Sementara hubungan seksual penetrasi (seks anal) pada homoseksualitas (gay) dan hubungan sekual tanpa penetrasi pada lesbian merupakan kegiatan di ranah privasi berdasarkan suka sama suka yang disebut juga berlandaskan cinta.
Penyimpangan seksual mengacu pada sifat perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma, moral, agama dan hukum serta dianggap aneh atau abnormal oleh masyarakat. Lebih tepat lagi penyimpangan seksual merupakan pandangan masyarakat dengan pijakan norma, moral dan agama yang bagi pelaku tidak jadi masalah secara seksual.
Celakanya, perselingkuhan dan zina yang dilakukan seorang suami tidak dikelompokkan sebagai penyimpangan seksual. Padahal, perzinaan, terutama yang dilakakan oleh laki-laki atau perempuan yang terikat pernikahan merupakan perbuatan yang melawan norma, moral, agama dan hukum.
Penyimpangan seksual yang disebut dalam Perda ini lebih condong sebagai parafilia yaitu cara-cara menyalurkan dorongan hasrat seksual dengan cara yang lain. Cara yang lain inilah yang disebut penyimpangan karena berbeda dengan standar norma, moral, budaya dan agama serta kultur masyarakat.
Baca juga: Parafilia: Menyalurkan Dorongan Hasrat Seksual "Dengan Cara yang Lain"
Bentuk-bentuk penyimpangan seksual dalam Perda ini diatur di Pasal 6, yaitu:
a. laki-laki penyuka laki-laki (homoseksual);
b. perempuan penyuka perempuan (lesbian);
c. biseksual
d. pencinta seks anak (pedofilia erotica);
e. waria (transvetisme);