“Saatnya Sumbar Bergerak Serius. Penderita AIDS Meningkat 30 Persen.” Ini judul berita di harianhaluan.com (12/4-2016).
Laporan Ditjen PP&P, Kemenkes RI (26/2-2016), menunjukkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Sumatera Barat (Sumbar) per 31 Desember 2015 berjumlah 7.747 yang terdiri atas 5.290 HIV dan 2.457 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumbar pada peringkat 8 secara nasional dalam jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS.
Jika disimak judul berita itu, maka perlu dipertegas bahwa yang meningkat bukan penderita AIDS, tapi jumlah kasus HIV/AIDS yang baru terdeteksi, al. pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi yang mereka lahirkan. Suami ibu-ibu rumah tangga itu tertular HIV al.:
(1) melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Sumbar dan di luar Sumbar,
(2) melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan seperti pekerja seks komersial (PSK) di Sumbar dan di luar Sumbar.
Ada dua tipe atau kriteria PSK, yaitu:
(a) PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti PSK di lokasi atau lokalisasi pelacuran, di jalanan, dan tempat lain.
(b) PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pemijat di panti pijat plus-plus, karyawati salon kecantikan di salon plus-plus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek kafe remang-remang, ABG, ‘cewek kampus’, ‘ayam kampus’, ibu-ibu, cewek panggilan, cewek gratifikasi seks, dll.
Dalam berita disebutkan berdasarkan pemetaan perilaku berisiko di Sumbar di , Kota Padang ada 861 LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki), 133 waria, dan 389 PSK yang tersebar di 203 hotpot (tempat-tempat yang dijadikan ajang transaksi seks). Di Kota Bukittiggi ada 432 LSL di 51 hotspot, dan di Kota Solok 522 LSL di 19 hotspot.
Sayang, dalam berita tidak dijelaskan kriteria 389 PSK itu, apakah mereka PSK langsung atau PSK tidak langsung. Kalau mereka PSK tidak langsung itu artinya ada persoalan besar yang menjadi faktor utama pendorong penyebaran HIV/AIDS di tiga kota itu khususnya dan di Sumbar umumnya. Masalahnya adalah pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap laki-laki agar memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK karena PSK tidak langsung ‘praktek’ di sembarang tempat dan sembarang waktu.