima kenyataan kekhasannya saksang sambil melihat kekhasan bumbu masakan di tempat saya sendiri.

Kaka Watu, bumbu khas yang cocok untuk daging apa saja

Sambil menerima kenyataan tentang kekhasan yang melekat juga dengan tempat tertentu, sebenarnya saya sedang mencari apa sih bumbu khas di tempat saya sendiri. 

Nah, saya jadi ingat suatu saat saya bersama orang-orang di kampung mengadakan kunjungan bersama ke suatu tempat bersejarah yang secara lokal dikenal oleh semua warga suku Paumere.

Dalam perjalanan itulah saya menemukan satu objek yang sudah sering diceritakan, namun belum pernah menemukannya. Objek yang saya rindukan itulah namanya Kaka watu.

Kaka watu dalam bahasa Ende berarti "yang lengket pada batu." Ya, tempat tumbuhnya saja sudah unik. Ia tumbuh di atas batu, dengan cara menempel begitu saja secara alamiah.

Kaka watu memiliki struktur daun bundar dengan satu sisi dekat tangkai sedikit melengkung. Bentuknya mirip seperti gambar "love" dalam ujaran anak-anak milenial.

Kaka watu bisa ditemukan dengan aneka warna. Ada yang terlihat warna merah pudar, lalu ada juga yang terlihat hijau dan sedikit kekuning-kuningan. 

Pada daun Kaka watu terlihat seperti ada serat yang mengalir ke pusat pada bagian tangkai. Daun Kaka watu terasa punya kandungan air. Bisa jadi itulah alasannya mengapa Kaka watu bisa bertahan hidup di atas batu.

Daun Kaka watu memiliki diameter sekitar 5-7 cm, dengan ketebalan daun sekitar 2 mm. Hidup berdampingan dengan lumut-lumut yang lengket pada batu. 

Nah, Kaka watu adalah jenis bumbu alam yang dipakai untuk menghadirkan cita rasa asam pada masakan aneka daging.

Tempat tumbuh Kaka watu selalu pada daerah yang lembab. Daerah pesisir kali merupakan wilayah yang paling sering ditemukan Kaka watu. 

Pada cadas-cadas di pesisir kali itulah tumbuh Kaka watu. Oleh karena tempat tumbuhnya yang unik itu, maka terkadang juga sangat sulit untuk bisa mengambilnya. Meskipun demikian, ada juga yang tumbuh pada cadas yang bisa diambil dengan mudah.

Paling enak bumbu Kaka watu dimasak bukan dengan menggunakan bahan periuk besi atau aluminium lainnya, tetapi dengan menggunakan bambu. Nah, di sana juga ada kebiasaan memasak daging dengan menggunakan bambu. 

Aroma bumbu Kaka watu yang dimasak dengan menggunakan bambu terasa lebih memikat selera natural bagi penikmat. 

Rupanya pada daun Kaka watu ada juga kandungan zat asam. Kandungan asam yang bisa menetralisir bau amis pada daging atau juga pada jenis hewan-hewan air lainnya.

Tidak heran orang Ende khususnya warga suku Paumere menggolongkan Kaka watu dalam kategori nizu atau asam. Meskipun kaka watu punya cita rasa yang unik, bumbu Kaka watu itu belum terlalu dikenal umum termasuk oleh orang-orang Ende sendiri di sana, khususnya mereka yang hidup di kota.

Cuma terasa sekali bahwa kalau orang-orang kampung menceritakan bagaimana mereka memasak dengan menggunakan bumbu Kaka watu, rasanya sih pengen banget mencobanya. 

Ekspresi lezat dan enak terlihat begitu jelas dan akrab. Sekurang-kurangnya saya pernah merasakan bagaimana nikmatnya bumbu asam Kaka watu itu.

Racikan sederhana sebenarnya tanpa minyak orang bisa memasak daging dengan menggunakan bumbu asam Kaka watu, beberapa cabe dan garam secukupnya, lalu disertai beberapa batang sereh. Campuran itu sudah sangat menciptakan cita rasa yang natural dan khas.

Kaka watu dan pelajaran kehidupan

Umumnya tempat tumbuh Kaka watu hampir pasti ada sisi-sisi yang licin di atas batu cadas. Oleh karena itu, orang perlu ekstra hati-hati saat mengambilnya. Nah, ternyata ada juga lho, yang ekstra gratis itu harus dengan kewaspadaan tinggi untuk mengambilnya.

Yang murah tidak selamanya aman, tetapi bisa juga bahaya. Oleh karena itu, pelajaran yang bisa diambil dari tempat tumbuh Kaka watu bisa juga menjadi pelajaran kehidupan.

Pada gambar yang saya dokumentasikan pada tahun 2019 itu adalah Kaka watu yang berada di tebing bercadas. Ya, tumbuh unik pada tempat yang sama sekali tidak dibayangkan bisa menjadi tempat hidup.

Nama Kaka sebenarnya memiliki kesamaan nama dengan jenis hewan air sejenis kepiting. Perbedaannya, kepiting cuma bisa hidup lama di dalam air, sedang Kaka bisa hidup di air dan juga bisa di darat.

Keunikan nama itu bagi saya tetap merupakan misteri. Dari segi cangkang yang bundar dan bergerigi terlihat benar-benar mirip dengan daun Kaka watu. Entahkah karena kemiripan itu, sehingga orang memberi namanya Kaka? 

Selain kemiripan nama, ternyata juga ada kemiripan bentuk. Bundaran bergerigi dengan satu sisi yang yang melengkung ke dalam menghasilkan satu bentuk unik dari satu jenis tumbuhan dan satu jenis hewan dengan nama yang sama. Bahkan keduanya hidup dekat dengan batu (watu). 

Kaka sejenis kepiting itu sering bersembunyi dibalik cadas, sedangkan tumbuhan Kaka watu hidupnya pasti di atas batu cadas. 

Teringat masa kecil memasak Kaka, kepiting, udang dari kali dalam sepotong bambu dengan bumbu khas Kaka watu. Duh aromanya sungguh menggoda rasa.

Menariknya, paduan enak masakan seperti itu bukan dengan nasi, tetapi dengan ubi rebus dan juga lawar daun paku. Pokoknya terasa sekali indahnya hidup saat itu. 

Ya, suasana indah yang dirasakan ketika bisa makan bersama teman-teman di sungai dari racikan bumbu-bumbu alam yang unik.

Ada beberapa pelajaran kehidupan yang bisa dilihat dari kenyataan Kaka watu:

  1. Hidup itu membutuhkan kewaspadaan. Kewaspadaan dalam menerima sesuatu yang tanpa punya banyak jerih payah dan lelah.
  2. Kelezatan makanan itu ternyata bisa juga dihasilkan dari racikan alam atau tanpa bumbu-bumbu kimia.
  3. Manusia perlu menyadari kembali hubungan antara kesehatan tubuh dengan bumbu-bumbu makanan tanpa kimia.
  4. Bentuk "hati" merupakan titipan simbol tentang mencintai alam dan lingkungan, mencintai kehidupan dan mencintai ciptaan.
  5. Bisa saja cerita Kaka watu ini adalah spirit tentang kehidupan, sekalipun hidup ini terasa seperti di atas cadas yang kering, tetapi jika orang punya hati yang berlimpah cinta, maka ia akan tetap hidup dan berguna bagi yang lainnya.

Demikian ulasan kecil tentang tumbuhan Kaka watu yang adalah juga bumbu masakan bagi orang-orang kampung di pedalaman kota Ende, secara khusus bumbu masakan bagi masyarakat suku Paumere. 

Melalui tulisan ini, saya berharap agar warga masyarakat semakin mencintai kekhasan daerahnya bukan saja dalam hal bumbu-bumbu alam, tetapi juga dalam semua hal.

Salam berbagi, ino, 21.11.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun