Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

17 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   20:06 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teori GONE Dokpri Prof. Apollo

Masalah korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru, melainkan sudah menjadi persoalan yang berlangsung sejak zaman kerajaan. Korupsi, yang pada awalnya mungkin hanya terbatas pada penyalahgunaan wewenang di kalangan pejabat kerajaan, seiring berjalannya waktu, semakin berkembang dan meluas, terutama setelah Indonesia merdeka. Pada masa Orde Lama, korupsi menjadi salah satu masalah besar yang mencoreng wajah pemerintahan. Kekuasaan yang terpusat dan minimnya mekanisme pengawasan membuat praktik korupsi merajalela, baik di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah.

Tuntutan untuk memberantas korupsi mulai muncul di tengah masyarakat, yang semakin merasa dirugikan oleh tindakan-tindakan penyalahgunaan kekuasaan ini. Gerakan perlawanan terhadap korupsi pun mulai mendapat perhatian lebih luas, baik dari kalangan mahasiswa, intelektual, hingga aktivis sosial. Namun, meskipun ada kesadaran dan perlawanan yang muncul dari berbagai lapisan masyarakat, situasi korupsi justru tidak mengalami perbaikan yang signifikan.

Saat ini, korupsi di Indonesia bukan hanya menjadi tantangan bagi pemerintah, tetapi juga menjadi masalah budaya yang mengakar dalam masyarakat. Pemberantasan korupsi harus melibatkan perubahan pola pikir di seluruh lapisan masyarakat, dan bukan hanya mengandalkan tindakan tegas dari aparat hukum.

Apa itu Korupsi?

Kata korupsi berasal dari kata corruptio atau corruptus (bahasa latin) yaitu keadaan yang adil, benar dan jujur menjadi sebaliknya. Kata corruptio memiliki kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, atau menyogok.

Secara definisi, korupsi merupakan suatu tindakan yang busuk, jahat, dan merusak. Tindakan yang jahat tersebut dapat dilakukan setiap orang dan mengakibatkan kerugian terhadap negara maupun masyarakat umum.

Tindakan korupsi sudah termasuk sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), maka penanganannya juga harus secara luar biasa. Untuk mengatasi korupsi tidak cukup hanya ditangani oleh pemerintah atau lembaga tertentu saja melainkan harus semua lapisan masyarakat ikut berkontribusi.

Apa perbedaan mendasar antara pendekatan Robert Klitgaard dengan Jack Bologna dalam memahami penyebab korupsi

Adapun teori CDMA mengenai penyebab terjadinya tindakan korupsi oleh Robert Klitgaard:

Teori CDMA merupakan singkatan dari: C = Coruption (korupsi); D = Discretion (keleluasaan/kebebasan bertindak); M = Monopoly (monopoli); dan A = Accountability (akuntabilitas). Tokoh dari teori ini adalah Robert Klitgaard sehingga teori ini sering dikenal Teori Klitgaard. Teori Klitgaard dapat dituliskan dengan rumus: C = D + M -- A. Rumus ini dapat diartikan: korupsi (coruption)terjadi karena keleluasaan/kebebasan ditambah monopoli tetapi kurang akuntabilitas. Dalam konteks perilaku koruptif para pejabat berwenang, teori yang dikemukakan oleh Klitgaard terbukti sangat relevan. Berikut uraian teori CDMA:

  • Salah satu solusi yang ditawarkan oleh berbagai teori untuk mengatasi masalah korupsi adalah dengan menerapkan tiga langkah utama yang dapat membantu memperbaiki sistem pemerintahan dan menciptakan lingkungan yang lebih transparan. Langkah pertama adalah pembatasan keleluasaan (discrection) melalui pengawasan yang efektif dan penyusunan aturan yang jelas. Pembatasan keleluasaan ini bertujuan untuk mengurangi ruang bagi pejabat atau individu untuk menyalahgunakan kekuasaan.
  • Langkah kedua adalah pencegahan monopoli (monopoly) kekuasaan dengan cara melakukan pembagian atau pemisahan kekuasaan. Monopoli kekuasaan seringkali menjadi salah satu penyebab utama korupsi, karena apabila kekuasaan terkonsentrasi pada satu individu atau satu lembaga, pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan tersebut akan sangat terbatas.
  • Langkah ketiga adalah peningkatan akuntabilitas (accountability), yang dimulai dari individu, lingkungan keluarga, hingga masyarakat secara keseluruhan. Akuntabilitas berarti tanggung jawab terhadap setiap tindakan dan keputusan yang diambil, baik dalam pemerintahan, sektor swasta, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Meningkatkan akuntabilitas di tingkat individu berarti membangun karakter yang jujur, transparan, dan bertanggung jawab, yang kemudian akan berdampak pada lingkungan keluarga dan masyarakat secara luas.

Adapun teori GONE mengenai penyebab terjadinya tindakan korupsi oleh Jack Bologna:

Teori GONE Dokpri Prof. Apollo
Teori GONE Dokpri Prof. Apollo

Teori GONE diperkenalkan oleh Jack Bologna (1993). Menurut Bologna korupsi terjadi disebabkan oleh empat faktor: keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Teori GONE yang dikemukakan Bologna merupakan teori penyempurnaan dari teori triangle fraud.

Menurut teori triangle fraud yang dikemukakan oleh Cressey adalah pernyataan tentang korupsi akan terjadi karena tekanan (presseure), peluang (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Kedua teori ini (GONE dan triangle fraud) sama-sama menganalisis alasan setiap koruptor melakukan tindakan fraud. Menurut Bologna, akar penyebab kecurangan dapat dirangkum dalam empat aspek yang disingkat menjadi GONE:

  • Faktor pertama, yaitu keserakahan (greed), sering menjadi pendorong utama seseorang melakukan kecurangan. Sifat serakah, terutama pada pejabat, kerap memicu tindakan yang mengabaikan akal sehat, melemahkan nilai-nilai moral, dan berfokus hanya pada kepentingan pribadi. Semakin besar ambisi seseorang, semakin tinggi pula risiko melakukan kecurangan. Meskipun sifat serakah adalah bagian dari sifat dasar manusia, tantangan utamanya terletak pada bagaimana setiap individu mengendalikannya.
  • Di sisi lain, keserakahan (greed) sering kali berjalan beriringan dengan adanya kesempatan (opportunity). Kesempatan memiliki peran krusial dalam memfasilitasi terjadinya tindakan kecurangan. Setiap individu memiliki akses terhadap kesempatan yang berbeda-beda, yang umumnya dipengaruhi oleh wewenang atau posisi mereka dalam suatu organisasi atau pekerjaan. Semakin besar kekuasaan atau tanggung jawab yang dimiliki seseorang, semakin besar pula peluang mereka untuk memanfaatkan celah-celah sistem. Dengan kata lain, posisi yang strategis atau akses yang luas terhadap sumber daya dapat meningkatkan risiko terjadinya kecurangan. Oleh karena itu, dalam konteks pengawasan, identifikasi dan pengendalian terhadap kesempatan menjadi aspek penting dalam upaya mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Ketika kontrol internal lemah dan pengawasan tidak memadai, peluang untuk berbuat curang akan semakin terbuka, sehingga memperbesar kemungkinan individu untuk menyalahgunakan posisinya.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan (need) yang harus dipenuhi. Namun, sering kali kebutuhan ini melampaui kemampuan individu untuk memenuhinya. Bahkan, kebutuhan tersebut kerap melampaui batas kewajaran, terutama ketika seseorang mengonsumsi barang atau jasa bukan karena kebutuhan pokok, melainkan karena dorongan keinginan yang berlebihan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konsumsi tidak selalu didasarkan pada kebutuhan dasar, melainkan pada hasrat untuk memiliki lebih. Sifat konsumeris yang dimiliki seseorang merupakan sifat yang tidak pernah puas akan apa yang sudah dimiliki. Hal ini karena apabila kebutuhan tahap pertama diperoleh pada saat itu juga, maka akan timbul kebutuhan berikutnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka dilakukan kecurangan. Semakin tinggi tingkat kebutuhan seseorang maka potensi untuk melakukan kecurangan (fraud) semakin tinggi.
  • Faktor yang lain dalam kecurangan menurut Bologna adalah pengungkapan (expose). Apabila hukuman semakin rendah maka potensi untuk berbuat curang semakin tinggi. Oleh sebab itu pengungkapan akan berkorelasi terhadap tindakan kecurangan. Berkaitan dengan ini usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi tindakan curang (fraud) yaitu, memperkuat iman dengan mendahulukan yang terpenting, pimpinan memberi contoh baik ke bawahan, dan memberikan hukuman yang berat terhadap orang yang melakukan kecurangan.

Mengapa korupsi tetap menjadi masalah kronis di Indonesia meskipun berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan telah dilakukan?

Korupsi di Indonesia tetap menjadi masalah kronis meskipun berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan telah dilakukan. Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya penegakan hukum. Meski lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjukkan kinerja yang signifikan, tantangan dalam sistem peradilan, mulai dari intervensi politik hingga integritas aparat penegak hukum, kerap menghambat proses pemberantasan korupsi. Banyak kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi berakhir dengan hukuman ringan atau bahkan bebas dari jeratan hukum. Situasi ini memperlihatkan adanya celah dalam sistem yang terus dimanfaatkan oleh pelaku korupsi.

Selain itu, budaya korupsi telah mengakar dalam berbagai lapisan masyarakat dan birokrasi. Praktik suap dan gratifikasi masih dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam proses pelayanan publik. Di sisi lain, mentalitas sebagian masyarakat yang permisif terhadap korupsi, terutama dalam konteks politik seperti "money politics," turut memperkuat pola ini.

Upaya pemberantasan korupsi juga menghadapi tantangan dari rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas. Edukasi antikorupsi di berbagai tingkat pendidikan dan komunitas belum sepenuhnya efektif dalam membangun budaya antikorupsi. Padahal, peran masyarakat sangat penting sebagai pengawas dalam memastikan bahwa kebijakan publik dan dana negara digunakan sesuai tujuan. Tanpa kolaborasi yang erat antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, korupsi akan terus menjadi hambatan utama dalam mewujudkan tata kelola yang bersih dan berkeadilan di Indonesia.

Disisi lain, akibat korupsi yang terjadi selama ini telah menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan memperparah kesenjangan sosial. Akibatnya, masyarakat tidak dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan belum memperoleh hak-hak dasar mereka sebagai warga negara. Secara umum, korupsi telah merusak ketahanan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia.

Pemberantasan korupsi bukan hanya sekadar harapan atau tuntutan masyarakat, tetapi juga merupakan kebutuhan mendesak bagi negara ini untuk menghapus korupsi dari akar-akarnya. Oleh karena itu, penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi diharapkan mampu menekan angka kemiskinan dan pada akhirnya menghapusnya. Tujuan utama dari upaya ini adalah menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia yang selama ini terpuruk akibat maraknya praktik korupsi.

 

Analisis Kasus Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Dana APBD Daerah Manado No. 206.PK/PID.SUS/2011 atas Terdakwa Jimmy Rimba Rogi, S.Sos.

Jimmy Rimba Rogi, S.Sos. merupakan Walikota Manado terpilih pada periode 2005-2010. Pada awal masa jabatannya sekitar bulan Agustus 2005, Terdakwa memerintahkan Wenny Selfie Rolos selaku Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota Manado membuat Rekening baru pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Cabang Manado atas nama Pemerintah Kota Manado dengan nomor Rekening: 001.01.12.000009-4. Rekening baru dibuat untuk menyiapkan dana dari Kas Daerah Pemerintah Kota Manado. Dana yang akan disiapkan tersebut kemudian akan digunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa.

Setelah rekening bank tersebut dibuat, Terdakwa beberapa kali meminta Wenny Selfie Rolos untuk mengeluarkan uang dari Rekening Kas Daerah Pemerintah Kota Manado. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Wenny Selfie Rolos secara bertahap memindahkan dana dari Rekening Kas Daerah Pemerintah Kota Manado yang lama dengan nomor Rekening 001.01.12.000006-3 dan nomor Rekening 001.01.12.000005-6 pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara Cabang Manado, ke dalam Rekening Kas Daerah Pemerintah Kota Manado yang baru. Setelah uang berhasil dipindahkan, Wenny Selfie Rolos kemudian mencairkannya tanpa menggunakan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM). Hasil pencairan dana tersebut diserahkan kepada Terdakwa di Rumah Dinas Walikota Manado Jalan Lingkungan II Bumi Baringin Kecamatan Wenang Manado Sulawesi Utara.

Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang sejak bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Desember 2006. Dana tersebut seluruhnya berjumlah Rp47.133.075.000, (empat puluh tujuh miliar seratus tiga puluh tiga juta tujuh puluh lima ribu rupiah).

Pada waktu yang bersamaan, Terdakwa yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Manado (PERSMA), telah memerintahkan Wenny Selfie Rolos untuk mencairkan dana APBD Kota Manado Tahun Anggaran 2006 dengan alasan untuk bantuan kepada PERSMA. Serupa dengan modus sebelumnya, permintaan ini dipenuhi dengan cara mencairkan dana dari mata anggaran Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dalam APBD Kota Manado Tahun Anggaran 2006. Pencairan ini dilakukan dengan menerbitkan SPP dan SPM tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah dan dibuat atas nama staf bagian keuangan Sekretariat Pemerintah Kota Manado yang bukan sebagai pihak penerima atau bukan sebagai pengurus PERSMA. Setelah dana tersebut cair, Wenny Selfie Rolos menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa di Rumah Dinas Walikota Manado Jalan Lingkungan II Bumi Baringin Kecamatan Wenang Manado Sulawesi Utara.

Perbuatan ini juga dilakukan secara berulang-ulang sejak bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Desember 2006. Dana hasil pencairan dalam jangka waktu tersebut seluruhnya berjumlah Rp 13.204.000.000,00 (tiga belas miliar dua ratus empat juta rupiah).

Untuk mempersiapkan pertanggungjawaban pengeluaran dan penggunaan uang Kas Daerah Pemerintah Kota Manado, Terdakwa telah memerintahkan Wenny Selfie Rolos untuk membuatkan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban tersebut dibebankan pada Mata Anggaran Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Tahun Anggaran 2006, serta mata anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2007. Pertanggungjawaban tersebut dibuat seolah-olah untuk kegiatan Bantuan Bencana Alam, Pengamanan Pedagang Kaki Lima (PKL), Bantuan PERSMA dan Bantuan Tugas-tugas umum Pemerintahan. Pada kenyataannya, pertanggungjawaban tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya dan dibuat hanya untuk memenuhi formalitas pertanggungjawaban yang seolah-olah penggunaan uang tersebut sesuai dengan peruntukannya.

Selain Wenny Selfie Rolos, Terdakwa juga telah memerintahkan Meiske M. Goni selaku Bendahara Manado Tahun Anggaran 2007 dengan alasan sama, yakni untuk bantuan kepada PERSMA. Perintah ini dipenuhi dengan mencairkan dana dari mata anggaran Belanja Bantuan Sosial dalam APBD Kota Manado Tahun Anggaran 2007. Pencairan ini disertai adanya Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) tanpa dilengkapi dengan dokumen yang sah dan dibuat atas nama staf bagian keuangan Sekretariat Pemerintah Kota Manado yang bukan sebagai pihak penerima atau bukan sebagai pengurus PERSMA. Setelah cair, Meiske M. Goni menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa di Kantor Walikota Manado.

Perbuatan terdakwa bersama dengan Meiske M. Goni dilakukan sejak bulan Januari 2007 hingga Februari 2007. Jumlah pencairan ini seluruhnya sebesar Rp 8.500.000.000, (delapan miliar lima ratus juta rupiah).

Setelah menerima uang dari Wenny Selfie Rolos dan Meiske M. Goni tersebut, Terdakwa menggunakannya untuk kepentingan pribadi Terdakwa. Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan karena bukan untuk kepentingan kedinasan, ataupun tidak sesuai dengan peruntukannya dan dibagikan kepada orang lain sesuai kehendak Terdakwa.

Rangkaian perbuatan Terdakwa tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan Negara cq. Pemerintah Kota Manado sebesar Rp 68.837.075.000, (enam puluh delapan miliar delapan ratus tiga puluh tujuh juta tujuh puluh lima ribu rupiah). Jumlah tersebut telah sesuai dengan hasil perhitungan kerugian keuangan Negara yang dilakukan oleh Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Perhitungan kerugian ini dilakukan dengan melakukan Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara Atas Penggunaan Dana Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka Tahun Anggaran 2006 dan Belanja Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2007 pada Pemerintah Kota Manado.

Berdasarkan analisis pendekatan Klitgaard dan Bologna, apa penyebab utama korupsi dalam kasus ini?

Berdasarkan pendekatan Robert Klitgaard (CDMA):

  • Discretion (Keleluasaan/Kebebasan Bertindak): Walikota, sebagai pejabat publik, memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan daerah, yang mencakup pencairan dana dan pemindahan dana antar rekening. Terdakwa memanfaatkan kekuasaan ini dengan memberikan perintah untuk memindahkan dana tanpa prosedur yang benar dan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan adanya keleluasaan yang disalahgunakan dalam pengelolaan anggaran daerah.
  • Monopoly (Monopoli): Adanya monopoli pengambilan keputusan yang dimana  Walikota sebagai pimpinan daerah memiliki pengaruh yang besar dalam pengelolaan anggaran. Terdakwa tidak memberikan ruang bagi transparansi atau pengawasan yang memadai atas penggunaan anggaran. Hal ini memperkuat posisi monopolistiknya dalam memutuskan penggunaan dana, yang digunakan semata-mata untuk keuntungan pribadi dan bukan untuk kepentingan publik. Selain itu, keberadaan satu orang yang memiliki akses penuh terhadap pengelolaan keuangan daerah dan tidak ada pihak lain yang terlibat dalam proses pencairan juga memperburuk keadaan karena tidak ada kontrol yang memadai.
  • Accountability (Akuntabilitas): Tidak adanya akuntabilitas atas penggunaan dana karena terdakwa memerintahkan pembuatan laporan pertanggungjawaban palsu untuk mengesankan bahwa dana digunakan untuk kegiatan yang sah, seperti bantuan bencana alam atau pengamanan pedagang kaki lima, padahal dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, tidak ada pertanggungjawaban yang jelas atau transparansi dalam penggunaan dana publik, yang memperburuk tingkat akuntabilitas di pemerintahan daerah tersebut. Penyalahgunaan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik menunjukkan rendahnya tingkat akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah.

Berdasarkan pendekatan Jack Bologna (GONE)

  • Greed (Keserakahan): Tindak korupsi yang dilakukan oleh Jimmy Rimba Rogi jelas dipicu oleh keinginan untuk memanfaatkan dana milik negara untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, Terdakwa secara terang-terangan memanfaatkan posisi dan kekuasaannya sebagai Walikota Manado untuk mengalihkan dana dari kas daerah dan APBD kota ke rekening pribadi atau yang digunakan untuk kepentingannya. Penggunaan dana yang seharusnya untuk kepentingan publik digunakan untuk hal-hal pribadi dan kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti untuk kepentingan PERSMA yang dikelola oleh Terdakwa.
  • Opportunity (Kesempatan): Korupsi ini juga terjadi karena adanya kesempatan yang besar bagi Terdakwa untuk memanfaatkan sistem keuangan yang ada. Pembukaan rekening baru tanpa pengawasan yang ketat, pencairan dana tanpa prosedur yang benar (tanpa SPP dan SPM), serta pengaturan pertanggungjawaban yang palsu memberikan peluang yang luas bagi Terdakwa dan bawahannya untuk melakukan penyalahgunaan dana tanpa risiko besar untuk saat itu.
  • Needs (kebutuhan): Terdakwa mungkin merasa ada kebutuhan untuk mendanai kegiatan pribadi dan organisasi seperti PERSMA, yang pada gilirannya menjadi pembenaran bagi tindakannya. Meskipun alasan bantuan untuk PERSMA diberikan, namun dana tersebut pada akhirnya dipakai untuk tujuan pribadi, yang menunjukkan bahwa motif keserakahan lebih dominan daripada kebutuhan yang sah.
  • Expose (terungkap): meskipun dalam kasus ini, perbuatan tersebut tidak langsung terungkap. Keberhasilan pengungkapan kasus ini datang berkat proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memeriksa penghitungan kerugian negara.

 

Apa langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan?

  • Meningkatkan Pengawasan dan Kontrol Internal: yang dimana perlunya peningkatan sistem pengawasan internal pada lembaga pemerintah, terutama dalam hal pengelolaan dana negara. Selain itu, Pemeriksaan rutin terhadap transaksi keuangan dan aliran dana yang keluar dapat mengidentifikasi potensi penyalahgunaan lebih dini.
  • Penerapan Sistem Keuangan yang Transparan dan Akuntabel: Semua transaksi keuangan, terutama yang melibatkan dana publik, harus didokumentasikan dengan baik dan disertai dengan dokumen yang sah, seperti Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM). Sistem pengelolaan anggaran yang transparan dapat mengurangi celah untuk penyalahgunaan.
  • Pemantauan Pihak Independen: dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara lebih sering untuk memeriksa dan mengaudit penggunaan anggaran pemerintah. Audit yang lebih sering dan lebih mendalam dapat mengurangi peluang untuk manipulasi data dan penggunaan dana yang tidak sah.
  • Pemberian Sanksi yang Tegas: menetapkan sanksi yang lebih berat bagi pejabat pemerintah yang terlibat dalam penyalahgunaan anggaran, termasuk tindak pidana korupsi. Penegakan hukum yang tegas dan adil akan memberikan efek jera bagi pihak yang mencoba menyalahgunakan wewenang mereka. Salah satu cara efektif dalam kasus korupsi ini adalah melakukan penyitaan asset atau memiskinkan para koruptor.

Kesimpulan

Perubahan rezim dari Orde Lama hingga saat ini belum berhasil mengatasi masalah korupsi sesuai harapan. Setiap hari, kasus korupsi terus muncul di berita baik media cetak maupun elektronik. Meskipun banyak peraturan yang telah diterbitkan, serta lembaga yang menangani korupsi telah dibentuk, hasilnya tetap jauh dari yang diinginkan. Korupsi terus meningkat sehingga dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) karena sifatnya yang sistemik.

Korupsi bukanlah kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja, melainkan tindakan yang dilakukan dengan sengaja. Para pelaku kejahatan ini memahami bahwa perbuatannya salah dan mempelajari berbagai cara untuk menutupi kesalahan tersebut agar tidak diketahui orang lain. Bahkan ketika ada aturan baru, para koruptor cepat belajar bagaimana cara mengakali aturan tersebut, yang menyebabkan korupsi terus berlangsung.

Namun, penerapan pendekatan yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard dan Jack Bologna dalam menganalisis penyebab kasus korupsi di Indonesia memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mendasari praktik korupsi di negara ini. Kedua pendekatan tersebut menyoroti pentingnya faktor-faktor seperti kekuasaan yang tidak terkendali, rendahnya transparansi, serta kelemahan dalam sistem akuntabilitas yang dapat memicu perilaku koruptif.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, baik melalui kebijakan maupun pembentukan lembaga antikorupsi, korupsi tetap berlangsung karena adanya celah-celah sistemik yang dimanfaatkan oleh para pelaku. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini secara efektif, dibutuhkan reformasi yang menyeluruh dalam struktur pemerintahan dan penegakan hukum, serta kesadaran kolektif masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah terjadinya korupsi.

DAFTAR PUSTAKA 

Agus Wibowo, S. M., Dra. Ratnawati, M., Asri Reni Handayani, S. M., Zico Junius Fernando, S. M., Elizawarda, S. M., dr. Dina Indriyanti, M., . . . Yusuf Kurniadi, S. (2022). PENGETAHUAN DASAR ANTIKORUPSI DAN INTEGRITAS. Bandung: Media Sains Indonesia.

Asyrof, F. (2015). Ketepatan Dakwaan terhadap Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. In S. L. Choky R. Ramadhan, Anotasi Putusan Tindak Pidana Korupsi (pp. 33-66). Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Dr. Mangihut Siregar, M. (2023). AntiKorupsi. Surabaya: UWKS PRESS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun