Mohon tunggu...
indriyas
indriyas Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

ibu rumah tangga, blogger, content writter, freelancer http://www.indriariadna.com http://meubelmart.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru, Digugu lan Ditiru

3 Juli 2016   03:36 Diperbarui: 3 Juli 2016   03:52 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi, 9 tahun yang lalu

Guru, "di gugu lan di tiru" dalam pepatah Jawa. Di gugu artinya di percaya, di tiru artinya bisa dan pantas untuk di tiru

Jadi GURU adalah orang yang bisa di percaya untuk mendidik anak-anak muridnya dan pantas untuk di tiru oleh anak muridnya.

Di tiru baik dalam hal kebaikan, tindakan, ucapan dan lain sebagainya.

Saya masih ingat betul saat kelas 3 atau 4 SD, guru-guru yang mengajar kami rata-rata sudah berumur. Hanya 3 orang guru yang terhitung masih muda.

Setiap hari Senin, pasti di periksa kuku tangan dan rambut [terutama siswa pria]. Jemari tangan yang di pukul penggaris sampai teman-teman meringis dan mengaduh seringkali malah membuat kami yang melihatnya tertawa. Jenggitan di rambut khususnya untuk siswa pria membuat mereka menangis, terutama yang panjang rambutnya melebihi standart. #Jenggit adalah tindakan menarik ke atas anak rambut yang berada di depan telinga. 

Saat itu saya merasa kok galak temen to guru-guru ini [galak benar]. Saya sendiri pun pernah kena pukul penggaris kayu yang panjangnya 1 meter itu.

Gara-gara saya salah menjawab pertanyaan dari guru. Dalam hati saat itu dongkol dan pingin nangis, sudah mending ada yang tunjuk jari mencoba menjawab pertanyaan walaupun jawaban saya salah. Setidaknya lha mbok ya di hargai kok malah di kepruk pakai penggaris.

Terus terang saya tidak menyukai dan tidak mengharapkan adanya hukuman fisik dari guru terhadap murid, baik ucapan ataupun tindakan karena dampak negatif nya bisa membunuh rasa percaya diri anak.

Mengapa? Anak merasa tidak di hargai dan merasa bodoh walaupun sebenarnya mereka tidak bodoh. Contoh nyatanya adalah saya.

Setelah saya mempunyai anak dan mulai cukup umur untuk bersekolah, saya ekstra hati-hati memilih sekolah yang menurut saya paling ramah untuk anak saya. Terus terang saya tidak mau anak saya di perlakukan seperti mak nya dulu saat masih SD.

Mulai dari play group sampai dengan kelas 5 SD, begitu mulai masuk kelas, pertama kali yang di lakukan oleh para wali kelas adalah menuliskan nomor handphone mereka di papan tulis dan meminta murid-murid untuk menyampaikan nomor HP tersebut ke orang tua masing-masing. Just in case kalau semisal ada orang tua yang mau konsultasi atau ada info atau pengumuman mendadak dari guru atau sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun