Selama cara-cara pencegahan HIV tidak dilakukan dengan cara yang konkret, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi di Jawa Timur, terutama pada laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan perilaku berisko di Jawa Timur ada di luar Jawa Timur.
Tingkat kematian Odha yang tinggi di Jatim bisa jadi karena program penjangkauan yang tidak efektif sehingga yang terjadi hanya penanggulangan pasif yaitu menunggu warga pengidap HIV/AIDS datang berobat ke rumah sakit ketika penyakit yang mereka derita yang terkait dengan HIV/AIDS kian parah.
Tes HIV yang dijalankan terhadap ibu-ibu hamil dan orang-orang dengan perilaku berisiko adalah penanggulangan di hilir. Artinya, pemerintah setempat membiarkan warga tertular HIV dulu baru ditangani melalui tes HIV. Begitu juga dengan tes HIV bagi calon pengantin tidak bermakna bagi penanggulangan HIV/AIDS karena yang menikah setiap hari bisa dihitung jari, sedangkan yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV ratusan bahkan ribuan orang setiap malam dengan berbagai bentuk dan di sembarang tempat di Jatim dan di luar Jatim.
Penyebaran HIV terjadi tanpa disadari oleh banyak orang sehingga epidemi HIV/AIDS di Jatim khususnya dan di Indonesia umumnya akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H