Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

17 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   20:06 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teori GONE Dokpri Prof. Apollo

Berdasarkan analisis pendekatan Klitgaard dan Bologna, apa penyebab utama korupsi dalam kasus ini?

Berdasarkan pendekatan Robert Klitgaard (CDMA):

  • Discretion (Keleluasaan/Kebebasan Bertindak): Walikota, sebagai pejabat publik, memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan daerah, yang mencakup pencairan dana dan pemindahan dana antar rekening. Terdakwa memanfaatkan kekuasaan ini dengan memberikan perintah untuk memindahkan dana tanpa prosedur yang benar dan menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan adanya keleluasaan yang disalahgunakan dalam pengelolaan anggaran daerah.
  • Monopoly (Monopoli): Adanya monopoli pengambilan keputusan yang dimana  Walikota sebagai pimpinan daerah memiliki pengaruh yang besar dalam pengelolaan anggaran. Terdakwa tidak memberikan ruang bagi transparansi atau pengawasan yang memadai atas penggunaan anggaran. Hal ini memperkuat posisi monopolistiknya dalam memutuskan penggunaan dana, yang digunakan semata-mata untuk keuntungan pribadi dan bukan untuk kepentingan publik. Selain itu, keberadaan satu orang yang memiliki akses penuh terhadap pengelolaan keuangan daerah dan tidak ada pihak lain yang terlibat dalam proses pencairan juga memperburuk keadaan karena tidak ada kontrol yang memadai.
  • Accountability (Akuntabilitas): Tidak adanya akuntabilitas atas penggunaan dana karena terdakwa memerintahkan pembuatan laporan pertanggungjawaban palsu untuk mengesankan bahwa dana digunakan untuk kegiatan yang sah, seperti bantuan bencana alam atau pengamanan pedagang kaki lima, padahal dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, tidak ada pertanggungjawaban yang jelas atau transparansi dalam penggunaan dana publik, yang memperburuk tingkat akuntabilitas di pemerintahan daerah tersebut. Penyalahgunaan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik menunjukkan rendahnya tingkat akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah.

Berdasarkan pendekatan Jack Bologna (GONE)

  • Greed (Keserakahan): Tindak korupsi yang dilakukan oleh Jimmy Rimba Rogi jelas dipicu oleh keinginan untuk memanfaatkan dana milik negara untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, Terdakwa secara terang-terangan memanfaatkan posisi dan kekuasaannya sebagai Walikota Manado untuk mengalihkan dana dari kas daerah dan APBD kota ke rekening pribadi atau yang digunakan untuk kepentingannya. Penggunaan dana yang seharusnya untuk kepentingan publik digunakan untuk hal-hal pribadi dan kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti untuk kepentingan PERSMA yang dikelola oleh Terdakwa.
  • Opportunity (Kesempatan): Korupsi ini juga terjadi karena adanya kesempatan yang besar bagi Terdakwa untuk memanfaatkan sistem keuangan yang ada. Pembukaan rekening baru tanpa pengawasan yang ketat, pencairan dana tanpa prosedur yang benar (tanpa SPP dan SPM), serta pengaturan pertanggungjawaban yang palsu memberikan peluang yang luas bagi Terdakwa dan bawahannya untuk melakukan penyalahgunaan dana tanpa risiko besar untuk saat itu.
  • Needs (kebutuhan): Terdakwa mungkin merasa ada kebutuhan untuk mendanai kegiatan pribadi dan organisasi seperti PERSMA, yang pada gilirannya menjadi pembenaran bagi tindakannya. Meskipun alasan bantuan untuk PERSMA diberikan, namun dana tersebut pada akhirnya dipakai untuk tujuan pribadi, yang menunjukkan bahwa motif keserakahan lebih dominan daripada kebutuhan yang sah.
  • Expose (terungkap): meskipun dalam kasus ini, perbuatan tersebut tidak langsung terungkap. Keberhasilan pengungkapan kasus ini datang berkat proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memeriksa penghitungan kerugian negara.

 

Apa langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan?

  • Meningkatkan Pengawasan dan Kontrol Internal: yang dimana perlunya peningkatan sistem pengawasan internal pada lembaga pemerintah, terutama dalam hal pengelolaan dana negara. Selain itu, Pemeriksaan rutin terhadap transaksi keuangan dan aliran dana yang keluar dapat mengidentifikasi potensi penyalahgunaan lebih dini.
  • Penerapan Sistem Keuangan yang Transparan dan Akuntabel: Semua transaksi keuangan, terutama yang melibatkan dana publik, harus didokumentasikan dengan baik dan disertai dengan dokumen yang sah, seperti Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM). Sistem pengelolaan anggaran yang transparan dapat mengurangi celah untuk penyalahgunaan.
  • Pemantauan Pihak Independen: dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara lebih sering untuk memeriksa dan mengaudit penggunaan anggaran pemerintah. Audit yang lebih sering dan lebih mendalam dapat mengurangi peluang untuk manipulasi data dan penggunaan dana yang tidak sah.
  • Pemberian Sanksi yang Tegas: menetapkan sanksi yang lebih berat bagi pejabat pemerintah yang terlibat dalam penyalahgunaan anggaran, termasuk tindak pidana korupsi. Penegakan hukum yang tegas dan adil akan memberikan efek jera bagi pihak yang mencoba menyalahgunakan wewenang mereka. Salah satu cara efektif dalam kasus korupsi ini adalah melakukan penyitaan asset atau memiskinkan para koruptor.

Kesimpulan

Perubahan rezim dari Orde Lama hingga saat ini belum berhasil mengatasi masalah korupsi sesuai harapan. Setiap hari, kasus korupsi terus muncul di berita baik media cetak maupun elektronik. Meskipun banyak peraturan yang telah diterbitkan, serta lembaga yang menangani korupsi telah dibentuk, hasilnya tetap jauh dari yang diinginkan. Korupsi terus meningkat sehingga dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) karena sifatnya yang sistemik.

Korupsi bukanlah kesalahan yang dilakukan tanpa sengaja, melainkan tindakan yang dilakukan dengan sengaja. Para pelaku kejahatan ini memahami bahwa perbuatannya salah dan mempelajari berbagai cara untuk menutupi kesalahan tersebut agar tidak diketahui orang lain. Bahkan ketika ada aturan baru, para koruptor cepat belajar bagaimana cara mengakali aturan tersebut, yang menyebabkan korupsi terus berlangsung.

Namun, penerapan pendekatan yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard dan Jack Bologna dalam menganalisis penyebab kasus korupsi di Indonesia memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mendasari praktik korupsi di negara ini. Kedua pendekatan tersebut menyoroti pentingnya faktor-faktor seperti kekuasaan yang tidak terkendali, rendahnya transparansi, serta kelemahan dalam sistem akuntabilitas yang dapat memicu perilaku koruptif.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, baik melalui kebijakan maupun pembentukan lembaga antikorupsi, korupsi tetap berlangsung karena adanya celah-celah sistemik yang dimanfaatkan oleh para pelaku. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini secara efektif, dibutuhkan reformasi yang menyeluruh dalam struktur pemerintahan dan penegakan hukum, serta kesadaran kolektif masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah terjadinya korupsi.

DAFTAR PUSTAKA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun