Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS, "Hari Gini" Masih Saja Ada yang Bicara Mitos

26 November 2018   09:54 Diperbarui: 26 November 2018   09:57 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: IBTimes UK)

Menahan untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Ini pernyataan dalam berita "6 Cara Melindungi Diri dari Penularan HIV-AIDS" di viva.co.id (25/11-2018).

Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sd. 30 Jui 2018 adalah 410.788 yang terdiri atas 310.959 HIV dan 108.829 AIDS dengan 15.955 kematian.

Publikasi kasus terkait AIDS pertama dirilis di San Francisco, AS. HIV diakui WHO sebagai penyebab AIDS pada tahun 1986. Di Indonesia kasus HIV baru diakui tahun 1987 walaupun sebelumnya sudah ada kasus yang terkait dengan AIDS.

[Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia]

Pernyataan di atas jelas ngawur bin ngaco karena risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (di luar nikah, sebelum menikah, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu ada dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom. Ini fakta (medis).

Maka, pengaitan hubungan seksual sebelum menikah dengan risiko penularan HIV adalah mitos (anggapan yang salah).

Yang jadi pertanyaan mendasar adalah: Apa kaitan langsung antara penularan HIV dengan hubungan seksual sebelum menikah?

Tidak ada!

Lagi pula fakta menunjukkan kasus HIV/AIDS justru banyak terdeteksi pada orang-orang yang sudah menikah, dengan indikasi kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga.

Ada lagi pernyataan: Selain itu (agar tidak tertular HIV-pen.), pastikan tetap setia pada satu pasangan seksual.

Pertama, bagaimana memastikan pasangan kita setia? Fakta menunjukkan ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS ketika hamil jelas setia karena mereka hanya melakukan hubungan seksual dengan suami dalam ikatan pernikahan yang sah secara agama dan negara.

Kedua, bagaimana kalau salah satu dari satu pasangan mengidap HIV/AIDS? Apakah setia bisa mencegah penularan HIV pada pasangan ini?

Tentu saja tidak bisa!

Seorang guru agama di Pulau Sumatera bingung tujuh keliling karena anak keduanya lahir dengan HIV/AIDS. Dari mana sumber HIV/AIDS? Silakan simak di: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS.

HIV/AIDS adalah fakta medis. Artinya bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga cara-cara penularan dan pencegahannya pun bisa dilakukan dengan cara-cara yang realistis bukan dengan menebar mitos yang menyesatkan.

Disebutkan pula: Sementara, kasus AIDS tertinggi di Indonesia ada pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 32,5 persen.

Adalah hal yang masuk akal kalau kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada rentang usia 20-29 tahun. Hal ini terjadi karena pada rentang usia ini dorongan seksual sangat tinggi dan tidak bisa diganti dengan kegiatan lain selain melalui hubungan seksual.

Celakanya, selama ini informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS selalu dibumbui dengan norma, moral dan agama. Akibatnya, fakta media HIV/AIDS tenggelam yang muncul kemudian hanya mitos.

Misalnya, mengatikan penularan HIV/AIDS dengan pelacuran yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi atau lokalisasi pelacuran. Padahal, risiko tertular HIV bukan karena seks dengan PSK di lokalisasi, tapi karena pasangan idap AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom.

Selain itu banyak pula orang, terutama laki-laki, yang terkecoh karena mitos PSK dan lokalisasi pelacuran itu. Mereka merasa tidak berisiko tertular HIV karena seks dilakukan bukan dengan PSK dan tidak pula di lokalisasi pelacuran. Padahal, PSK dikenal dua jenis, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

Itu artinya banyak laki-laki yang terkecoh sehingga tertular HIV karena seks dengan PSK tidak langsung. Secara empiris PSK langsung dan PSK tidak langsung sama saja.

[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Ada lagi pernyataan: Dokter Tiersa (spesialis kandungan, dr. Tirsa Verani Sp.OG dari RS. Brawijaya Antasari) menganjurkan tidak ada salahnya untuk melakukan VCT atau Voluntary Counselling & Testing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui status HIV-AIDS Anda.

Tes HIV dianjurkan untuk orang-orang yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual yang berisiko, yaitu:

(a). Laki-laki dan perempuan yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti,  

(b). Laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK),

(c). Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering menyuntikkan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) secara bersama-sama dengan memakai jarum secara bergantian,  

(d). Laki-laki dan perempuan yang pernah menerima transfusi darah yang tidak diskirining HIV, dan

(e). Laki-laki yang pernah atau sering menyusu pada PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Memang edukasi dengan pemberian informasi yang akurat jadi salah satu cara meningkatkan kesadaran banyak orang agar menghindari kegiatan-kegiatan yang berisik tertular HIV/AID.

Masalahnya adalah: Informasi HIV/AIDS yang disebarluaskan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat bukan fakta medis tentang HIV/AIDS, tapi mitos seputar HIV/AIDS. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun