Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penyebaran AIDS di Sumbar: Populasi Kunci LSL (Ada) di Kota Padang, Bukittinggi dan Solok

1 Mei 2016   20:53 Diperbarui: 1 Mei 2016   21:05 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau 389 itu PSK langsung maka di Sumbar ada lokasi atau lokalisasi pelacuran. Jika ini yang terjadi patut dipertanyakan mengapa pemerintah daerah di sana tidak menjalankan intervensi berupa mewajibkan laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK.

LSL itu merupakan masalah yang juga besar karena tidak bisa diintervensi dan ‘praktek’ mereka pun tidak terjadi di tempat-tempat yang bisa diamati. LSL ini melakukan hubungan seksual dengan seks anal sehingga tingkat risiko tertular HIV sangat tinggi.

Begitu juga waria yang melayani laki-laki melakukan seks oral dan seks anal merupakan bagian dari penyebaran HIV/AIDS di Sumber. Yang jadi masalah besar adalah laki-laki dewasa yang melakukan seks anal dengan waria umumnya laki-laki beristri. Dan, studi di Jawa Timur menunjukkan laki-laki beristri memilih jadi ‘perempuan’ (dianal oleh waria yang mereka sebut ditempong dan waria yang menganal atau menempong). Itu artinya laki-laki jadi jembatan penyebaran HIV/AIDS dari kalangan waria ke masyarakat, dalam hal ini istri-isteri mereka.

Dalam berita disebutkan: “Pada hal untuk empat tahun terakhir, penderita penyakit menular dan mematikan ini di Sumbar meningkat 30 persen.”

Sampai hari ini (1/5-2016) belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-penyakit lain pada masa AIDS (secara statistik terjadi setelah tertular HIV antara 5-15 tahun), seperti diare, TBC, dll.

Dalam berita yang dipersoalkan hanya pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Pertanyaannya adalah: Apakah di kabupaten dan kota yang sudah ada KPA ada langkah-langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru?

Tidak ada!

Maka, yang diperlukan bukan KPA, tapi program pemerintah lokal untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK. Program untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru hanya bisa dijalankan kalau praktek PSK dilokalisir sehingga intervensi bisa dijalankan dengan efektif. Celakanya, di Sumbar praktek PSK tidak dilokalisir sehingga terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Tanpa langkah yang konkret, maka insiden infeksi HIV baru akan terjadi terjadi yang pada gilirannya akan mendorong penyebaran HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun