Kekasih senja, maafkan aku karena aku hanya punya waktu untuk menyimpan gambar wajahmu semalam.
Tak sempat membuka pintu kata hati tentang kamu.
Hari ini aku menulis tentang kamu yang kemarin.
Senja....kemarin kamu begitu unik setelah sehari aku mengintip dari tirai karantina ku.
Tak sangka bahwa wajahmu semakin cerah hingga sang awan datang menggodamu.
Ia berlari pelan tapi semakin mendekatimu dengan rindu menutupi wajahmu agar aku tidak sanggup melihatmu.
Gerah, gelisah, cemas dan takut kalau aku sungguh-sungguh tidak bisa melihatmu karena ulah sang awan itu.
Aku katakan sejujurnya, itu pikiranku saat mengikuti langkah pergimu kemarin pada 04 Agustus 2021.
Ingin aku mengusir sang awan itu, namun aku tidak sanggup karena aku dalam penjara tanpa jendela.
Penjara karena ingin hidup dan selamat untuk suatu perjumpaan denganmu di lain tempat dan waktu.
Senja...rindu ini tidak pernah pudar untuk melihatmu setiap hari dari kamarku yang sepi ini.
Andaikan itu mungkin, datanglah mendekatiku, biar aku merasakan hangatnya kasih-Mu.
Aku terpukul hingga nyaris membeku dalam rasa takut.
Tiada hari tanpa kabar duka dan kehilangan menghampiriku.
Senja...cuma kamu yang terlihat sanggup tersenyum di saat awan duka membalut aura kota Jakarta.
Kekuatan senyummu menembus pekatnya kelabu awan kemarin pada pukul 17.30 waktu ku.
Kau penghapus dahaga rindu damai dan hidup.
Kau penghibur saat duka dan lara silih berganti tanpa akhir datang setiap waktu.
Senja.... adakah  cintamu yang tersisa hingga bisa menghiasi hari ini sekali lagi?
Aku menunggumu dalam sepi pada pukul 17.30 sekali lagi.
 Liebe Senja, wir treffen uns spaeter,..ciao.....
Salam berbagi, ino, 5.08.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H