Lagi pula kalaupun Satpol PP menemukan PSK yang mengidap HIV/AIDS, persoalan bukan pada PSK tapi warga Bangkalan, terutama laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.
Pertama, yang menularkan HIV/AIDS ke PSK. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tersebut bisa sebagai seorang suami sehingga ada pula risiko penularan ke istrinya. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS kian banyak.
Kedua, seorang PSK yang ditangkap Satpol PP terdeteksi HIV-positif itu artinya PSK tersebut sudah tertular HIV minimal tiga bulan sebelumnya. Maka, dalam kurun waktu tiga bulan sudah ada 225 laki-laki (1 PSK x 3 bulan x 25 hari/bulan x 3 laki-laki/malam) yang berisiko tertular HIV/AIDS karena melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom.
Bayangkan kalau PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS di Bangkalan lebih dari satu. Itu artinya kian banyak laki-laki dewasa warga Bangkalan yang jadi pelanggan PSK berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.
Baca juga: Dibanding PSK, Ibu Rumah Tangga Lebih Banyak yang (Berisiko) Tertular HIV/AIDS
Maka, yang diperlukan di Bangkalan adalah menjangkau laki-laki pada empat perilaku berisiko di atas agar mereka selalu memakai kondom. Tapi, program ini insiden infeksi HIV baru di Bangkalan akan terus terjadi.
Laki-laki yang tertular HIV dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, tanpa mereka sadari karena warga yang tertular HIV/AIDS tidak mengalami tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS.
Penyebaran HIV/AIDS tersebut bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H