Di beberapa negara Eropa Barat, Australia dan Amerika paradigma keluarga adalah setelah lulus perguruan tinggi menikah. Membesarkan anak baru bekerja. Nah, di Indonesia dibalik. Sudah berumur baru menikah karena ada ikatan dinas dan ketentuan di perusahaan yang tidak boleh menikah sekian tahun.
Di Indonesia cuti hamil dan bersalin hanya diberikan waktu sedikit untuk mengurus dan membesarkan anak. Kemenpan-RB: Pemberian Cuti Bersalin Tak Boleh Lebih 3 Bulan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menegaskan, pemberian cuti bersalin tidak boleh melebihi dari waktu 3 bulan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil (PNS) [news.liputan6.com, 31/8-2016].
Sementara itu Pemerintah Aceh punya kebijakan sendiri yaitu Peraturan Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang dimaksud Yenni adalah yang ditandatangani tanggal 12 Agustus 2016 lalu tentang Pemberian Air Susu Eksklusif, dengan cuti melahirkan selama enam bulan untuk pegawai negeri sipil, tenaga kontrak dan yang bekerja di jajaran Pemerintah Aceh (bbc.com, 4/10-2016). Sedangkan di beberapa negara maju cuti hamil dan melahirkan antara enam bulan sampai dua tahun dengan tunjangan dan gaji tetap 100 persen.
Pertanyaan lain, mengapa Tajudin tidak menerima bantuan pemerintah yaitu KKS (Kartu Keluarga Sejahtera)? Tentu saja Pemkab Bandung Barat harus bertanggung jawab karena Tajudin terpaksa mencari nafkah dengan membawa dua anak karena hak mereka sebagai keluarga miskin tidak dipenuhi melalui bantuan pemerintah yang merupakan hak mereka.
Kisah Tajudin ini bisa jadi cermin bagi polisi, jaksa, hakim dan pemerintah daerah serta perusahaan agar lebih peka dalam memahami realitas sosial yang merupakan bagian dari kewajiban dan hak (bagi) rakyat. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H