Di bawa kaki sambekala aku selalu percaya kalau setiap tulisan itu akan selalu menemukan pembacanya sendiri. Pelukan dan dekapan pena adalah hal ternyaman untukku bagaikan bersenda gurau dengan bumi yang lebih dari sahabat. Sebab hanya tulisan yang mampu menyampaikan rasa dan emosi yang sedang kurasakan.
Mungkin aku juga bagian dari aksara-aksara indah dan bait-bait penuh luka merenung takdirnya sendiri dirona merah jingga yang mulai memudar mengheningkan cipta.
Sadarlah, bahwa tidak semua ekpektasi sama dengan kenyataannya. Hal-hal baik tidak selalu tepat waktu menemukan momentumnya tuk hinggapi dahan-dahan lapuk. Sungguh menyakitkan bukan? Aku hanyalah aku. Sebagai seorang eksistensialis dan sesosok tubuh yang masih percaya terhadap dekapan, rangkulan serta pelukan hangat Tuhan. Bersyukur juga ialah cara termudah untuk bersabar.
Semesta itu luas, kenapa kamu hanya menyukai purnama? Teruntuk diriku, banyak sabar memahami diri sendiri.
Terimakasih sudah berusaha dengan baik. Meski masih banyak peliknya yang belum dipeluk. Maknai setiap isi dari apa yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi. Kita semua berhak bahagia. Semoga tumbuh dengan akar yang kuat.
Surat untuk aku, sebuah manuskrip kecil peluh basah yang bisa saja menjadi peninggalan sejarah diingatan orang-orang yang bukan mencintai dengan matanya. Dan tahu jelas mau kemana arah rasa itu dipulangkan.
Di beranda hati semoga kedamaian itu bisa tertidur dengan nyenyak. Dalam kelam malam memeluk diri sendiri dan bergumam renyah : "Gak nyangka aku aku sesabar ini sekarang."
Dengarkanlah, beberapa suara tak menggunakan kata-kata seperti sunyi pada bunyi. Mereka butuh didengarkan, dimengerti, itu sudah lebih dari cukup.
Sebelum datang kantuk, aku berusaha selesaikan cepat-cepat laksana ingin tenggelam secara diam-diam dan menyelami ingatan masa lalu. Kira-kira begini. "Aku sayang kamu" hehe, bukan.
Kepada, aku yang mudah rapuh di ujung malam yang kelabu.
Kau sudah berada di titik yang kau inginkan. Misal, apa yang kau inginkan? Jujur, tak ingin membuat segalanya menjadi runyam. Hidup ini apa sih? Esok belum pasti, hari ini nikmati sebaiknya. Ada sedih, perih, luka dan bahagia. Tidak semua orang suka sama kita juga tidak semua hal membuat kita puas menikmatinya. Dalam hidup harus begitu supaya ada seninya.