Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tes HIV Bagi Pengunjung Tempat Hiburan Malam di Kota Ambom Sejatinya Harus Berdasarkan Sukarela

2 September 2023   10:47 Diperbarui: 2 September 2023   10:53 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
InIlustrasi. (Sumber: hospitalpresidente.com.br)put sumber gambar

"Pengunjung Tempat Hiburan Malam di Ambon Diminta Tes HIV. Tes ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan darah guna mencegah kasus HIV." Ini judul dan sub judul berita di news.republika.co.id (31/8-2023).

Terkait dengan tes HIV yang merupakan sukarela, sehingga yang mejalani tes HIV hanya yang bersedia. Itupun setelah mereka menerima konseling sebelum tes HIV. Pengunjung bisa menolak karena tes HIV bersifat sukarela.

Memaksa setiap pengunjung tempat hiburan malam jalani tes HIV merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Mencegah penularan HIV bukan dengan melakukan tes HIV, tapi mencegah agar tidak terjadi perilaku seksual berisiko tertular HIV dalam hal ini hubungan seksual berisiko yaitu laki-laki tidak memakai kondom.

Sub judul "Tes ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan darah guna mencegah kasus HIV" juga tidak akurat karena mencegah penularan HIV, dalam hal ini melalui hubungan seksual, adalah dengan cara laki-laki memakai kondom.

Lagi pula kapan tes HIV dilakukan?

Jika dilakukan setelah terjadi hubungan seksual berisiko itu sama saja dengan 'menggantang asap' (sia-sia) karena jika salah satu mengidap HIV/AIDS maka sudah ada risiko penularan HIV/AIDS.

Dalam berita ada kutipan pernyataan Kepada Bidang Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Ambon, Rames Talle: "Tes dan konseling dilakukan guna menekan angka kasus di populasi kunci, juga di sejumlah tempat yang menjadi potensi penularan kasus baru."

Bagaimana caranya tes HIV mencegah penularan HIV/AIDS?

Hal lain yang perlu diingat adalah: Hasil tes HIV bisa negatif atau positif palsu.

Tes HIV yang dilakukan terhadap seseorang yang tertular HIV di bawah tiga bulan, maka hasilnya bisa negatif palsu (tes tidak reaktif, tapi sudah ada HIV) dan positif palsu (tes reaktif, tapi tidak ada HIV).

Itulah sebabnya semula WHO isyaratkan hasil tes HIV dengan ELISA selalu dikonfirmasi dengan tes Western Blot. Belakangan WHO juga memberikan rekomendasi tes HIV dengan ELISA tanpa konfirmasi Western Blot, tapi dilakukan tiga kali dengan reagen dan teknik yang berbeda.

Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Nah, keduanya bisa membawa celaka. Hasil tes negatif palsu membuat orangnya jadi mata rantai penyebaran HIV karena dianggap tidak mengidap HIV/AIDS.

Sebaliknya, orang dengan hasil tes HIV positif palsu membawa dampak beban mental serta predikat yang bisa menimbulkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) jika identitasnya bocor ke publik.

Sebaiknya, tes HIV yang dilakukan Dinkes Kota Ambon itu sifatnya survailans sehingga tidak berdampak buruk terhadap pengunjung tempat-tempat hiburan malam.

Artinya, pengunjung jalani tes HIV secara anonym. Nah, jika ada hasil tes yang reaktif, maka pengunjung dikonseling dengan harapan bagi yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS agar menjalani tes HIV secara sukarela dengan konseling. Ini dikenal sebagai VCT (voluntary counseling and testing). Tapi, dengan tetap memegang teguh prinsip dasar tes HIV yaitu kerahasiaan, kesediaan, konseling sebelum dan sesudah tes.

Disebutkan "Tes dan konseling dilakukan guna menekan angka kasus di populasi kunci, .... " tapi, mengapa pengunjung juga jalani tes HIV?

Yang jadi persoalan bukan populasi kunci, tapi warga, tertutama laki-laki dewasa yang beristri, yang melakukan hubungan seksual berisiko dengan populasi kunci, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan pelayan plus-plus.

Soalnya, kalau mereka tertular HIV/AIDS, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Dalam berita disebutkan pemeriksaan, dalam hal ini konseling dan tes HIV, terhadap " .... tamu di penginapan dan hotel."  Wah, ini sudah terlalu jauh menyasar privasi karena tidak semua tamu penginapan dan hotel pernah atau sering melakukan hubungan seksual berisiko.

Di bagian lain mengatakan Rames Talle: "Target kita di tahun 2023 ada 30 ribu warga yang melalukan pemeriksaan, capaiannya masih jauh tentu kita terus berharap ada kesadaran diri masyarakat untuk memeriksakan kesehatan."  

Tidak semua warga harus jalani tes HIV, tapi warga yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV saja yang dianjuran tes HIV.

Lagi pula yang perlu diingat dalam program penanggulangan HIV/AIDS tes HIV ada di hilir. Artinya, warga sudah tertular HIV/AIDS ketika dilakukan pemeriksaan, dalam hal ini tes HIV.

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual berisiko, seperti dengan PSK dan pelayan plus-plus.

Selain itu meminta suami ibu-ibu hamil untuk menjalani tes HIV, bukan ibu hamil yang duluan tes HIV. Kalau suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi HIV-positif tidak jalani tes HIV, maka mereka akan jadi penyebar HIV/AIDS di masyarakat.

Terkait dengan tempat hiburan yang menyediakan tempat hubungan seksual, maka penanggulangan HIV/AIDS bukan dengan tes HIV tapi memberikan kondom kepada laki-laki agar mereka pakai ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK atau pelayan plus-plus. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun