"Yah ditandain itu omongan," kata Manhajir.
"Maksud lu?" tanya Jamroni.
"Orang tue bilang, kalo kite lagi ngomongin apa-apaan terus ada kejadian ga wajar, itu namenye ditandain ame yang diomongin," jelas Manhajir.
Patut diakui, soal bikin film Amerika jagonya. Pemirsa, dijamin mau dibohongi habis-habisan. Soal tentara misalnya. Menurut film Rambo, prajurit Paman Sam itu hebat-hebat. Satu orang saja, sudah cukup menggerus sekompi pasukan Vietkong. Begitu pun Habib Morgan. Kalau dia sudah cerita, semua terkesima meski tahu sedang dibohongi.
Cerita soal setan komplek menjadi penutup hajatan malam itu. Sedangkan konsletnya listrik, menjadi bumbu yang memicu terganggunya akal sehat.
"Terus, bininye itu Belande kemane ye ?" tanya Jamroni.
Morgan tak memberi jawaban lisan. Dia cuma angkat kedua bahu, menurunkan dua sudut bibir, tengadahkan tangan sambil memiringkan kepala ke sebelah kiri. Dia tak tahu. Bahkan ga ada satu pun yang bisa menjelaskan.
"Bise jadi lantaran kite brenti ngedoain dan ganti kaen putihnye die gentayangan lagi," kata dia.
Jarum jam di tembok depan rumah, sudah menunjuk angka 03.15. Satu persatu, peserta gunjing soal setan komplek pamit pulang. Manhajir ke arah utara, Morgan ke arah timur, sedang Jamroni dan teknisi masih setia di tempatnya lantaran kudu membenahi perabotan.
Sementara itu, Muhib masih tertidur pulas dengan bangku tamu hajatan sebagai kasurnya. Sesekali, dia mengigau soal layangannya yang nyangkut di kabel listrik. Tangan kanannya, terus melakukan gerakan seperti menarik benang. Sebenarnya dia pegang ujung taplak meja. Ditarik-tarik, hingga isinya pun tublek ke bawah.
"Prangngng," piring gelas juga sendok makan berjatuhan ke lantai. Sedang Muhib, terus lanjutkan mimpinya.