Mohon tunggu...
Inong Islamiyati
Inong Islamiyati Mohon Tunggu... Penulis - Gadis pemimpi dan penyuka anime

See the world with a different style and finding happiness

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ulang Tahun Teristimewa

10 November 2023   07:00 Diperbarui: 10 November 2023   07:08 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat ulang tahun Anisa.

Aku merindukan rangkaian Kalimat sederhana itu. Ucapan selamat tepat di hari ulang tahunku. Aku tahu dan teringat pesan Bunda. Bahwa ulang tahun tidak lebih dari sekedar bertambahnya usia, serta tanda bahwa kita semakin dekat dengan takdir kematian. Walaupun begitu, bagiku ulang tahun adalah hari yang istimewa. Hari di mana perjalanan kehidupanku dimulai.

Bunda bercerita bahwa ketika aku lahir, suasana sedang hujan deras. Namun tepat setelah melahirkan aku, hujan perlahan berhenti dan sinar matahari menyembul keluar menghiasi langit yang tadinya gelap. Lalu dari balik jendela kamar rawat Bunda, ada pelangi pudar muncul.  Bagi Bunda aku adalah cahaya yang membuat dia merasa tenang dan bahagia. 

Aku masih ingat dengan perayaan ulang tahunku ketika masih di bangku sekolah dasar. Bunda membuat kue coklat kesukaanku dan kami mengadakan pesta kecil-kecilan. Aku mengundang beberapa teman ke rumah. Tidak banyak, hanya sekitar lima orang. Kami bernyanyi, bermain dan menari bersama-sama. Lalu mereka semua makan kue cokelat buatan Bunda yang sangat lezat. Bunda memang sangat pandai membuat kue dan memberikan aku resepnya supaya kelak aku bisa membuatnya sendiri.

Ketika aku beranjak remaja, aku merasa Bunda jadi lebih khawatir denganku. Aku sering pulang malam karena asyik bermain bersama teman-teman. Kadang aku sibuk dengan kerja kelompok dan kegiatan ekstra di sekolah sehingga semakin jarang aku bisa bicara dengannya. Meski demikian, Bunda tetap berusaha menunjukkan perhatiannya padaku. Di ulang tahunku yang ke 15, Bunda menghadiahkan sebuah blus biru cantik dengan sepatu kets putih. Blus yang indah sekali hingga membuat teman-temanku iri. Aku makin sayang pada Bunda dan berniat memberikan sebuah hadiah kejutan di hari ulang tahunnya.

Sambil menenteng keresek hitam, aku tersenyum sepanjang jalan. Ini adalah hadiah untuk Bunda. Mukena baru berwarna putih dengan renda berwarna biru di sepanjang pinggirannya sangat cocok untuk Bunda. Kebetulan mukena Bunda sudah lusuh dan aku tak sengaja menangkap sinar mata Bunda saat pertama kali melihat mukena ini di pasar. Aku menabung uang jalanku seminggu penuh demi hadiah kejutan untuk Bunda.

"Kuharap Bunda menyukainya," gumamku.

Aku ketuk pintu agar Bunda terbangun. Satu menit, dua menit Bunda belum juga menampakkan diri. Tanpa menunggu lama lagi aku langsung masuk dan tersenyum. Baru saja mulutku hendak berteriak selamat ulang tahun, aku dikejutkan dengan tubuh Bunda yang terbujur di lantai dekat kamar mandi. Kugoyangkan tubuhnya, kupanggil namanya berulang kali tetapi Bunda tidak menjawab.

"Bunda... Bangun Bunda..."

Air mata mulai mengalir dari sudut mataku. Ragaku lemah dan tidak percaya akan kenyataan ini.

"Bunda..."

"Bunda..."

 "Bangun Bunda.... Lala lapar."

Kepalaku pusing. Aku mengerjapkan mata berulang kali kemudian bangun dari tempat tidurku. Anakku Lala, sudah berdiri dengan memegang piring dan sendok kecilnya.

"Eh Lala sudah bangun ya. Iya, Bunda buatkan dulu bubur kesukaan Lala ya."

"Bunda habis menangis ya? Bunda mimpi ketemu sama Bunda Tua lagi. Bunda jangan sedih," Lala lalu mengusap pipiku dengan tangan mungilnya.

Aku tertawa kecil. Lalu mencubit pipi Lala gemas.

"Bunda enggak menangis kok. Lalu kenapa Lala panggil nenek, Bunda Tua. Nenek ya panggilnya sayang."

"Kan Bundanya Bunda sudah Tua. Jadinya panggilnya Bunda Tua."

"Nenek."

"Cepat ya Bunda. Lala sudah lapar banget nih."

Sudah lebih dari lima belas tahun sejak kepergian Bundaku. Bahkan ketika aku sudah menikah dan memiliki seorang anak, aku masih teringat padanya. Sikapnya, senyumnya, tutur katanya lembut dan menyejukkan. Kadang di malam hari aku sering bermimpi bertemu dengannya dan bercerita tentang beratnya kehidupanku kini. Walaupun aku tahu dan sering menyadarkan diriku sendiri bahwa beliau sudah tiada.

"Bunda..."

"Iya Lala sayang, ini sudah Bunda buatkan buburnya. Ayo kita makan."

"Yay makan... makan."

Kehidupanku kini berputar pada rutinitas yang sama setiap hari. Bangun pagi mempersiapkan sarapan untuk suami dan anakku. Mencuci, menyapu dan membersihkan seisi rumah. Termasuk menjaga Lala, anak pertamaku yang baru berusia empat tahun. Namun untuk anak seusianya, Lala termasuk pintar dan cepat belajar.

"Bunda Tua itu orangnya baik banget ya Bunda?" tanya Lala

"Iya sayang. Nenek Lala orang yang sangat baik hati dan cantik."

"Cantik kayak Lala?"

"Iya cantik seperti Lala. Ayo Bunda pernah bilang kan? Kalau lagi makan jangan Bica..."

"Ra...," sambung Lala lalu kembali menikmati Bubur kesukaannya.

Sebagai seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya berulang sama setiap hari, aku menginginkan sesuatu yang istimewa di hari ulang tahunku. Mungkin aku terdengar kekanakan karena sudah sebesar ini masih ingin merayakan ulang tahun. Tetapi aku merindukan hari ulang tahun karena teringat akan Bunda. Mungkin ini sebabnya aku merindukan Bunda beberapa hari ini.

Mukena yang aku berikan untuk Bunda kini kupakai sendiri. Kini warnanya sudah tidak putih seperti dulu. Rendanya mulai lepas dan kainnya kasar, tidak lembut lagi. Tetapi kenangan Bunda masih ada di sini. Walaupun setiap kali melihat mukena ini aku teringat kesedihan akan kepergian Bunda, tetapi inilah kenangan terakhir darinya untukku."

"Bunda... Anisa rindu Bunda...." seruku di pinggir ranjang sambil memegang mukena itu.

Gelap. Sehelai kain menutupi mataku dan aku dengar suara tawa Lala. Dia mengamit tanganku lalu mengajakku pergi keluar dari kamar.

"Mau ke mana sih Lala sayang?"

"Bunda pokoknya jangan mengintip ya. Ayo Bunda ikut sama Lala."

Kubiarkan tanganku digenggamnya. Lala kemudian tertawa senang dan tidak menjawab pertanyaanku. Aku dituntun keluar dari kamar. Terus berjalan mengikuti langkah-langkah kecilnya. Kemudian kubuka kain yang menutup mataku.

"Selamat ulang tahun Bunda tersayang!"

Farhan dan Lala kemudian memelukku. Aku terkejut dan langsung menyambut pelukan mereka. Menahan tangis dan haru atas kejutan sederhana dari keluarga kecilku. Lala membawakan sebuah kue cokelat dan menciumi pipiku.

"Bunda... Ini kue cokelat buat Bunda. Lala sama ayah yang pilih di toko. Bunda pokoknya jangan sedih lagi ya," ujar Lala sambil memeluk kakiku

"Bagaimana Bunda bisa sedih sayang? Lala sudah membuat kejutan sederhana yang sangat indah buat Bunda. Terima kasih ya sayang." Aku kemudian menggendong Lala dan menciumi keningnya.

Rupanya selama ini Lala diam-diam memperhatikan aku yang menangis dalam tidur. Kemudian memberitahu ayahnya lewat ponsel cadanganku. Farhan yang khawatir mendengar hal tersebut, langsung mulai merencanakan kejutan spesial ini. Sebuah pesta kecil sederhana di kebun belakang rumah kami.

"Lain kali kalau ada yang kau khawatirkan atau sedih, kau bisa bilang padaku. Kita ini keluarga Bukan?" ujar Farhan sambil mengacak rambutku gemas

"Iya," ujarku sambil menyenderkan kepalaku pada bahunya.

Bunda. Sekarang Anisa sudah punya keluarga sendiri dan sudah menemukan kebahagiaan. Anisa akan selalu rindu dan mengirimkan doa terbaik untuk Bunda. Semoga Bunda tenang di sana dan jangan khawatir lagi dengan Anisa. Karena Anisa akan berusaha untuk bisa membuat Bunda bangga di sini. Di tengah keluarga baru kecilku.

Profil singkat

Inong Islamiyati. Seorang penyuka animasi, cerpen dan kucing.  Berharap karya yang dihasilkan bisa bermanfaat bagi banyak orang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun