Mohon tunggu...
Ingatan Sihura
Ingatan Sihura Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kebersamaan keluarga suatu kebahagiaan sejati.

If You Don't Learn, You Will Die (Jika Engkau Tidak Belajar, Maka Engkau Akan Mati). Sering Membaca, Sering Menulis Bicara Teratur. Menulis adalah satu minat yang ingin diaplikasikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak yang Diberi Nama Lusianus Ariel Sihura

21 Mei 2021   14:36 Diperbarui: 21 Mei 2021   17:09 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya'ahowu! Salam Sehat.

Anak Yang Diberi Nama Lusianus Ariel Sihura.

Pengantar:

Apalah arti sebuah Nama. Demikianlah sepenggal kalimat yang selalu dikenang dari kisah drama cinta antara Romeo dan Juliet yang dikisahkan oleh William Shakespeare [1564-1616]. Kisah yang dikenal dengan percintaan yang tidak direstui ini, bukan karena alasan yang besar melainkan hanya karena Nama Romeo yang membawa Nama musuh Montague. 

Dari kisah drama cinta tersebut, dapat dipertanyakan, mengapa Nama itu begitu penting? Jawabannya adalah tidak lain, Nama tersebut dapat membawa pesan atau muatan tertentu yang dialami oleh sipemberi Nama atau harapan riwayat hidup orang yang menyandang Nama tersebut.

Demikianlah anak yang diberi Nama Lusianus Ariel Sihura. Anak tersebut diberi Nama bukan karena bertepatan saja melainkan bahwa memiliki latar belakang dan tujuan dari Nama tersebut. Latar belakang dari Nama ini merupakan pengalaman orangtua sementara tujuan atau harapan dari Nama tersebut juga termuat dalam Nama tersebut.

Latar Belakang:

Bermula dari pengumuman akan waspada penyebaran Corona Virus Disease (Covid -- 19) dan pembatasan besar-besaran pada bulan Januari/Februari 2020, membuat sepasang suami istri turut mengantisipasi dampak dari terserang Covid-19. Salah satu bentuk dari antisipasi terdampak Civid-19, adalah menghindari diri untuk datang ke rumah sakit. Saat itu, rumah sakit umum dikhususkan menjadi salah satu tempat penampungan dari orang yang terdampak Covid-19.

Sebagai terdampak Covid-19, pasangan ini kemudian memilih menginap di pos pelayanan Paroki Kristus Gembala Baik (KGB) Gunungsitoli yang ada di Muzoi. Tepatnya, menginap di kamar aula St. Lusianus Muzoi. Tujuan lain menginap di sana adalah untuk membantu proses pembenahan dari pos pelayanan tersebut dan juga melayani Administrasi Sakramental dari umat paroki yang datang mengurus administrasi sakramentalnya. Hal ini dilakukan oleh suami yang mana pekerjaannya sebagai Katekis di Paroki KGB. Selain itu, si istri juga mencoba untuk selalu membantu memasak makanan para pastor yang tinggal di pos pelayanan tersebut.

Selain untuk menghindari untuk datang ke Rumah Sakit Umum Gunungsitoli, ide lain dari pasangan ini menginap di lingkungan Muzoi adalah untuk mencoba melahirkan anak ini secara normal. Di daerah sekitar aula St. Lusianus ini terdapat satu rumah tunggu kelahiran dan juga terdapat puskesmas. Selain itu, karena kedekatan dengan umat, juga semakin meyakinkan untuk tetap tinggal di sana dan memutuskan untuk melahirkan di Muzoi.

Tanda-Tanda Kelahiran:

Kurang lebih 2 (dua) minggu menginap di sana, suasana keakraban dengan umat pun semakin terjalin dan canda tawa pun selalu tercipta. Paroki yang terdesak akan keputusan pemerintah setempat juga memutuskan untuk membatalkan semua kegiatan paroki dan meniadakan seluruh kegiatan peribadatan. Berbeda dengan umat Stasi St. Paulus Muzoi, mereka tetap meminta para pastor untuk tetap melaksanakan misa dengan senantiasa mematuhi protokoler kesehatan. Misa pun dilaksanakan di Aula St. Lusianus Muzoi setiap pagi.

Tepatnya pada hari Jumat, 27 Maret 2020, mulai pukul 03.30 dini hari, air ketuban mulai menunjukkan tanda keluar. Kesakitan pun mulai dirasakan si istri. Inisiatif pun langsung dibawa ke rumah tunggu kelahiran. Sesampai di rumah tunggu kelahiran, bidan mengatakan masih belum waktunya. 

Waktu terus berjalan, umat pun silih berganti menemani di rumah tunggu serta secara bergantian membawa makanan. Setelah menunggu tiga hari tepatnya Minggu malam tanggal 30 Maret 2020, orang tua laki-laki pun datang dan mulai berunding dengan bidan. 

Mempertimbangkan kondisi si istri yang sudah mulai lemah, akhirnya disepakati untuk dirujuk ke Rumah Sakit Umum Gunungsitoli untuk kemudian ditempuh jalur operasi sesar.

Sekitar pukul 02.00 wib dini hari, umat yang banyak bersama para Pastor memberangkatkan dari rumah tunggu kelahiran ke Gunungsitoli dengan doa dan berkat dari Pastor. 

Sekitar pukul 03.30 wib, tiba di Rumah Sakit Umum dan langsung ditangani oleh tim medis. Dokter jaga langsung menyarankan untuk sesegera mungkin dioperasi. 

Persyaratan operasipun segera dilengkapi. Senin, 30 Maret 2020 tepat pukul 05.20 wib, bayi laki-laki akhirnya mulai memperdengarkan tangisannya. Di rumah sakit, hal yang dikawatirkan terdampak Covid-19 tidak lagi terpikirkan.

Awal Pemberian Nama Panggilan:

Sembari menunggu ijin dari dokter untuk bisa pulang, diskusi suami istri pun mulai dibangun. Beberapa nama dipertimbangkan, namun tidaklah ketemu. 

Setelah satu hari satu malam di rumah sakit, terbesik di benak untuk mencari nama anak dalam bahasa Ibrani atau Latin. Satu persatupun mulai diskusi dengan om geogle.  

Dalam bahasa Ibrani dan Latin ada satu nama yang menarik perhatian yakni "ARIEL". Hal ini terbesik dalam pikiran karena pekerjaan yang sedang dilakukan oleh si laki-laki sebagai salah satu dari tim penyusun bahan Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2020 untuk Keuskupan Sibolga. Tugas yang sedang dikerjakan saat itu adalah sedang dalam proses terjemahan kedalam bahasa Nias.

Nama "ARIEL" yang telah ditemukan berasal dari bahasa Ibrani tersebut memiliki arti "Singa" atau tepatnya "Singa Betina". Singa betina memberi gambaran bahwa walapun gagah, besar, dan menyeramkan, ternyata sifat feminimnya juga ada. 

Hal ini mengingatkan akan pengalaman si laki-laki yang selama ini memiliki karakter kuat, keras dan lain-lain, ternyata saat tersedak karena menunggu kelahiran yang tidak kunjung lahir dan melihat istri kesakitan terus menerus, juga ikut meneteskan air mata dan hampir putus asa, menyerah kepada keadaan.

Selain itu, simbol dari "Singa" juga merupakan simbol dari Injil Markus. Injil yang ditulis oleh St. Markus digambarkan sebagai seekor singa yang bersayap. Singa yang bersayap ini mengingatkan akan Nabi Yesaya yang dalam Injil Markus dikisahkan sebagai seorang yang berseru-seru dipadang gurun menyerukan pertobatan. Suara yang berseru di padang gurun ini mengingatkan orang akan auman singa dan roh nubuat. Singa juga di sana digambarkan sebagai lambang dari jabatan rajawi, atau simbol bagi Putera Allah.

Singa juga diketahui merupakan hewan yang yang sangat buas. Akan tetapi dalam keluarga dan kelompoknya mereka tergolong sebagai kelompok yang tidak mudah tercerai-berai. Proses perburuan mereka selalu berkelompok atau tetap dalam kesatuan dengan keluarganya. Kehidupan singa ini juga diadopsi menjadi salah satu filosofi Ono Niha. Dikatakan bahwa: fa'azahazaha zingo, lo i'a nononia (sejahat-jahatnya singa, ia tidak memakan anaknya).

Nama "ARIEL" kemudian dalam bahasa Kristiani diterjemahkan menjadi Singa Tuhan. Singa Tuhan memiliki arti sebagai Pewarta Kabar Suka Cita. Pewarta Suka Cita di sini mengingatkan akan tugas utama dari sepasang suami istri ini yang adalah sama-sama sebagai Katekis (Pengajar Iman). 

Si laki-laki menjadi pewarta iman di tengah umat sementara si istri menjadi pewarta iman di sekolah. Dalam perjalanan menjadi pewarta ini, suami istri ini juga meninggalkan keluarga besar laki-laki di Idanogawo dan keluarga besar perempuan di Mandrehe. Walaupun demikian, tetap berada dalam kesatuan lewat komunikasi setiap saat.

Awal Pemberian Nama Baptis atau Nama Pelindung:

Sebagai seorang Katolik, nama pelindung sudah menjadi identitas yang tidak boleh dihilangkan dari setiap orang. Nama ini bukan karena tidak ada alasan diberikan. Nama Baptis atau Nama Pelindung memiliki makna religius atau makna simbolik. Dengan memberikan nama baptis atau nama pelindung, sipenyandang nama diharapkan dilindungi oleh orang kudus tersebut dan diharapkan bahwa spirit dari orang kudus tersebut juga menjadi spirit dari si penyandang nama tersebut. Demikian anak yang baru lahir ini juga hendak diberi nama Baptis atau nama pelindungnya.

Dalam proses kelahiran bayi laki-laki ini, tidak terlepas dari keikutsertaan umat di Muzoi. Terinspirasi dari situ, direncanakan bahwa nama baptis atau nama pelindung bayi ini diambil dari Muzoi. Karena begitu banyak orang yang terlibat dan jika ditanya satu persatu, sudah barang tentu akan begitu banyak usulan. Akhirnya diputuskan bahwa pelindung aula Wilayah Pastoral Muzoi dijadikan nama baptis atau nama pelindung bayi ini. Nama pelindung dari Aula Wilayah Pastoral Muzoi ini adalah St. Lusianus.

Santo Lusianus merupakan seorang martir dari Antiokhia, sehingga sering dikenal dengan sebutan Santo Lusianus dari Antiokhia. Dalam proses menjadi seorang imam, Santo Lusianus mengenyam pendidikan Teologi, Filsafat, Retorika dan Sastra. 

Setelah menjadi imam, Santo Lusianus melihat adanya kekurangan dalam penerjemahan Kitab Suci (terjemahan Septuaginta dan Terjemahan Yunani) kala itu dan memutuskan membuat catatan kritis serta terjemahan Kitab Suci yang lebih baik. Terjemahan Santo Lusianus menjadi sangat berguna bagi Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Hieronimus dalam menerjemahkan Kitab Suci lebih lanjut.

Riwayat hidup Santo Lusianus semakin meneguhkan hati untuk memberikan menjadi nama baptis atau nama pelindung bayi ini. Selain nama orang kudus ini menjadi nama pelindung Aula yang dimiliki oleh seluruh umat Muzoi dan diharapkan juga menjadi pelindung bayi ini yang juga dilindungi oleh umat Muzoi. Selain itu, diharapkan bahwa kehidupan bayi ini kedepan diharapkan dapat berguna bagi orang banyak.

Pemberian Nama dan Pembaptisan:

Setelah beberapa hari di rumah sakit, Dokter kemudian mengijinkan dan bisa pulang ke rumah. Dari Rumah Sakit Umum Gunungsitoli, perjalanan langsung ke Idanogawo di rumah kakek dan nenek dari bayi ini. 

Setelah sampai di rumah, seperti biasa dalam budaya Nias, orang yang tertua akan mendoakan sekaligus memberikan nama kepada bayi yang baru lahir dengan Nama Lusianus Ariel Sihura (Sihura adalah Marga yang diwariskan turun temurun untuk garis keturunan laki-laki). 

Dalam proses ini, kebahagiaan tampak dan makan dengan menu yang baik pun dibuat. Nama ini kemudian dipakai menjadi nama dalam dokumen pembaptisan pada hari Minggu, 02 Agustus 2020.

Penutup:

Sharing diatas merupakan pengalaman pribadi penulis menjadi seorang ayah (dalam tulisan ini disebut si laki-laki) dari Lusianus Ariel Sihura. Dalam sharing ini, apalah arti sebuah nama yang diberikan jika tidak memiliki sesuatu makna yang disampaikan. Dalam pekerjaan sebagai Katekis di Paroki Kristus Gembala Baik Gunungsitoli, banyak sekali ditemukan orang tua yang memberikan nama kepada anaknya yang kadang orang tua sendiri tidak tahu apa arti dari nama yang ia berikan. 

Dalam budaya Nono Niha, nama anak senantiasa menunjukkan sesuatu pengalaman orang tua yang sedang dialami saat bayinya lahir. Selain pengalaman, harapan orang tua terhadap anak tersebut juga ditunjukkan dari nama bayi tersebut. 

Pada akhir tulisan ini, apalah arti sebuah nama, sangatlah perlu untuk dipahami dan diresapi sebelum dikenakan kepada bayi. Nama yang diberikan juga menjadi doa yang disertakan orang tua kepada anaknya sepanjang hidupnya.

Muzoi, 21 Mei 2021.

Ya'ahowu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun