Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Ada 4 Alasan Menulis Tanpa Mengejar Uang

15 Mei 2021   17:04 Diperbarui: 16 Mei 2021   20:15 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi oleh Ino

Puasa terberat adalah menulis tanpa mengejar uang

Bukan tidak mungkin bahwa penulis memeroleh penawaran yang sungguh menggiurkan. Nah, ini hanya sebuah cerita yang berangkat dari pengalaman bukan sebagai penulis, tetapi sebagai orang yang pernah rajin menulis.

Suatu kenangan indah bahwa pernah ditawarkan honor menulis satu artikel 5 euro. Kisah itu tidak bisa saya lupakan. Entah karena apa teman bule itu, pernah menawarkan kepada saya seperti itu.

Saya hanya percaya bahwa penawaran itu karena dia senang melihat orang yang rajin menulis, lalu senang mendengar saya menceritakan lagi isi dari tulisan-tulisan kecil itu kepadanya.

Saya sungguh terkejut bahwa di dunia ini ada pula orang yang berani menawarkan seperti itu, meskipun saya bukan seorang penulis. Aneh bukan? Dalam beberapa bulan berlangsung, terasa bahwa sebulan saja dengan santainya saya memeroleh honor tidak terduga 250 euro atau senilai 4.000.000 rupiah.

Untuk ukuran anak student di Jerman lumayan banget sih, sudah bisa untuk beli buku-buku dan lain sebagainya. Nah, itulah hal tidak terduga yang pernah saya dapatkan dari rajin menulis.

Meskipun demikian, saya menyadari bahwa untuk menemukan keadaan seperti itu sungguh merupakan sesuatu yang sangat jarang atau sangat sulit. Saat saya bercerita dengan beberapa teman saya, kata mereka sederhana, "Kamu orang hoki sih."

"Hoki apaan?," tanya saya. Saya lebih percaya bahwa hal yang pernah saya dapatkan itu bukan hoki, tetapi hadiah dari Tuhan karena kerja rutin dan konsisten menulis.

Ya, kalau boleh dikatakan bahwa menulis itu tidak pernah sia-sia. Ketika orang menulis, selalu saja ada kejutan-kejutan yang menggembirakan kedepannya.

Dokumen pribadi oleh Ino
Dokumen pribadi oleh Ino
Siapa sih yang tidak suka dengan hal seperti itu? Sebagai manusia tentulah punya keinginan agar karyanya dihargai. Saya pernah hidup dalam konsep seperti itu di Jerman. 

Akan tetapi suatu waktu, saya masuk dalam ruang refleksi pribadi, dan saya mendengar suara yang misterius mengatakan seperti ini: "Janganlah kamu menulis untuk mengejar uang!"

Saya begitu terkejut ketika mendengar suara itu. Seketika itu, kebanggaan saya saat itu seperti dicampakkan ke dalam tong sampah atau Moelltonne

Dalam hati saya bertanya, mengapa tidak boleh mengejar uang? Saya kan butuh uang juga. Lalu dari mana sih suara seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan seperti ternyata pertanyaan yang sulit dijawab.

Dalam perjalanan waktu, saya mencoba masuk ke dalam keheningan diri untuk menemukan alasan mengapa saya tidak boleh mengejar uang.

Ada 4 alasan menulis tanpa mengejar uang:

1. Menulis itu adalah seni mengubah dunia pikiran ke dunia baca

Jika menulis untuk mengejar uang, maka akan ada kemungkinan ini ketika menulis lalu tidak mendapatkan uang, yang ada hanya kekecewaan yang menyayat hati. Hal seperti itu sudah pernah saya alami. Bahkan, jangankan soal dapat uang kalau tanpa reaksi pun terasa tulisan itu tidak berarti.

Nah, pengalaman seperti itulah yang mesti saya murnikan. Ya, ini soal motivasi pada fase pemula sedang rajin menulis. Oleh karena pertimbangan itu, maka niat baik teman yang membayar 5 euro satu artikel pun saya hentikan. 

Sejak waktu itu, saya belajar mengolah emosi dan kematangan motivasi dalam menulis. Saya menulis untuk mengungkapkan apa yang saya pikirkan. Berbagi hal yang baik, yang mungkin bisa membuka cara pandang orang lain.

Bahkan sekedar untuk menjadi arsip dan kenangan pribadi bahwa pada suatu waktu saya pernah berpikir seperti itu. Terkadang sendiri tidak mengerti mengapa pada waktu itu, saya pernah menulis seperti itu.

Menulis lebih baik bagi saya tetap sebagai hobi pribadi tanpa untuk memperoleh apa-apa. Menulis untuk mengubah yang tersembunyi dalam pikiran dan dunia ke dalam kata-kata yang bisa dibaca.

2. Menulis itu mesti bebas tanpa embel-embel kepentingan

Hobi menulis itu ternyata bisa masuk dalam dunia yang menggoda. Ya, lagi-lagi menggoda untuk masuk ke dalam perangkap kepentingan tertentu. Memang harus diakui bahwa orang tidak mungkin bebas dari kepentingan tertentu.

Menulis untuk dijadikan arsip dan kenangan pribadi pun adalah bagian dari kepentingan tertentu. Kepentingan tertentu yang saya maksudkan adalah kepentingan seseorang diluar penulis.

Nah, saya pernah ditawar oleh pasangan calon bupati agar bisa menjadi corong promosi paket calon bupati. Setelah saya pikirkan, saya akhirnya menolak.

Pertimbangan kebebasan dalam menulis bagi saya jauh lebih penting dari tawaran uang. Hal ini karena, ketika penulis itu memihak salah satu kepentingan, maka terbaca bahwa pada suatu masa, isi tulisan itu tidak independen dan objektif.

3. Apa yang orang tulis akan menjadi jejak alur berpikir seseorang pada suatu masa

Pertimbangan terkait jejak alur berpikir seseorang pada suatu masa itu tidak pernah dipisahkan dari pergulatan pribadi seseorang pada masa itu. Suatu masa yang penuh janji memperoleh uang melalui tulisan, akan berbeda dengan suatu masa di mana penulis itu betul bebas menulis.

Penulis yang benar bebas menulis memang akan dihargai termasuk memperoleh uang. Nah, itu bedanya menulis untuk mengejar uang dan menulis yang kemudian dihargai, entah dengan uang, sertifikat atau apa pun bentuknya.

Pengalaman pribadi telah membuktikan bahwa menulis untuk mengejar uang selalu berbeda dengan menulis karena letupan bebas dalam hati dan pikiran.

Tentu, banyak penulis punya pendapat sendiri terkait hal ini. Pada prinsipnya jauh lebih tenang ketika menulis tanpa mengejar uang. Sebaliknya, galau bisa datang, jika suatu waktu tidak ada hal yang menarik untuk ditulis atau bahkan tidak ada gagasan yang unik, maka badan pun terasa tidak enak.

Pengalaman masa lalu ternyata mengajarkan demikian, uang tidak boleh menjadi pengendali dari hobi dan gairan dalam menulis. Akan tetapi, jika menulis itu sudah menjadi sebuah profesi, maka penulis perlu tetap kreatif dan memberi yang terbaik.

Uang bukan sebagai motor penggerak. Inspirasi yang bisa dibagikan itulah yang mesti menjadi energi dasar yang menggerakan nurani dan nalar penulis.

4. Menulis itu proses belajar mengenal diri

Selama hampir tiga setengah bulan menulis di Kompasiana, ternyata saya belajar banyak sekali, termasuk belajar mengenal diri. Diri yang terbatas dalam kemampuan menulis pun menjadi jelas di sini.

Meskipun demikian, kekaguman yang luar biasa adalah bahwa saya menemukan banyak sekali penulis yang begitu bagus mengembangkan ide-ide kecil sampai menjadi sebuah tulisan yang apik dan runtut.

Nah, Kompasiana menjadi ruang belajar paling murah bagi saya tentunya. Saya bisa membaca tulisan-tulisan aktual yang mendalam meski tidak bisa seperti teman-teman lainnya yang sehari bisa begitu banyak artikel. 

Ternyata di dalam menulis dan melalui tulisan orang lain, saya belajar mengenal diri yang belum sanggup baca sehari lebih dari 35 artikel, atau bahkan lebih dari itu.

Kadang saya bertanya sendiri, apa sih rahasianya bisa sanggup membaca begitu banyak dalam sehari? Mungkin faktor waktu sangat menentukan untuk bisa membaca banyak dan bisa membaca cerdas. 

Demikian cetusan gagasan di akhir pekan dari relung kamar hening yang terus berjuang agar tetap menulis tanpa mengejar uang. Cukup bagiku menulis untuk mentransfer pikiranku ke dalam huruf, kata, paragraf dan kalimat. 

Salam berbagi, ino, 15.05.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun