Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah HIV/AIDS di Gianyar Bali Bukan pada Wanita Pelayan Kafe

15 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 15 Oktober 2022   00:16 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS dari Warung Remang-remang di Gianyar. Bali. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Tes HIV terhadap wanita pelayan kafe di Gianyar, Bali, dikawal polisi dan TNI. Ini berlawanan secara hukum dengan asas tes HIV yang sukarela (VCT)

"Memerangi kasus HIV/Aids yang jumlahnya semakin membengkak, belasan wanita pelayan kafe di Gianyar, menjalani test HIV, Rabu (12/10) malam." Ini ada dalam berita "PSK Warung Remang-remang Jalani Test HIV" di balitribune.co.id (13/10-2022).

Ada beberapa hal yang terkait dengan pernyataan dalam berita di atas, yaitu:

Pertama, yang menularkan HIV/AIDS ke wanita pelayan kafe adalah laki-laki dewasa pengidap HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom, bisa warga Gianyar atau pendatang, yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami sehingga ada pula risiko penularan ke istrinya yang bermuara ke bayi yang akan dilahirkan istrinya.

Kedua, bisa ratusan laki-laki, baik penduduk Gianyar maupun pendatang, yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan wanita pelayan kafe pengidap HIV/AIDS.

Soalnya, seseorang terdeteksi HIV/AIDS minimal sudah tertular HIV/AIDS tiga bulan. Nah, kalau setiap malam 1 wanita pelayan kafe pengidap HIV/AIDS melayani 3 laki-laki, maka selama 3 bulan di sudah melayani 225 laki-laki (1 wanita pelayan kafe x 3 laki-laki per malam x 25 hari perbulan x 3 bulan).

Maka, persoalan bukan pada wanita pelayan kafe, tapi pada laki-laki (heteroseksual dan biseksual) yang tertular HIV/AIDS dari wanita pelayan kafe yang mengidap HIV/AIDS (lihat matriks penyebaran HIV/AIDS di Gianyar).

Matriks: Penyebaran HIV/AIDS dari Warung Remang-remang di Gianyar. Bali. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS dari Warung Remang-remang di Gianyar. Bali. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Dalam berita disebutkan: Pada kesempatan ini, pihak pengelola juga diminta berperan aktif. Karena upaya penanggulangan HIV/AIDs membutuhkan keterlibatan semua pihak secara menyeluruh intensif dan terpadu.

Pertanyaannya: Bagaimana cara pengelola kafe mengawasi hubungan seksual antara laki-laki dan wanita pelayan kafe?

Mustahil! Soalnya, hubungan seksual secara komersial itu sifatnya privat.

Maka, yang bisa dilakukan adalah dengan regulasi seperti yang dijalankan oleh Thailand yaitu menerapkan regulasi hukum 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di tempat-tempat pelacuran dan rumah bordil, dalam hal ini di Gianyar wanita pelayan kafe.

Survailans tes IMS terhadap PSK di tempat pelacuran dan rumah bordil. IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.

Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, pengelola tempat pelacuran atau rumah bordil, disebut juga germo atau mucikari, diberikan peringatan bahkan penutupan usaha jika berulang.

Baca juga: Menyibak Perda-perda Penanggulangan AIDS di Bali

Celakanya, program itu dicangkok ke seratusan peraturan daerah (Perda) AIDS di Indonesia dengan logika yang jungkir-balik. Yang diberi sanksi justru PSK. Ini konyol karena yang memaksa PSK melayani laki-laki yang menolak memakai kondom justru germo.

Maka, seratusan Perda AIDS di Indonesia hanya 'macan kertas' yang tidak punya gigi menanggulangi epidemi HIV/AIDS. Lihat saja Perda AIDS Gianyar.

Baca juga: Perda AIDS Kab Gianyar, Bali: Menembak Pelacuran dengan 'Peluru' Moral

Pasal-pasal di Perda AIDS di Indonesia tidak menukik ke akar persoalan karena Perda-perda AIDS di Indonesia juga 'cangkokkan' dari program penanggulangan HIV/AIDS Thailand tapi mengekor ke ekor program Thailand.

Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand

Di bagian lain disebut: Terlebih pengambilan Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing) ini, mendapat pengawalan petugas kepolisian dan TNI.

Cara di atas jelas melawan asas VCT karena tes HIV adalah sukarela dan harus diawali dengan konseling, menerapkan asas konfidensialitas dan harus ada informed consent yaitu pernyataan tertulis yang bersangkutan bersedia mejalani tes HIV serta konseling sesudah tes HIV.

Cara yang dilakukan di Gianyar itu merupakan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Kalau saja yang melakukan tes HIV di warung remang-remang itu memahami epidemi HIV/AIDS dengan pijakan fakta medis, maka yang dilakukan adalah meningkatkan sosialisasi ke masyarat agar laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan wanita pelayan kafe agar segera menjalani tes HIV secara sukarela.

Jika ada laki-laki warga Gianyar yang tertular HIV/AIDS tidak terdeteksi, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Gianyar, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Peyebaran HIV/AIDS terjadi tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.

Maka, penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki warga Gianyar yang tertular HIV/AIDS yang tidak terdeteksi merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Gianyar. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun