Kalaupun yang dimaksud Perda ini hubungan seksual yang dilakukan oleh homoseksual, lesbian, biseksual dan waria sebagai penyimpangan seksual, maka laki-laki heteroseksual justru jadi pelanggan waria. Sedangkan hubungan seksual pada lesbian tidak terjadi penetrasi.
Studi di Kota Surabaya, Jatim, awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki heteroseksual yang jadi pelanggan waria adalah para suami dan mereka jadi 'perempuan' (disebut ditempong) ketika melakukan hubungan seksual dengan waria yang jadi 'laki-laki'(disebut menempong).
Sedangkan biseksual melakukan hubungan seksual penetrasi vaginal dengan perempuan dan seks anal dengan laki-laki, maka ini separuh penyimpangan seksual karena dalam Perda ini zina dan selingkuh tidak masuk kelompok penyimpangan seksual.
Baca juga: Mahasiswi "Topless" di Samarinda, Kaltim: Eksibisionisme Setengah Hati
Di bagian pencegahan dan penanggulangan pun tidak ada cara-cara yang konkret dan realistis ditawarkan dalam Perda. Di Pasal 9 disebutkan: Pemerintah Daerah Kota melakukan pencegahan perilaku penyimpangan seksual melalui:
a. komunikasi, informasi, dan edukasi;
b. sosialisasi dan penyuluhan kesehatan;
c. penyelenggaraan konseling
d. penyelengaraan rehabilitasi baik fisik, mental, dan sosial terhadap korban; dan
e. pemantauan media dan internet