Mohon tunggu...
Indri Hidayati Putri
Indri Hidayati Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku: "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" - Hamka

27 Juni 2024   08:07 Diperbarui: 27 Juni 2024   08:12 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Review Buku

Judul : Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Penulis : Hamka

Penerbit : Gema Insani

Tahun terbit : 2017

Jumlah hal. : 256 hlm

Ilustrator sampul : Bella Ansori

"tapi orang yang begini biasanya harus membayar utang pula atas kesalahannya. Pada tarikh Cleopatra, yang sanggup mempermainkan hati Julius Caesar dan lain-lain orang pemuda, dapatlah ia jadi ibarat cerita ini. Cintanya kepada Antonius menyebabkan dia merendah menghinakan diri"

"Tetapi itulah perempuan, dia kerap kali sampai membunuh orang dengan perbuatannya yang tiada tersengaja" -hal 156

Sepenggal kutipan pada buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka menginterpretasikan bagaimana perempuan kerap kali tidak menyadari bahwa keputusan dan tindakannya melukai seorang laki-laki yang mendambakannya. Perempuan  bisa saja dengan mudah mengecewakan laki-laki, dengan mudah dia memberikan harapan, dengan mudah pula dia menjatuhkan, seperti Hayati pada Zainudin.

Apakah benar seorang perempuan seperti itu? Rasanya itu objektif pandangan seseorang saja. Tapi tak menutup kemungkinan juga ada seperti itu. Menarik ulur perasaan seorang laki-laki semaunya. Dia lupa bahwa laki-laki juga memiliki perasaan yang harus dipertimbangkan dan dijaga, yang dia ingat adalah perasaanya sendiri. Asalkan saya tidak terluka, kenapa tidak? 

Tetapi, terlepas dari keputusan yang Hayati pilih dengan situasi dan kondisi pada masa itu yang kental dengan adat, dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti keputusan ninik mamak. Kondisi Zainuddin juga tidak memungkinkan, dia dipandang sebagai orang yang terbuang/ tak beradat. Jadi, dengan berat hati Hayati harus rela mengesampingkan perasaannya untuk Zainuddin dan menikah dengan Aziz, orang yang kayanya beradat.

Apakah seorang perempuan fitrahnya harus selalu dimengerti oleh laki-laki? Kukira itu seseuatu yang keliru, sebagai perempuan ada baiknya juga harus punya ruang untuk bisa mengerti perasaan laki-laki. Tidakkah laki-laki akan menemukan titik dimana ia lelah harus selalu menjadi pihak yang mengerti perempuan?

Pemikiran itu yang tertambat setelah merampungkan bacaan novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka. Sebuah novel lama terbitan angkatan Pujangga Baru yang sampai sakarang terus di cetak ulang dan dijadiin bahan bacaan wajib dalam pembelajaran. Novel ini nyeritain tentang cinta antara Zainuddin dan Hayati yang terhalang oleh adat sehingga cinta keduanya tak sampai.

Karena ini novel lama, jadi bahasa yang digunain juga masih bahasa Melayu lama yang tatanan kalimatnya itu berbeda sama bahasa novel populer sekarang. Setiap kalimat yang kubaca perlu berulang-ulang untuk bisa paham maksudnya apa. Adanya campur bahasa daerah dan peribahasa yang enggak terlalu kupahami maksudnya apa, juga menjadi alasan aku membolak-balikkan bacaan untuk menelaah maknanya.

... hereng dengan gandeng, ribut nan mendingin, renggas nan melanting, dikaji adat dan lembaga, yang tidak lapuk dihujan, nan tidak lekang dipanas, jalan raya titian batu, nan sebaris tidak hilang nan sehuruf tidak lupa -- hal 13

Pinang di bawah sirih di atas -- 122

 

Untuk penokohannya aku sempat sempat kesal dengan karakter Hayati. Kenapa penulis tidak menambahkan karakter berani pada diri hayati agar dia bisa berterus terang kalau pinangan yang ingin ia terima adalah pinangan Zainuddin, bukan hanya menurut pada keputusan ninik mamak. Tapi kembali lagi, Hayati sosok perempuan lemah, lembut, dan penurut serta kondisi dan situasi saat itu yang kental dengan adat tidak bisa memberinya kebebasan.

Kondisi Zainuddin juga tidak memungkinkan, yang dipandang sebagai anak terbuang. Dia seorang pemuda yatim piatu yang Berangkat dari Mengkasar ke Batipuh untuk belajar ilmu agama, negeri Ayahnya dahulu. Tetapi meskipun ia keturunan orang Minangkabau tulen, ia tetap dipandang sebagai orang asing atau istilah lainnya 'anak pisang'. Di Minangkabau garis keturunan diambil dari ibu, sedangkan ibu Zainuddin bukan orang Minangkabau, begitu pula di Mengkasar garis keturunan diambil dari ayah. Jadi, di negeri ayahnya ia dipandang orang asing, orang Mengkasar, di negeri ibunya juga dipandang sebagai orang asing, yaitu orang Minangkabau.

Melalui novel ini penulis memang ingin melakukan kritik terhadap kondisi masyarakat pada masa itu yang terlalu mengagungkan adat. Di sini terlihat jelas perlakuan yang ditunjukkan masyarakat terhadap Zainuddin yang tidak beradat, berpegang seolah hanya negerinya paling beradat yang lain tidak.

Bagian akhirnya aku merasa ikut sakit hati karena pada sampai akhir kedua insan itu, Zainuddin dan Hayati tidak bisa bersama sekalipun ada jalan untuk mereka bersama. Aku kesal dengan Zainuddin yang terlambat menurunkan egonya. Seandainya dia bisa mengesampingkan sakit hatinya terdahulu, seandainya dia berpandangan fokus saja ke masa depan yang akan dibangun, seandainya dia tidak dikendalikan oleh amarah dan sakit hati mungkin saja mereka bisa bahagia bersama. Tetapi meskipun begitu, endingnya menurut ku tetap bahagia meski Hayati berakhir meninggal karena menjadi salah satu penumpang Kapal Van der Wijk. Apa yang membuatnya bahagia? Karena Zainuddin telah berhasil mengalahkan egonya dan akan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya pada Hayati di ujung mautnya.

Selain membaca bukunya aku juga menonton versi filmnya, yang di perankan oleh Herjunot Ali (Zainuddin) dan Pevita Pearce (Hayati). Menurutku mereka memerankannya dengan sangat baik. Apalagi ketika adegan di mana Zainuddin menuntun Hayati di akhir hidupnya.

Buku ini cocok dibaca untuk teman-teman yang senang dengan jenis bacaan sastra lama. Dan bakal lebih afdal jika membaca sambil mendengarkan lagu Sumpah dan Cinta Matiku -- Nidji. Selamat membaca dan memaknai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun