Cara di atas jelas melawan asas VCT karena tes HIV adalah sukarela dan harus diawali dengan konseling, menerapkan asas konfidensialitas dan harus ada informed consent yaitu pernyataan tertulis yang bersangkutan bersedia mejalani tes HIV serta konseling sesudah tes HIV.
Cara yang dilakukan di Gianyar itu merupakan perbuatan melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Kalau saja yang melakukan tes HIV di warung remang-remang itu memahami epidemi HIV/AIDS dengan pijakan fakta medis, maka yang dilakukan adalah meningkatkan sosialisasi ke masyarat agar laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan wanita pelayan kafe agar segera menjalani tes HIV secara sukarela.
Jika ada laki-laki warga Gianyar yang tertular HIV/AIDS tidak terdeteksi, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Gianyar, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Peyebaran HIV/AIDS terjadi tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.
Maka, penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki warga Gianyar yang tertular HIV/AIDS yang tidak terdeteksi merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Gianyar. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H