Itu artinya sekarang praktek pelacuran tidak bisa dijangkau karena ada di ranah privat. Di beberapa negara penjangkauan ke lokaliasi pelacuran bisa menurunkan insiden infeksi HIV melalui program kewajiban laki-laki memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual.
Informasi HIV/AIDS yang akurat dengan pijakan fakta medis terus disosialiasikan, celakanya di Indonesia komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelakan fakta medis tentang HIV/AIDS. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).
Misalnya, mengaitkan 'seks bebas' sebagai penyebab HIV/AIDS. Ini salah satu kekeliruan besar dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan 'seks bebas.'
Baca juga: Mengapa Sebaiknya Kemenkes Tidak Lagi Menggunakan "Seks Bebas" terkait Penularan HIV/AIDS
Ujung-ujungnya 'seks bebas' dimaksudkan sebagai hubungan seksual dengan PSK di lokasi, tempat atau lokalisai pelacuran. Ini yang membuat celaka banyak orang, termasuk ratusan mahasiswa di Bandung.
Apalagi sekarang tidak ada lokalisasi pelacuran sehingga PSK yang ada adalah PSK tidak langsung yang dalam anggapan setengah orang melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung bukan 'seks bebas.'
Bisa jadi mahasiswa Bandung yang tertular HIV/AIDS melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung di kamar kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau apartemen.
Mereka berpijak pada anggapan bahwa melakukan hubungan seksual bukan dengan PSK di luar lokalisasi pelacuran tidak ada risiko tertular HIV/AIDS. Maka, hubungan seksual pun dilakukan di kamar kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau aparteme bukan 'seks bebas' sehingga tidak ada risiko penularan HIV/AIDS.
Celakanya, Kemenkes sendiri, seperti di situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download, mempromosikan PENCEGAHAN PENULARAN HIV dengan ABCDE yaitu A -- ABSTINENCE -- Hindari Seks Bebas.