Lagi pula dalam berita disebutkan: ... klasifikasi kasus baru berdasarkan populasi pada 2023 ini mayoritas berasal dari populasi umum yakni sebanyak 36 kasus, gay sebanyak 29 kasus, dan ibu hamil serta pasien TBC dengan jumlah masing-masing 10 kasus.
Ini menunjukkan kasus HIV/AIDS tetap lebih banyak di luar gay. Tapi, mengapa yang dipersoalkan gay padahal kasus HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir.
Maka, judul berita tersebut sesansional dan bombastis sehingga tidak bermanfaat dalam menanggulangi HIV/AIDS.
Dalam berita disebutkan: Fenomena penyimpangan orientasi seksual itu menjadi perhatian serius dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.
Pernyataan ini juga ngawur. Tidak ada penyimpangan orientasi seksual. Orientasi seksual gay adalah homoseksual. Ini bukan penyimpangan karena dalam konteks seksualitas tidak ada penyimpangan. Persoalan seksual yang dikaitkan dengan penyimpangan adalah bahasa moral.
Celakanya, bahasa moral mengabaikan perilaku suami, dalam hal ini laki-laki heteroseksual, yang melakukan zina baik dengan perempuan lain maupun dengan PSK. Padahal, ini juga penyimpangan karena mereka melawan hukum norma, moral, agama dan hukum. Tapi, di negeri beragama ini suami-suami pezina tidak disebut penyimpangan.
Kalau saja wartawan yang meliput dan menulis berita ini tidak memakai 'kacamata kuda' tentulah laporannya akan jauh lebih komprehensif. Sama juga dengan narasumber berita, dalam hal ini Kadinkes Pemkab Blitar Christine Indrawati, yang sama sekali tidak memberikan perbandingan dengan jumlah laki-laki heteroseksual yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Selain itu berapa jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang tertular dari suaminya.
Yang tidak muncul dalam berita: Mengapa dan bagaimana kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada kalangan gay atau LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki)?