Mohon tunggu...
Indry Ayu D
Indry Ayu D Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Memenuhi Tugas KKN-DR

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merosotnya Perekonomian Masyarakat di Tengah Wabah Covid-19

10 Agustus 2020   13:00 Diperbarui: 10 Agustus 2020   13:15 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Oleh : Indry Ayu Desvira)

Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit korona virus 2019 (bahasa Inggris: corona virus disease 2019 disingkat COVID-19) di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2.Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020.

Hingga 23 April 2020, lebih dari 2.000.000 kasus COVID-19 telah dilaporkan di lebih dari 210 negara dan wilayah, mengakibatkan lebih dari 195,755 orang meninggal dunia dan lebih dari 781,109 orang sembuh.

Virus SARS-CoV-2 diduga menyebar di antara orang-orang terutama melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari bersin dan pernapasan normal. Selain itu, virus dapat menyebar akibat menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh wajah seseorang. Penyakit COVID-19 paling menular saat orang yang menderitanya memiliki gejala, meskipun penyebaran mungkin saja terjadi sebelum gejala muncul. 

Periode waktu antara paparan virus dan munculnya gejala biasanya sekitar lima hari, tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Gejala umum di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. Komplikasi dapat berupa pneumonia dan penyakit pernapasan akut berat. Tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.

Upaya untuk mencegah penyebaran virus termasuk pembatasan perjalanan, karantina, penundaan dan pembatalan acara, serta penutupan fasilitas. Upaya ini termasuk karantina Hubei, karantina nasional di Italia dan di tempat lain di Eropa, serta pemberlakuan jam malam di Tiongkok dan Korea Selatan, berbagai penutupan perbatasan negara atau pembatasan penumpang yang masuk, penapisan di bandara dan stasiun kereta, serta informasi perjalanan mengenai daerah dengan transmisi lokal. Sekolah dan universitas telah ditutup baik secara nasional atau lokal di lebih dari 124 negara dan memengaruhi lebih dari 1,2 miliar siswa.

Pemerintah Indonesia sudah mengumumkan kasus pertama virus corona diIndonesia.Sebanyak 2 orang warga Indonesia terinfeksi virus corona. Mereka adalah seorang ibu dan anak.Seorang ibu itu berusia 64 tahun.Sementara anaknya31 tahun.Mereka tertular dari orang jepang yang berkunjung di indonesia.

Kedua orang ini sebelumnya diketahui telah berinteraksi dengan seorang WNA asal Jepang yang tinggal di malaysia dan datang mengunjungi Indonesia. Setelah kembali ke negaraasalnya,WNA tersebut dinyatakan positif terinfeksi virus SARS COV 2,yangmerupakan nama resmi virus penyebab infeksi COVID-19 atau infeksi corona.

Sampai akhir Februari 2020, COVID-19 sudah muncul di beberapa kota dan terus bertambah jumlahnya. Nasi sudah menjadi bubur dan Indonesia sudah join the club with COVID-19. Penjelasan Pemerintah terus bergulir secara normatif dan menggunakan istilah asing yang tidak dipahami banyak orang. Saat itu (Januari 2020) publik sudah mengingatkan bahwa pemerintah harus bereaksi cepat terkait merebaknya virus corona, misalnya melalui pembentukan Gugus Tugas semacam Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan berkuasa ke lintas Kementerian/Lembaga serta TNI/POLRI.

Lalu tunjuk seorang Juru Bicara dan terbitkan Protokol penanganan COVID-19. Semua ini baru muncul di awal Maret 2020 atau kurang lebih dua bulan sejak merebaknya COVID-19. Apa boleh buat. Lambannya proses awal penanganan COVID-19, membuat pembentukan Gusus Tugas Covid 19 juga terlambat setelah COVID-19 menyebar selama dua bulan. Hal krusial yang harus segera ditangani adalah hubungan Gugus Tugas dengan pemerintah daerah, bagaimana mekanisme kewenangan dan komunikasinya?Apakah Protokol sudah disosialisasikan ke seluruh Pemda dan publik sehingga segera dapat di diimplementasikan.

Indonesia terus memantau laporan perkembangan virus COVID-19 di dunia yang dikeluarkan oleh WHO. Sesuai laporan terkini WHO, saat ini terdapat kenaikan signifikan kasus COVID-19 di luar Tiongkok, terutama di tiga negara yaitu Iran, Italia dan Korea Selatan. Oleh karena itu, demi kebaikan semua, untuk sementara waktu, Indonesia mengambil kebijakan baru bagi pendatang/travelers dan ketiga negara tersebut sebagai berikut:

1. Larangan masuk dan transit ke Indonesia, bagi para pendatang/travelers yang dalam 14 hari terakhir melakukan perjalanan di wilayah-wilayah, sebagai berikut:

  • Untuk Iran : Tehran, Qom, Gilan
  • Untuk Italia : Wilayah Lombardi, Veneto, Emilia Romagna, Marche dan Piedmont
  • Untuk Korea Selatan : Kota Daegu dan Propinsi Gyeongsangbuk-do.

2. Untuk seluruh pendatang/travelers dari Iran, Italia dan Korea Selatan di luar wilayah tersebut, diperlukan surat keterangan sehat/health certificate yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan yang berwenang di masing-masing negara. Surat keterangan tersebut harus valid (masih berlaku) dan wajib ditunjukkan kepada pihak maskapai pada saat check-in. Tanpa surat keterangan sehat dan otoritas kesehatan yang berwenang, maka para pendatang/travelers tersebut akan ditolak untuk masuk/transit di Indonesia.

3. Sebelum mendarat, pendatang/travelers dari tiga negara tersebut, wajib mengisi Health Alert Card (Kartu Kewaspadaan Kesehatan) yang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Di dalam Kartu tersebut antara lain memuat pertanyaan mengenal riwayat perjalanan. Apabila dari riwayat perjalanan, yang bersangkutan perah melakukan perjalanan dalam 14 hari terakhir ke salah satu wilayah yang kami sebut tadi, maka ybs akan ditolak masuk/transit di Indonesia.

4. Bagi WNI yang telah melakukan perjalanan dari tiga negara tersebut, terutama dari wilayah-wilayah yang saya sebutkan tadi akan dilakukan pemeriksaan kesehatan tambahan di bandara ketibaan.

Sampai hari ini, ratas kabinet masih saja membicarakan masalah ekonomi, belum membahas langkah-langkah strategis secara kemanusiaan penanggulangan COVID-19. Ekonomi Indonesia tidak akan membaik jika penanganan COVID-19 hanya dari sisi ekonomi. Berapa pun intervensi Bank Indonesia tidak akan memperbaiki nilai Rupiah terhadap USD. Beberapa negara yang sudah mereda serangan COVID-19 dari awal selalu menampilkan program penanganan COVID-19 bukan membicarakan faktor ekonomi karena dunia sedang krisis ekonomi.

Hari ini bangsa Indonesia masih menunggu, langkah tegas apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan kasus COVID-19, selain melarang penerbangan dari 10 negara yang sedang terjangkit parah COVID-19, melarang kumpul-kumpul dan tinggal di rumah tanpa ada langkah lain, seperti pembersihan kota dengan menggunakan disinfektan ala Pemkot Surabaya yang dilanjutkan dengan pemeriksaan gratis untuk COVID-19.

Untuk mengejar keterlambatan penanganan COVID-19, pemerintah Indonesia harus bekerja keras melalui Gugus Tugas COVID-19, terutama untuk koordinasi dengan pemerintah daerah. Koordinasi menjadi kunci utama penyelesaian konflik COVID-19. Semua kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah harus di lengkapi dengan tata cara pelaksanaannya, sehingga memudahkan K/L, pemerintah daerah sebagai pelaksana dan publik. Social Distancing atau jaga jarak kurang berhasil untuk menyelesaikan COVID-19 di Indonesia karena rendahnya disiplin orang Indonesia. Kalau mau berhasil, jaga jarak harus dilengkapi dengan penegakan hukum bagi yang melanggar.

Selain itu pendekatan jaga jarak juga harus memikirkan jalan keluar bagi pekerja sektor informal, misalnya pedagang kaki lima atau pengendara/pengemudi online atau industri tertentu yang tidak dapat bekerja dari rumah. Mereka tidak bisa makan hari itu kalau tidak bekerja. Untuk itu Jaga jarak tidak dapat menyelesaikan masalah COVID-19.

Berdasarkan referensi penyelesaian COVID-19 di beberapa negara, metode karantina merupakan metode yang tepat, termasuk untuk Indonesia, asalkan di rencanakan dengan baik. Untuk menjalankan karantina, pemerintah melalui Gugus Tugas harus menyiapkan anggaran dan personal aparat keamanan yang cukup.

Karantina konsekuensinya menutup wilayah secara keseluruhan. Tidak ada lagi manusia di tempat publik. Semua kebutuhan hidup di suplai oleh negara. Jika ada yang melanggar akan dikenai pidana kurungan atau denda. Selama proses Karantina, Kota di disinfektan dan masyarakat diajurkan untuk dirumah saja.

Namun sayang, sampai hari ini pemerintah masih ragu dan belum mengambil keputusan. Semakin lama memutuskan, semakin panjang waktu penyelesaian COVID-19. Dalam penanganan COVID-19 untuk mengatasi pandemi yang begitu menakutkan, keterbukaan adalah langkah yang sangat baik untuk mengatasi pandemi yang begitu menakutkan.

Sekali lagi pemerintah harus menunjukkan pada dunia bahwa kebijakan pemerintah menangani COVID-19 menggunakan pendekatan humanis bukan ekonomi. Dunia ingin mengetahui langkah dan strategi pemerintah Indonesia menghadapi COVID-19 ini. Sembuhkan dulu penderita COVID-19, investor dan wisatawan asing pasti akan datang. Percayalah.

Kalau kondisi penderita COVID-19 terus meningkat di atas 30% per harinya, kota tersebut sudah harus di kenakan karantina (lock down) sesuai UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 50–59. Konsekuensi karantina adalah semua kebutuhan masyarakat dipenuhi dan ditangani oleh negara, termasuk makanan atau minuman setiap orang di kota tersebut.

Kemudian Gugus Tugas melakukan pembersihan kota dan tidak ada warga kota yang keluyuran. Untuk itu aparat keamanan harus berpatroli 24 jam untuk menindak masyarakat yang masih berkeliaran di jalan serta menjaga toko kebutuhan sehari-hari supaya tidak dijarah. Jika dilakukan karantina tentunya harus ada anggaran yang cukup karena selain untuk memenuhi kebutuhan hidup warga kota, juga harus membiayai operasional aparat keamanan untuk mengawasi jalannya karantina dan menyiapkan sebanyak mungkin Rumah Sakit Darurat untuk menampung warga yang dicurigai terinfeksi atau sudah terinfeksi.

Nasib pedagang kaki lima, pengemudi ojek dan taksi serta pekerja sektor informal lain juga harus diperhatikan karena dengan karantina mereka tidak dapat bekerja atau berdagang untuk makan hari itu, sehingga program dana tunai atau dana bantuan sosial lainnya harus dianggarkan segera dengan cara relokasi APBN/D untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Menteri keuangan sudah menetapkan anggaran perjalanan dinas akan direlokasikan untuk keperluan di atas. Jika anggaran ini kurang dapat menggunakan dana cadangan yang dalam kasus krisis Covid 19 digunakan untuk intervensi pasar uang.Intervensi pasar uang sudah dilakukan Bank Indonesian dan menghabiskan dana cadangan hampir Rp. 192 triliun, namun rupiah masih tetap terjun bebas di penutupan Jumat 20 Maret 2020, nilai Rupiah sudah mendekati Rp. 16.000 per USD. 

Dalam krisis COVID-19 sebaiknya pemerintah tidak terkonsentrasi hanya mengurusi sektor ekonomi saja karena kondisi dunia memang sedang resesi berat. Pemerintah justru harus berkonsentrasi pada perlawanan COVID019 melalui langkah-langkah yang terkait dengan nilai kemanusiaan.

Dunia harus melihat bahwa pemerintah Indonesia serius menangani COVID-19, jangan bingung dan terlalu lama untuk mengambil keputusan demi terselesaikannya pandemi COVID-19 secara cepat. Pastikan publik patuh jangan seperti di Italia, karena publik tidak patuh dan pemerintah kurang tegas, maka program penanganan COVID-19 di Italia kurang berhasil. China dengan program yang didukung rakyat dengan penuh disiplin dapat menyelesaikan pandemi COVID-19 dalam waktu kurang dari tiga bulan.

Pemerintah saat ini sudah melakukan sistem lock down, social distancing, yang dimana semua kebijakan ini dibuat untuk meminimalir penyebaran virus mematikan ini. Tentunya kebijakan ini sudah dipikirkan terlebih dahulu, dan kebijakan ini juga diterapkan oleh negara lain. Tentunya kebijakan ini membawa dampak positif dan juga dampak negatif, terlebih ke dampak perekonomian bangsa

Dengan mulainya penerapan sistem lock down yang ditetapkan oleh pemerintah, keadaan ekonomi Indonesia semakin lama semakin menurun. Bisa kita liat dimana sekarang harga 1 USD sudah mencapai angka 16 ribu, yang dimana angka ini merupakan angka terburuk sejak 20 tahun yang lalu, bahkan di saat terjadi krisis moneter di tahun 1999, 1 USD bahkan tidak mencapai 16 ribu, tidak begitu buruk, yang artinya bahwa dengan dampak lock down sangat terasa bagi keadaan ekonomi bangsa dan tentunya ekonomi masyarakat hingga melewati krisis moneter 1999. Dengan adanya lock down dan anjuran agar tetap tinggal di rumah, masyarakat jadi tidak bisa mencari penghasilan terlebih bagi masyarakat yang kerjanya dibayar harian, pastinya mereka akan sangat kena dampaknya.

Tentunya sebagai bangsa yang besar, kita tidak menginginkan hal ini terjadi. Dengan terjadinya hal buruk di bidang ekonomi ini, kita tidak semena-mena langsung menyalahkan pemerintah, tentunya pemerintah sudah berjuang keras untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Bukan hanya Indonesia aja yang terkena dampak di bidang ekonomi, tetapi juga negara lain. Dari analisis dampak Covid-19, dimana jelas bahwa merabaknya wabah Covif-19 ini membawa pengaruh terhadap ekonomi indonesia

Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut, khususnya pengaruh pandemic Covid19 maka ada beberapa hal yang harus diantisipasi. Namun, akan diuraikan dulu landscape ekonomi yang berubah akibat pandemi Covid19:

1 Depresiasi rupiah akan terus terjadi yang disebabkan karena beberapa hal yang kompleks.

Penurunan produksi di Tiongkok (akibat lockdown) mengurangi supply dunia, sehingga kurva AS (Agregate Supply) akan tergeser kekiri mengurangi jumlah output dan menaikkan harga. Hal ini tentu akan mendorong depresiasi rupiah, krn Indonesia adalah Net Importer.

Penurunan kinerja perusahaan domestik (akibat pandemic Convid19) akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka pendek (pasar saham). Hal ini tentu saja akan mendorong capital outflow sehingga terus mendepresiasi rupiah.

Masa depan ekonomi Indonesia yang belum jelas tentu saja mengurangi minat investor untuk berinvestasi di seluruh jenis instrumen keuangan (surat hutang), hal ini tentu saja akan berdampak pada melemahnya rupiah.

2. Investasi domestik maupun asing tentu saja akan berkurang karena “ekspektasi investor” yang masih belum stabil. Sehingga mereka akan menunda investasi mereka dalam jangka pendek dan menengah.

3. Preferensi Konsumen yang “shock” akibat pandemic Covid19:

Mereka akan prefer dan mengutamakan kebutuhan primer, dibandingkan sekunder maupun tersier bahkan menunda leisure mereka karena ancaman pandemic dan efek campaign pemerintah (#workfromhome, #socialdistancing)

Konsumen akan cenderung mengkonsumsi barang-barang sehat yang diyakini mampu meningkatkan imunitas mereka. Rempah-rempah (organik); Makanan dan minuman kesehatan; Mengurangi Rokok

4. Biaya telekomunikasi akan meningkat tajam seiring dengan semakin ingin tahunya masayakat atas informasi-informasi dan perkembangan baru.

5. Masyarakat akan mengurangi keinginan mereka untuk berpergian (penurunan yang tajam biaya transportasi)

Krisis Convid19 harus diakhiri dan jangan sampai berevolusi menjadi krisis kepanikan dan “ketidakpercayaandiri”. inilah yang harus dikembalikan di Masyarakat, bahwa Pemerintah adalah really otoritas yang mampu menyelesaikan ini dengan terpadu, terencana dan terukur. Maka kunci apa yang dilakukan pemerintah adalah transparansi dan “akal sehat”. Dalam hal ini, maka kerjasama dan kolaborasi medis (kesehatan), IT dan riset di bidang farmasi harus dilakukan untuk menangkal Covid19-20-21 dan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi di masa depan.

Ini saatnya berkolaborasi dan perang terhadap rasa panik dan ketakutan. Berhentilah menyebar hoax! Dan jangan terlibat dalam menciptakan ketakutan publik. Pemerintah harus jadi garda depan, bersama-sama dengan seluruh stakeholders untuk melawan dan mengantisipasi setiap resiko yang terjadi.

** Penulis Adalah Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi FIS UINSU Medan, peserta KKN-DR 2020 Kelompok 98 **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun