Mustahil! Soalnya, hubungan seksual secara komersial itu sifatnya privat.
Maka, yang bisa dilakukan adalah dengan regulasi seperti yang dijalankan oleh Thailand yaitu menerapkan regulasi hukum 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di tempat-tempat pelacuran dan rumah bordil, dalam hal ini di Gianyar wanita pelayan kafe.
Survailans tes IMS terhadap PSK di tempat pelacuran dan rumah bordil. IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.
Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, pengelola tempat pelacuran atau rumah bordil, disebut juga germo atau mucikari, diberikan peringatan bahkan penutupan usaha jika berulang.
Baca juga: Menyibak Perda-perda Penanggulangan AIDS di Bali
Celakanya, program itu dicangkok ke seratusan peraturan daerah (Perda) AIDS di Indonesia dengan logika yang jungkir-balik. Yang diberi sanksi justru PSK. Ini konyol karena yang memaksa PSK melayani laki-laki yang menolak memakai kondom justru germo.
Maka, seratusan Perda AIDS di Indonesia hanya 'macan kertas' yang tidak punya gigi menanggulangi epidemi HIV/AIDS. Lihat saja Perda AIDS Gianyar.
Baca juga: Perda AIDS Kab Gianyar, Bali: Menembak Pelacuran dengan 'Peluru' Moral
Pasal-pasal di Perda AIDS di Indonesia tidak menukik ke akar persoalan karena Perda-perda AIDS di Indonesia juga 'cangkokkan' dari program penanggulangan HIV/AIDS Thailand tapi mengekor ke ekor program Thailand.
Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand
Di bagian lain disebut: Terlebih pengambilan Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing) ini, mendapat pengawalan petugas kepolisian dan TNI.