"Dinas Kesehatan Kota Sukabumi menyebutkan bahwa perilaku seks menyimpang yakni LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan transgender) merupakan penyumbang terbesar kasus HIV Aids di Kota Sukabumi.Â
Bahkan jumlah kasus baru HIV Aids pun terus meningkat setiap tahunnya." Ini lead pada berita "Gay Cetak Rekor HIV Aids Terbanyak di Kota Sukabumi Tahun 2019" (radarsukabumi.com, 18/2-2020). Ada beberapa hal yang tidak akurat pada informasi yang disampaikan pada lead berita ini, yaitu:
Pertama, seks pada LGB (lesbian, gay, biseksual) secara seksual bukan penyimpangan. Disebut menyimpang karena dilihat dari sudut moral. Bandingkan dengan laki-laki heteroseksual yang mempunyai istri melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain, apakah ini bukan penyimpangan secara norma, moral dan agama?
Baca juga: Di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Suami "Dibiarkan" Menularkan HIV/AIDS ke Istrinya
Kedua, transgender bukan orientasi seksual tapi identitas gender. Transgender, dikenal sebagai waria, ada yang heteroseksual dan ada pula yang homoseksual.
Ketiga, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena orientasi seksual, tapi karena kondisi pada saat terjadi hubungan seksual, di dalam nikah atau di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta medis.
Keempat, pernyataan yang menyebutkan "LGBT merupakan penyumbang terbesar kasus HIV Aids di Kota Sukabumi" tidak akurat karena: (a). Tidak ada risiko penularan HIV/AIDS pada lesbian karena tidak ada seks penetrasi, (b). Gay bukan mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat karena mereka tidak punya istri.
Kelima, biseksual tidak bisa dikenali secara kasat mata sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS dari komunitas ke masyarakat, terutama ke istri.
Baca juga:Â AIDS di Kota Sukabumi, Penanggulangan di Hilir dengan Tes HIV
Secara epidemiologi pada HIV/AIDS yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS adalah laki-laki heteroseksual. Laki-laki heteroseksual yang melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS jika tertular akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya. Laki-laki heteroseksual berisiko tertular HIV/AIDS melalui:
(1). Hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah atau di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kota Sukabumi atau di luar Kota Sukabumi, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS. Â
(2). Hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), di wilayah Kota Sukabumi atau di luar Kota Sukabumi, bahkan di luar negeri. Soalnya, bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.
Yang perlu diingat adalah PSK ada dua tipe, yaitu:
(a). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(b). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, cewek prostitusi online, 'artis dan model' prostitusi online, dll.
Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK" dan AIDS di Kota Sukabumi Meningkat Karena "Seks Menyimpang"?
Lagi pula kalau kasus HIV/AIDS di Kota Sukabumi lebih banyak gay tentulah kabar baik karena istri-istri di Kota Sukabumi terhindar dari HIV/AIDS sehingga mereka melahirkan anak-anak yang bebas HIV/AIDS.
Celakanya, "(Peningkatan) paling bermakna (signifikan) dialami kalangan Ibu rumah tangga, (peningkatannya) 20 persen. Sedangkan posisi kedua dan ketiga menyasar kalangan mahasiswa dan pekerja," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Berli Hamdani." (merdeka.com, 25/6-2019).Â
Sedangkan di Kota Sukabumi data tahun 2014 menunjukkan: Sekretaris KPA Kota Sukabumi, Fifi Kusumawijaya, kepada wartawan mengatakan, sekitar 30 persen kasus baru HIV/AIDS terjadi pada ibu rumah tangga. (republika.co.id, 11/8-2014).
Salah satu faktor yang mendorong kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga di Kota Sukabumi adalah perilaku sebagian ibu-ibu di kota itu yang tergabung dalam 'arisan gigolo'. Pemenang arisan akan berlibur dengan gigolo.
Baca juga: "Arisan Gigolo" di Sukabumi, Jawa Barat: Mendorong Penyebaran HIV/AIDS di Masyarakat
Terkait dengan data kasus HIV/AIDS di Kota Sukabumi tidak dijelaskan mengapa kasus banyak terdeteksi pada gay. Sebaliknya mengapa kasus pada laki-laki heteroseksual, terutama yang beristri, tidak banyak terdeteksi.
Ketika informasi HIV/AIDS tidak objektif yaitu hanya menyasar gay, maka masyarakat akan terlena karena mereka menganggap perilakunya tidak berisiko tertular HIV/AIDS. Kondisinya kian runyam kalau tidak ada mekanisme yang komprehensif untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat.
Di bagian lain disebutkan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinkes Kota Sukabumi, dr Lulis Delawati: "Intinya, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa LGBT adalah masalah kesehatan jiwa. Hal ini memiliki risiko terpapar IMS dan HIV Aids lebih tinggi dan menjadi penyumbang terbesar kasus HIV Aids khususnya LSL atau gay." Â
Pernyataan ini lagi-lagi tidak akurat karena sudah ada klarfikasi dari WHO menyebutkan gay bukan masalah kejiwaan. Sedangkan risiko tertular HIV/AIDS bukan karena orientasi seksual, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual.
Hubungan seksual yang dilakukan kalangan laki-laki heteroseksual dengan PSK bukan masalah kesehatan jiwa tapi berisiko tinggi terjadi penularan HIV/AIDS. Laki-laki heteroseksual yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dan di luar nikah, terutama kepada istrinya. Pada akhirnya penyebaran HIV/AIDS secara diam-diam akan jadi 'ledakan AIDS' di Kota Sukabumi. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H