Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Ada Langkah Nyata Pemkab Klaten untuk Menanggulangi HIV/AIDS

9 Juli 2022   16:26 Diperbarui: 9 Juli 2022   16:38 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: dentistry.uic.edu)

"Angka Kasus HIV/AIDS Meningkat, Ini Langkah Nyata Pemkab Klaten" Ini judul berita di solopos.com, 14/6-2022.

Sampai Juni 2022 dilaporkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 1.171.

Namun, perlu diingat bahwa dalam epidemi HIV/AIDS jumlah kasus yang dilaporkan atau terdeteksi, dalam hal ini 1.171, hanya sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat Klaten khususnya.

Soalnya, epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Jumlah kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, amatlah masuk akal kalau kasus demi kasus terus terdeteksi di Klaten karena warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS tanpa mereka sadari, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan orang-orang yang tertular HIV/AIDS. Secara statistik tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS baru muncul antara 5-15 tahun setelah tertular HIV.

Tapi, jika seseorang tertular HIV/AIDS dan terdeteksi melalui tes di fasilitas kesehatan pemerintah, maka orang tersebut akan diberikan obat antiretroviral (ARV) yang harus diminum seumur hidup sehingga tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS tidak muncul. Infeksi HIV pun tidak mengganggu kesehatan orang tersebut.

Selain warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi, insiden infeksi HIV baru pun terus terjadi melalui perilaku seksual berisiko warga dewasa, yaitu:

  • Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 
  • Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, dan
  • Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.

Dari tiga perilaku seksual berisiko di atas tidak selalu karena hubungan seksual di luar nikah, seperti zina dan melacur. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, seks pranikah, selingkuh, atau 'seks bebas'), 

tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual. Ini fakta medis (Lihat matriks).

Matriks risiko penularan HIV/AIDS berdasarkan sifat dan kondisi hubungan seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks risiko penularan HIV/AIDS berdasarkan sifat dan kondisi hubungan seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Tapi, dalam berita yang dikedepankan justru mitos (anggapan yang salah), yaitu "perilaku seks bebas dengan berganti-ganti pasangan adalah resiko paling rentan penularan."

'Seks bebas' sendiri adalah istilah yang rancu bin ngawur karena tidak jelas artinya. Kalau 'seks bebas' diartikan sebagai zina, maka semua orang yang pernah berzina berarti sudah tertular HIV/AIDS.

Ternyata tidak juga! Banyak orang yang berzina tidak tertular HIV/AIDS karena kondisi saat terjadi zina keduanya HIV-negatif, atau laki-laki memakai kondom.

Berganti-ganti pasangan dalam ikatan pernikahan yang sah pun ada risiko penularan HIV/AIDS karena bisa saja salah satu dari pasangan itu mengidap HIV/AIDS.

Wakil Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) Klaten, KH Purnomo Murtadlo, dalam berita mengatakan: "Perilaku seks bebas dan sebagainya itu adalah perbuatan fasak (melanggar agama), terutama zina. .... "

Penularan HIV/AIDS bukan karena sifat hubungan seksual seperti dijelaskan di atas, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual.

Maka, bagi warga yang gemar melalukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK lakukanlah dengan aman yaitu memakai kondom.

Pernyataan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Klaten, Ronny Roekmito: "Dan perilaku hidup seks sehat adalah cara terbaik mengatasi HIV/AIDS" tidak akurat karena bukan seks sehat tapi seks aman yaitu tidak melakukan hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS tanpa kondom dan memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK.

Disebutkan pula: Penyalahgunaan narkoba khususnya penggunaan jarum suntik juga sangat berisiko menularkan penyakit ini. Ini juga tidak akurat karena penyalahgunaan harus dilakukan secara bersama-sama dengan memakai jarum suntik dan tabung secara bergantian. Kalau menyuntikkan narkoba sendirian, sampai kiamat pun tidak ada risiko penularan HIV dan penyalahgunaan narkoba tersebut.

Ada lagi pernyataan: Tak kalah berbahaya adalah perilaku seks menyimpang seperti lesbian dan homoseksual.

Ini pernyataan yang tidak akurat. Lesbian adalah bentuk homoseksualitas yaitu secara seksual tertarik kepada sejenis dalam hal ini perempuan. Sedangkan pada laki-laki disebut gay.

Lagi-lagi yang menyebabkan terjadi penularan pada gay melalui seks anal (penetrasi) karena salah salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan yang menganal tidak memakai kondom.

Perlu diingat seks pada lesbian tidak terjadi seks penetrasi sehingga tidak ada risiko penularan HIV/AIDS pada seks lesbian.

Dalam berita tidak ada penjelasan yang rinci tentang langkah konkret Pemkab Klaten untuk menangulangi HIV/AIDS. Yang perlu dilakukan oleh Pemkab Klaten adalah intervensi terhadap warga yang melakukan perilaku seksual berisiko.

Jika tidak ada langkah yang konkret, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi di Klaten. Warga yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpan kondom di dalam dan di luar nikah. *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun