1 Depresiasi rupiah akan terus terjadi yang disebabkan karena beberapa hal yang kompleks.
Penurunan produksi di Tiongkok (akibat lockdown) mengurangi supply dunia, sehingga kurva AS (Agregate Supply) akan tergeser kekiri mengurangi jumlah output dan menaikkan harga. Hal ini tentu akan mendorong depresiasi rupiah, krn Indonesia adalah Net Importer.
Penurunan kinerja perusahaan domestik (akibat pandemic Convid19) akan mengurangi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka pendek (pasar saham). Hal ini tentu saja akan mendorong capital outflow sehingga terus mendepresiasi rupiah.
Masa depan ekonomi Indonesia yang belum jelas tentu saja mengurangi minat investor untuk berinvestasi di seluruh jenis instrumen keuangan (surat hutang), hal ini tentu saja akan berdampak pada melemahnya rupiah.
2. Investasi domestik maupun asing tentu saja akan berkurang karena “ekspektasi investor” yang masih belum stabil. Sehingga mereka akan menunda investasi mereka dalam jangka pendek dan menengah.
3. Preferensi Konsumen yang “shock” akibat pandemic Covid19:
Mereka akan prefer dan mengutamakan kebutuhan primer, dibandingkan sekunder maupun tersier bahkan menunda leisure mereka karena ancaman pandemic dan efek campaign pemerintah (#workfromhome, #socialdistancing)
Konsumen akan cenderung mengkonsumsi barang-barang sehat yang diyakini mampu meningkatkan imunitas mereka. Rempah-rempah (organik); Makanan dan minuman kesehatan; Mengurangi Rokok
4. Biaya telekomunikasi akan meningkat tajam seiring dengan semakin ingin tahunya masayakat atas informasi-informasi dan perkembangan baru.
5. Masyarakat akan mengurangi keinginan mereka untuk berpergian (penurunan yang tajam biaya transportasi)
Krisis Convid19 harus diakhiri dan jangan sampai berevolusi menjadi krisis kepanikan dan “ketidakpercayaandiri”. inilah yang harus dikembalikan di Masyarakat, bahwa Pemerintah adalah really otoritas yang mampu menyelesaikan ini dengan terpadu, terencana dan terukur. Maka kunci apa yang dilakukan pemerintah adalah transparansi dan “akal sehat”. Dalam hal ini, maka kerjasama dan kolaborasi medis (kesehatan), IT dan riset di bidang farmasi harus dilakukan untuk menangkal Covid19-20-21 dan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi di masa depan.