Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Petani Desa Rindu Menyambut Musim Panen?

25 Maret 2021   13:11 Diperbarui: 26 Maret 2021   22:57 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi: Angel Trokun

Mengetam sambil bernyanyi, bagi petani tradisional merupakan sarana persaudaraan dan juga seperti suatu nyanyian perjuangan. Ya, sebuah nyanyian tradisional yang dinyanyikan bersama-sama tanpa ada sekat pemisah suara. Namun, kemerduan di tengah hutan belantara, dengan panorama kuning, hijau, alam yang sejuk dan hangat, semua paduan itu bagi saya menjadi semacam suatu momen romantis ala petani desa. 

Ternyata, petani-petani desa itu mampu menciptakan keindahan, mereka mampu menciptakan akord yang memberi nuansa kemerduan suara secara bersama-sama. Saya ingin sekali mendengar lagu Jenda. Andaikan nanti masih punya kesempatan untuk mengetam padi suatu hari nanti, saya ingin menulis syair lagu dalam bahasa ibu itu. 

Bagaimana cara petani desa mengetam padi? 
Para petani desa tidak pernah mengenal namanya mesin perontok padi. Jadi, petani desa selalu mengetam secara manual dengan menggunakan pisau kecil seperti memotong tangkai bulir padi. 

Demikian juga proses selanjutnya untuk merontok biji padi dari tangkai bulirnya, mereka harus menginjak dan menggosokan setumpuk padi itu dengan kaki mereka. Proses ini memang tidak mudah, karena bisa membuat telapak kaki seperti luka dan kepedasan. 

Ya, berani secara manual itu tidak mudah. Namun bagi petani desa, hal seperti itu sudah tidak perlu dipersoalkan lagi, karena mereka melihat cara sederhana itu adalah warisan leluhur mereka. Melakukannya lagi sama dengan menghormati cara dan warisan leluhur mereka. 

Ada juga petani yang kreatif, melalui proses merontokkan padi itu bersama-sama dengan teman-teman seakan-akan menari di atas hasil panenan. Ya, sebuah proses yang sehat, karena bisa saja melompat, menginjak di atas pondok kecil yang sedikit lebih tinggi. Pondok itu dibuat secara khusus agar biji padi bisa jatuh ke kolomnya, lalu serbuk sekam bisa langsung dibersihkan oleh angin. Karena itu, tidak heran pondok itu dibuat lebih tinggi dari biasanya tiangnya sekitar 2 meter. 

Proses seperti ini sederhana, tetapi efektif karena para petani menggunakan tenaga angin untuk membantu proses pembersihan biji padi dari debu sekam. Kagum juga sih, bagaimana pikiran dan cara kerja mereka benar-benar menyatu dengan alam.

Terompet padi
Terompet jenis ini mungkin tidak pernah dijual dan tidak pernah dilihat orang kecuali harus ke kebun para petani desa. Kok gitu sih? Ya, terompet itu unik. Sebuah terompet kecil yang dibuat dari batang padi.

Caranya juga sederhana, bagaimana membuat terompet padi. Orang hanya perlu batang padi yang bagus dan bersih, lalu dengan satu bukunya yang masih utuh, kemudian bagian tengahnya dipecahkan menjadi beberapa belahan tanpa harus sampai ke ujung atasnya, lalu pada bagian ujung atas itu orang bisa meniupnya. Getaran udara yang masuk secara kencang pada rongga batang padi yang sudah pecah itu akan menghasilkan bunyi. Mirip deh, seperti terompet.

Kalau mengenai perbedaan bunyi, itu sederhana banget, suara akan beragam tergantung pada ukuran besar kecilnya batang padi yang digunakan. Coba bayangkan beberapa orang membuat terompet padi dengan ukuran berbeda, lalu meniup terompet itu secara bersamaan, apa kata dunia. 

Ya, suatu simfoni alam terdengar merdu di sana. Suatu kerinduan untuk melestarikan tradisi dan kebiasaan unik masyarakat pedesaan mencuat begitu kuat. Ada pula kecemasan, karena arus perkembangan dan kemajuan ini, masyarakat desa bisa saja bergeser mata pencaharian mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun