Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Memeluk Tawa Mereka

13 Agustus 2022   16:13 Diperbarui: 13 Agustus 2022   16:50 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memeluk Tawa Mereka

Malam dingin, 

mencurahkan isi perasaan hati yang menggebu-gebu

Sepi menyelinap masuk, 

berupa kata-kata yang belum mati terkubur dikediaman kantuk

Purnama hadir di kelopak mata, 

terikat irama menyusun larik sebelum pagi kembali menyapa

Terimakasih semesta, 

untuk cinta penuh mesra yang kau beri sepanjang kisah umat manusia

Rindu selalu bersua, 

ingin terus disisi sekedar tanya, mengisi hari,

lalu bercanda bersama

Pulang menanti suara,

terdiam teguh, penuh peluh, tak pernah mengeluh

Tersenyum cerah,

menyengat tubuh melihat tawa 

tak pernah reda

Ceria mengalun bahagia,

bercerita tiada tara bermandikan doa dan berpuisikan asa

Mereka lahir atas nama cinta,

penyelundupan di remang-remang karengga

Hidup dengan cucuran keringat paling ikhlas,

kadang teriris, namun bahagia rasanya, sungguh tanpa majas yang miris 

Rela berpijak di tanah kering,

banyak puji-pujian baik, berharap yang namanya keajaiban itu datang 

Semua kelucuan, keceriaan dan kegembiraan

menggoreskan rasa sayang yang terus menggemaskan 

Terimakasih ayah ibu,

untuk kekasih satu rahim yang syahdu 

Di lembah yang tak tahu aturan,

Teruslah mencari, jangan gampang menilai agar tidak mudah terbenturkan 

Kehidupan yang tak mengenal moral,

Teruslah berjalan, melepas ego agar kelak tidak lasuh terpintal 

Berjuang sekuat tenaga,

menepilah seletih lelah, tenang tapi menghanyutkan segala 

Rindu terus membara,

kala raga jauh di sana, sepenuh harap tulus dalam dada

Dik! dengarlah, 

dari sekian jalan untuk pulangkan gusar dan keluh, kalianlah tempat berbagi kasih

Binar mata penuh cinta,

canda tawa kalian sebagai penawar rindu di dunia

Kala hujan begitu lebat,

suara-suara manja sebagai pengganti selimut yang hangat

Wahai kupu-kupu kecil nan lucu,

jangan hiraukan suara gaduh yang menganggumu 

Singkirkan risau dari kedalaman hati,

pejamkan matamu pelan-pelan dan kuat menerjang berbagai cobaan yang dihadapi

Adikku, 

hidup tak seindah film di televisi yang penuh dengan drama

Namun, hidup tak semenyeramkan di neraka juga penuh duka

hidup kadang membawa banyak kenikmatan fana 

tapi, jangan sampai kau terlena.

Oepura, 13 Agustus 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun