Adonara misalnya, deretan pemukiman masyarakat semuanya berada di antara apitan gunung, ya di lereng gunung dan di pesisir laut. Masuk akal juga sih, mereka hidup dari bercocok tanam dan hidup sebagai nelayan.Â
Bukan tidak mungkin bahwa pada lereng gunung itu ada yang sudah gundul dan menyerupai kali mati. Kondisi seperti itu, tentu sangat potensial pada musim hujan. Oleh karena itu, semestinya rekoleksi berkaitan juga dengan pengetahuan tentang alam yang ada di sana, di mana yang bukan merupakan jalur air. Perhatian pada hal seperti itu, tentu sudah sangat menolong tentunya, meskipun orang tidak tahu kapan tanah bisa longsor dan lain sebagainya.Â
Menurut saya, lebih baik dengan wawasan topografi wilayah pemukiman yang dikaji dengan baik lalu memilih relokasi, daripada harus mendengar lagu ratapan duka dan kesedihan Ebiet G. Ade setiap tahun. Lagunya bagus, cuma tidak ada gunanya mendengar ulang lagu ratapan, tanpa punya dampak pada perubahan dan keselamatan hidup.
Oleh karena itu, hal penting adalah bahwa orang perlu memperhatikan beberapa pesan Ebiet G. Ade berikut ini:
1. Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
Saya sepakat dengan Ebiet G. Ade bahwa bencana ini bukan hukuman, tetapi suatu isyarat. Isyarat apa? Isyarat bahwa hubungan manusia dan alam itu tidak beres. Mungkin manusia tidak terlalu memperhatikan alam.Â
Coba perhatikan siapa yang menyebabkan hutan jadi gundul, siapa yang menyebabkan rumput kering terbakar. Atau seberapa sering orang menanam pohon, merawat lingkungan hutan dan alam sekitarnya?Â
Tema sekitar ekologi alam, harus menjadi prioritas yang layak dibicarakan sejak dini, ya tentu tidak hanya untuk kurikulum pendidikan yang berbasiskan cinta alam, tetapi juga untuk masyarakat biasa.Â
Gagasan Ebiet itu sungguh penting. Ya, bagi saya Ebiet sudah menulis syair pledoinya tentang keadilan Tuhan. Tuhan tidak menghukum manusia dengan cara seperti itu.Â
Tuhan memberi kebebasan kepada setiap manusia. Dan diharapkan kebebasan itu tidak digunakan secara serakah dan bisa berdampak merusakkan alam.Â
Saya yakin, alasan lain terkait kelestarian alam itulah yang sering menjadi pertimbangan, mengapa proyek tambang di Flores sering ditolak. Bukan karena menghambat kemajuan, tetapi proyek tambang itu sangat rentan pada bencana dan kerusakan lingkungan alam.