(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,
(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,
(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom,Â
(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom.Â
Informasi yang akurat tentang perilaku berisiko seperti di atas tidak pernah disampaikan ke masyarakat di Tanah Air sehingga banyak orang yang terjerumus berbuat perilaku berisiko yang berujung tertular HIV/AIDS.
Disebutkan: Adapun upaya pencegahan yakni dengan meningkatkan akses layanan kesehatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat beresiko agar mau mendatangi fasilitas kesehatan untuk mengeceknya.
Perlu dipahamai bahwa akses layanan dan tes HIV adalah langkah di hilir yaitu aksis layanan bagi pengidap HIV/AIDS dan tes HIV bagi yang sudah melakukan perilaku seksual berisiko.
Nah, yang diperlukan adalah langkah penanggulangan di hulu yaitu agar tidak ada lagi warga yang melakukan perilaku seksul berisiko.
Disebutkan pula oleh Ati: penderita enggan mendatangi fasilitas kesehatan untuk mengecek kesehatannya karena malu, dan ada anggapan di masyarakat jika menderita HIV/AIDS dijauhi.
Baca juga: Pengidap HIV/AIDS di Banten Disebut Enggan Datangi Fasilitas Layanan Kesehatan untuk Cek Kesehatan