Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Yang Bikin Miris di Blitar adalah Kasus HIV/AIDS pada Laki-laki Heteroseksual Bukan pada Gay

6 Agustus 2023   14:17 Diperbarui: 6 Agustus 2023   14:24 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ilustrasi (Sumber: harborlighthospice.com)

"Miris! Kaum Gay Sumbang Peningkatan Infeksi HIV/AIDS hingga 100% di Blitar" Ini judul berita di detik.com, 1/8-2023.

Judul berita ini menunjukkan pemahaman narasumber dan wartawan dan mungkin redaktur media tersebut terkait dengan epidemi HIV/AIDS ada di titik nadir.

Pertama, kasus HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir karena gay tidak punya istri. Kalaupun terjadi penyebaran HIV/AIDS itu hanya terjadi di kalangan komunitas gay.

Kedua, yang bikin miris adalah kasus HIV/AIDS pada suami, dalam hal ini laki-laki heteroseksual dan biseksual, karena mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS paling tidak kepada istri mereka.

Tapi, bisa juga ke perempuan lain karena ada laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu. Selain itu bisa juga kepada selingkuhannya atau pekerja seks komersial (PSK).

Yang perlu diingat PSK ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi pelacuran di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun sekarang pindah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Sedangkan suami yang merupakan laki-laki biseksual juga jadi masalah besar karena di luar rumah dia tertarik dengan sesama jenis. Bisa saja terjadi selain dengan perempuan lain juga melakukan hubungan seksual dengan Waria dan laki-laki.

Ketiga, secara empiris penyebaran HIV/AIDS di masyarakat justru dilakukan oleh laki-laki heteroseksual yaitu melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan perempuan lain, seperti pasangan seks lain, Waria dan PSK.

Lagi pula dalam berita disebutkan: ... klasifikasi kasus baru berdasarkan populasi pada 2023 ini mayoritas berasal dari populasi umum yakni sebanyak 36 kasus, gay sebanyak 29 kasus, dan ibu hamil serta pasien TBC dengan jumlah masing-masing 10 kasus.

Ini menunjukkan kasus HIV/AIDS tetap lebih banyak di luar gay. Tapi, mengapa yang dipersoalkan gay padahal kasus HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir.

Matriks: Penyebaran HIVAIDS pada Laki-laki Gay dan Laki-laki Heteroseksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penyebaran HIVAIDS pada Laki-laki Gay dan Laki-laki Heteroseksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, judul berita tersebut sesansional dan bombastis sehingga tidak bermanfaat dalam menanggulangi HIV/AIDS.

Dalam berita disebutkan: Fenomena penyimpangan orientasi seksual itu menjadi perhatian serius dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar.

Pernyataan ini juga ngawur. Tidak ada penyimpangan orientasi seksual. Orientasi seksual gay adalah homoseksual. Ini bukan penyimpangan karena dalam konteks seksualitas tidak ada penyimpangan. Persoalan seksual yang dikaitkan dengan penyimpangan adalah bahasa moral.

Matriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Celakanya, bahasa moral mengabaikan perilaku suami, dalam hal ini laki-laki heteroseksual, yang melakukan zina baik dengan perempuan lain maupun dengan PSK. Padahal, ini juga penyimpangan karena mereka melawan hukum norma, moral, agama dan hukum. Tapi, di negeri beragama ini suami-suami pezina tidak disebut penyimpangan.

Kalau saja wartawan yang meliput dan menulis berita ini tidak memakai 'kacamata kuda' tentulah laporannya akan jauh lebih komprehensif. Sama juga dengan narasumber berita, dalam hal ini Kadinkes Pemkab Blitar Christine Indrawati, yang sama sekali tidak memberikan perbandingan dengan jumlah laki-laki heteroseksual yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Selain itu berapa jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang tertular dari suaminya.

Yang tidak muncul dalam berita: Mengapa dan bagaimana kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada kalangan gay atau LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki)?

Sebaliknya, tidak ada mekanisme yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS pada laki-laki heteroseksual.

Kondisinya kian runyam karena suami ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV-positif tidak menjalani tes HIV sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Yang perlu dilakukan Pemkab Blitar adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, di hulu.

Soalnya, deteksi kasus HIV/AIDS melalui tes HIV merupakan langkah di hilir. Artinya, tes HIV dilakukan terhadap warga yang sudah tertular HIV/AIDS, bahkan sebelum tes HIV bisa jadi mereka sudah menularkan HIV/AIDS ke orang lain, paling tidak ke istrinya.

Tanpa program di hulu, maka kasus HIV/AIDS di Kab Blitar akan terus bertambah yang kelak bisa jadi 'ledakan AIDS.' *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun