Meski ngantuk makin berat, dia terus dipanggil. Saya bayangkan wujud kuntilanak seperti yang sering dipertontokan film atau sinetron. Terus saya lakukan itu sambil tanpa sadar mensugesti diri bahwa dia akan datang dengan wujud itu.
Kesadaran makin menipis sedang kantuk sudah mendominasi diri. Saya sudah mulai mendengkur. Saya tahu itu dan berusaha kembali pada keadaan terjaga, tapi tak bisa sebab tidur itu terlalu enak.
Di tengah upaya terjaga itulah, kuntilanak nongol dengan wujud persis seperti yang saya bayangkan tanpa henti sebelumnya. Dalam hitungan detik, usaha mengembalikan kesadaran pun tiba-tiba terdongkrak tajam. Kaget.
Saya mau memandang dia dengan sebenar-benarnya. Seperti saya memandang kamu yang benar-benar terlihat di depan mata. Okelah ga bisa diraba. Tak apa-apa. Tapi saya mau melihat dengan tegas.
Tapi kuntilanak hilang begitu saja. Dalam hitungan persekian detik pula, entah dia sudah ada di mana. Saya cari ke dapur, kamar kosong juga kamar mandi, tak ada dia di sana.
Saya yakin, apa yang terlihat adalah hasil dari yang dikonstruksikan pikiran sendiri, lalu tersugesti kemudian nampak dalam pandangan.
Sebenarnya waktu itu saya masih sedikit ragu. Sedikit sekali. Mulai percaya ada begituan, tapi masih banyakan ga percayanya. Lantas hasil cek and ricek itu disampaikan ke orang yang katanya paham betul soal beginian. Namanya Habib Morgan.
Dengan detil saya ceritakan tiap bagiannya tanpa luput sedikit pun.
Dia ngangguk-ngangguk seperti paham menyimak cerita itu. Saya dibiarkan terus nyerocos menuturkan hasil uji itu kepadanya hingga benar-benar selesai. Saya senang dengan sikapnya itu.
"Oke," katanya sambil menghela nafas kemudian membetulkan posisi duduknya.
"Jadi yang antum lakuin itu takabur. Ente udah berani manggil makhluk Allah yang menghuni rumah itu buat ketemu. Ente dikasih liat, tapi cuma sekilas. Soalnya itu kuntilanak takut karena ente kelewat berani. Jadi die ngilangin penasaran ente aje," katanya membuka penjelasan.