Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagi-lagi Mitos Dikaitkan dengan Penularan HIV/AIDS di Kota Palangka Raya

8 Oktober 2022   09:00 Diperbarui: 8 Oktober 2022   09:03 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: odh.ohio.gov)

'Seks bebas' tetap jadi jargon moral yang dikaitkan dengan HIV/AIDS, padahal 'seks bebas' adalah mitos yang menyesatkan dalam informasi HIV/AIDS

"Selama tahun 2022, terdapat 52 orang di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah yang didiagnosa mengidap penyakit HIV/AIDS." Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, Andjar Hari Purnomo, 4/10-2022. Ini ada dalam berita "Selama Tahun 2022, 52 Orang di Palangka Raya Didiagnosa Penyakit HIV/AIDS" di kumparan.com (4/10-2022).

Tidak jelas apakah pernyataan di atas kutipan langsung dari Andjar atau kesimpulan wartawan, bisa juga redaktur, yang menulis berita ini.

Soalnya, status HIV seseorang berdasarkan tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku. Misalnya, konseling sebelum dan sesudah tes, informed consent, anomiminas dan konfidensial (kerahasiaan).

Selanjutnya HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri sendiri. Dalam hal ini di sel darah putih manusia karena HIV ada RNA dan manusia punya DNA.

Sementara itu AIDS adalah kondisi pada seseorang yang tertular HIV. Secara statistik masa AIDS terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan antiretroviral/ART. (lihat matriks masa AIDS).

Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Disebutkan: Selama tahun 2022, terdapat 52 orang di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, ....

Yang perlu diingat adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (52) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat Kota Palangka Raya karena karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, penyebaran HIV/AIDS terus terjadi di masyarakat karena warga Kota Palangka Raya yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi akan menularkan HIV/AIDS tanpa mereka sadari terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Warga Kota Palangka Raya yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi tidak otomatis mengalami gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS.

Tapi, biar pun seseorang yang mengidap HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang khas AIDS orang tersebut bisa menularkan HIV/AIDS ke orang lain.

Misalnya, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ada lagi pernyataan: Andjar mengatakan kemauan untuk melakukan VCT tersebut juga karena adanya kesadaran akan resiko dari seks bebas yang dilakukan dan juga karena ada pasangannya yang sudah positif HIV/ AIDS.

Lagi-lagi pernyataan yang mengandung mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS yaitu 'seks bebas.'

Baca juga: AIDS Kalimantan Tengah: Penularan HIV/AIDS Bukan karena Seks Bebas

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena sifat hubunga seksual, dalam berita ini disebut 'seks bebas,' tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matrik sifat dan kondisi hubugan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Risiko penularan HIV/AIDS terkait hubungan seksual terjadi melalui perilaku seksual yang berisiko, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Ada lagi pernyataan ini: Lebih jauh Andjar juga menjelaskan bahwa pihaknya terus berkomitmen untuk menyadarkan masyarakat Palangka Raya untuk selalu berperilaku hidup sehat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau beresiko seperti HIV/AIDS.

Penularan HIV/AIDS tidak ada kaitannya dengan 'berperilaku hidup sehat' karena apa pun sifat hubungan seksual secara seksualitas semuanya sehat. Kalau tidak sehat tentu akan terganggu aktivitas seksual.

Lagi pula pernyataan itu akan mendorong stigmatisasi (pemberian cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.

Masyarakat akan melihat warga yang mengidap HIV/AIDS sebagai orang-orang yang berperilaku hidup tidak sehat.

Itu artinya pernyataan 'berperilaku hidup sehat' jadi kontra produktif dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.

Yang perlu disampaikan kepada warga, terutama laki-laki dewasa, adalah tidak melakukan perilaku seksual berisiko di atas. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun