Bagaimana wajah media bisa diubah?
Ada 4 solusi yang mungkin penting dipikirkan oleh pemerintah dalam hal ini, pihak kementerian komunikasi dan informasi dan juga setiap pengguna media sosial:
1. Perlu memiliki sistem khusus yang bisa mengontrol semua akun-akun media sosial yang bisa dikatakan tidak layak untuk dikonsumsi publik. Rupanya saat ini dari kementerian komunikasi sudah memiliki program dan gebrakan itu. Untuk hal seperti itu, patut diberikan apresiasi.
2. Pendidikan etika dalam pemakaian media sosial mungkin perlu dipikirkan sebagai mata pelajaran yang perlu diberikan sejak dini atau sejak sekolah dasar (SD) Dalam hal ini mungkin perlu ada rencana bersama dengan menteri pendidikan dan riset.Â
3. Wawasan tentang keramahtamahan dan pergaulan sosial, bahkan bagaimana menggunakan media, mesti sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari pendidikan nonformal, ya sejak dari rumah juga harus diberikan.
4. Pendidikan tentang jurnalisme perlu menjadi mata kuliah wajib pada setiap universitas sekurang-kurangnya satu atau dua semester. Mengapa? Banyak sekali jurnalis tanpa punya bekal studi khusus sebagai jurnalis.Â
Bayangkan sarjana olahraga, sarjana ekonomi kemudian menjadikan diri sebagai seorang wartawan. Saya tidak membatasi kebebasan dan minat orang, namun alangkah baiknya orang-orang yang memiliki minat ke arah itu, perlu belajar terkait etika dan tata kramanya dulu.
Konsekuensi yang terlihat nyata adalah bibit dari tanpa bekal menjadi wartawan adalah akun bohong yang menutupi apa yang benar ada dan terjadi di masyarakat.
Meskipun demikian, umumnya media-media besar di Indonesia mempertahankan visi dan nilai-nilai kehidupan, bahkan memperlihatkan wajah keberpihakan yang sangat jelas.
Tentu, arah dari tulisan ini lebih berfokus pada pengguna akun media sosial pribadi yang masih jauh dari standar mendukung peradaban bangsa dan nilai-nilai kehidupan.
Demikian ulasan tentang wajah paradoks pengguna media sosial yang akhirnya berdampak pada wajah media sosial itu sendiri. Marah dan ramah berganti sesuka hati sesuai arah keinginan pengguna dan bayaran penguasa dan pemilik modal.Â