Sudah lebih dari lima belas tahun sejak kepergian Bundaku. Bahkan ketika aku sudah menikah dan memiliki seorang anak, aku masih teringat padanya. Sikapnya, senyumnya, tutur katanya lembut dan menyejukkan. Kadang di malam hari aku sering bermimpi bertemu dengannya dan bercerita tentang beratnya kehidupanku kini. Walaupun aku tahu dan sering menyadarkan diriku sendiri bahwa beliau sudah tiada.
"Bunda..."
"Iya Lala sayang, ini sudah Bunda buatkan buburnya. Ayo kita makan."
"Yay makan... makan."
Kehidupanku kini berputar pada rutinitas yang sama setiap hari. Bangun pagi mempersiapkan sarapan untuk suami dan anakku. Mencuci, menyapu dan membersihkan seisi rumah. Termasuk menjaga Lala, anak pertamaku yang baru berusia empat tahun. Namun untuk anak seusianya, Lala termasuk pintar dan cepat belajar.
"Bunda Tua itu orangnya baik banget ya Bunda?" tanya Lala
"Iya sayang. Nenek Lala orang yang sangat baik hati dan cantik."
"Cantik kayak Lala?"
"Iya cantik seperti Lala. Ayo Bunda pernah bilang kan? Kalau lagi makan jangan Bica..."
"Ra...," sambung Lala lalu kembali menikmati Bubur kesukaannya.
Sebagai seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya berulang sama setiap hari, aku menginginkan sesuatu yang istimewa di hari ulang tahunku. Mungkin aku terdengar kekanakan karena sudah sebesar ini masih ingin merayakan ulang tahun. Tetapi aku merindukan hari ulang tahun karena teringat akan Bunda. Mungkin ini sebabnya aku merindukan Bunda beberapa hari ini.