Mohon tunggu...
Indri Mairani
Indri Mairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM: 43223010163 | Program Studi: S1 Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Universitas: Mercu Buana | Dosen: Prof.Dr.Apollo,M.Si.,AK.

Saya adalah seorang mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Mercu Buana Jakarta. Hobi yang saya gemari adalah membaca buku fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono

24 Oktober 2024   16:33 Diperbarui: 24 Oktober 2024   16:36 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Raden Mas Panji Sosrokartono adalah sosok pemimpin yang terkenal dengan gaya kepemimpinan humanis dan visioner. Sebagai seorang cendekiawan dan kakak dari R.A. Kartini,  R.M.P Sosrokartono tidak hanya dikenal karena kecerdasannya tetapi juga karena kepeduliannya terhadap masyarakat dan kemanusiaan. Dalam memimpin, ia menerapkan pendekatan yang mengutamakan nilai-nilai kebijaksanaan, empati, dan komunikasi terbuka, sehingga mampu membangun hubungan harmonis dengan orang-orang di sekitarnya. Gaya kepemimpinannya tidak hanya relevan di masa lalu tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi masa kini dalam mengembangkan kepemimpinan berbasis nilai dan integritas. Namun, apakah generasi saat ini mengenal Raden Mas Panji Sosrokartono?

Siapa Raden Mas Panji Sosrokartono?

Mungkin beberapa dari kita pasti akan tercenung dan kaget ketika mendengar bahwa R.M.P Sosrokartono adalah kakak kandung Raden Ajeng Kartini. Selain kakak kandung RA. Kartini, lelaki ningrat ini juga dikenal sebagai ahli kebatinan yang sangat dihormati di Kota Kembang.

R.M.P Sosrokartono Lahir di Pelemkerep, Mayong Jepara pada Rabu Pahing, 27 Rabiul Awwal 1297 H dan bertepatan dengan 10 April 1877 M. R.M.P Sosrokartono wafat pada 8 Februari 1952 diusia 75 tahun di Darussalam, Jalan Pungkur No.19 Bandung. Pada akhir hayatnya, beliau dimakamkan di Makam Keluarga Sedyo Luhur, Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus.

R.M.P Sosrokartono dikenal memiliki penampilan fisik yang menawan dan karismatik. Tubuhnya berperawakan indah dan proporsional, memancarkan pesona alami yang menarik perhatian banyak orang. memiliki perawakan yang indah, tampan, bola matanya tak berukuran besar agak sipit, sinar mata tajam, alis sedikit melengkung dengan bulu yang sedikit lebat, rambutnya hitam dan ikal, hidung mancung dan bibirnya tak tebal.

 R.M.P Sosrokartono merupakan adik kandung dari Boesono. Keduanya adalah kakak R.A Kartini, pahlawan emansipasi wanita yang setiap tanggal 21 April akan selalu dirayakan di seluruh pelosok Indonesia. Mereka adalah anak Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat saat periode 1880-1905 dari perkawinannya dengan Ngasirah. Ngasirah keturunan dari Nyai Hajah Siti dan Kiai Haji Madirono yang merupakan seorang guru agama di Desa Teluk Awur. Pasangan ini memiliki delapan anak.

Ibu Ngasirah hidup dan tumbuh di lingkungan Islam sekitar daerah Mantingan yang dulu menjadi pusat Islam di Jawa pada akhir dan awal abad 19-20 sehingga kurang lebihnya ibu Ngasirah adalah perempuan islam yang memiliki tradisi agama kuat. Melihat dari silsilah keluarga, dari dalam diri Sosrokartono sesungguhnya telah mengalir darah bangsawan sekaligus darah ulama. Sejak kecil beliau juga gencar diajari ilmu-ilmu agama.

R.M.P Sosrokartono besar dilingkungan ningrat yang menjunjungtinggi adat dan kebiasaan jawa. Beliau harus tunduk dihadapan Romo (ayah) dan kakak-kakaknya. Ia diajarkan bagaimana menjadi putra seorang ningrat, cara berperilaku, cara berjalan, hingga adab makan. Beliau dikenal sebagai pemuda yang santun, cakap serta berbudi pekerti. Selain itu, sopan santun diajarkan oleh ibunya sejak kecil. Sosrokartono sangat dihormati karena kecakapan, kepintaran, sikap, tuturkata dan perilakunya yang terpuji.

Bagaimana Latar Belakang Pendidikan Raden Mas Panji Sosrokartono?

Raden Mas Panji Sosrokartono, seorang tokoh intelektual dan jurnalis berpengaruh pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, dikenal tidak hanya melalui kepiawaiannya dalam berbagai bahasa, tetapi juga melalui gaya kepemimpinannya yang khas. Latar belakang pendidikan Sosrokartono berperan penting dalam membentuk kepribadian serta cara ia memimpin dan berinteraksi dengan berbagai kalangan.

R.M.P Sosrokartono terlahir dari keluarga bangsawan yang terbuka akan pentingnya sebuah pendidikan di masa mendatang. Pada tahun 1885, saat usia tujuh tahun beliau mengawali pendidikan formal milik pemerintahan Belanda di Europse Lagress School (ELS) Jepara yang merupakan sekolah rendah Belanda dan menyelesaikan pendidikan tahun 1892 dengan predikat nilai bahasa Belanda yang paling baik.

Dengan kemampuan berbahasa yang baik, beliau diterima dan melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS) di Semarang. Selama menjadi siswa Hogere Burger School (HBS) beliau ingin mempelajari tata kehidupan dan budaya bangsa Belanda, dengan cara tinggal bersama keluarga Belanda asli. Hingga akhirnya tahun 1987 berhasil lulus dengan nilai yang bagus secara menyeluruh.

Selama belajar di Semarang R.M.P Sosrokartono sangat gemar membaca bacaan yang berbobot seperti kitab-kitab Jawa kuno, kesutraan dan keagamaan, sastra Yunani, buku-buku negara Barat, dan menghafal syair-syair Virgilius yang saat itu terkenal dalam sastra latin klasik. Berkat kegemaran dan ketekunan ini mulai Nampak bakat dan kemampuan beliau dalam menguasai berbagai bahasa asing dengan cepat dan mudah.

Pada tahun 1897, beliau malanjutkan pendidikannya ke Belanda dan memilih program studi Teknik di Polytechnische School Delft. Namun, beliau hanya bertahan selama kurang lebih dua tahun karena merasa kurang cocok dan memutuskan untuk pindah pada tahun 1899 ke Universiteit Leiden, tepatnya di Faculteit der Latteren en Wijsbegeerte yaitu bisa disebut Fakultas Sastra dan Filsafat. Di universitas yang baru ini beliau mengambil Jurusan Bahasa dan Kesustraan Timur. Selain menuntut ilmu, beliau juga ikut andil dalam terbentuknya sebuah Organisasi Indische Vereneging (Perhimpunan Hindia).

Terhitung dalam waktu 6 bulan, beliau sudah mampu meguasai Bahasa Yunani dan Latin, sehingga lulus ujian negara di Universiteit Leiden. Tidak lama kemudian, beliau diangkat menjadi anggota "Instituut voor Land-en Volkenkunde" yaitu sebuah lembaga yang mempelajari dan meneliti kebudayaan suku bangsa Nusantara.

Fakta menarik, R.M.P Sosrokartono merupakan sarjana Indonesia pertama tamatan Universiteit Leiden yang lulus pada Docterandus in de Oustersche Talen karena beliau telah mengembara di Eropa selama 28 tahun untuk melihat dan menghayati kehidupan tingkat tinggi di kancah Internasional. Beliau dikenal sebagai seorang poligot atau "telen wonder" yang jika diartikan orang ajaib dalam bahasa, yang menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara.

Setelah menempuh pendidikan di Eropa, ia mengembangkan wawasan luas dan sikap kepemimpinan yang berorientasi pada kebijaksanaan dan kemanusiaan. Dengan pengalaman dan kecerdasannya, Sosrokartono mampu menyinergikan nilai-nilai lokal dan pemikiran modern, menjadikannya panutan dalam berbagai lingkungan sosial dan profesional.

Namun, Prof. Dr. H. Kern dan para ahli Psychiatrie dan Hypnose di Janewa menyatakan daya pesoonalijke magneetisme yang sangat besar sekali. Mendengar hal ini, R.M.P Sosrokartono merenungkan dirinya dan memutuskan pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di Universiteit Sorbonne Paris dengan usulan disertasi berjudul De Middel Javaanse Taal. Di titik inilah pendidikan terakhir beliau sebelum kembali ke Indonesia pada tahun 1925.

R.M.P Sosrokartono merupakan putra Indonesia tulen yang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Sebuah keistimewaan yang dimana presiden Republik Indonesia ke-1 Ir. Soekarno memberikan gelar kepada beliau sebagai putra bangsa Indonesia yang besar, sebagai teladan bagi masyarakat Indonesia.

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Apa saja kontribusi Raden Mas Panji Sosrokartono di berbagai bidang?

  • Perjuangan di Luar Negeri

Sejak 1897, R.M.P Sosrokartono sudah mengembara ke Eropa. Beliau bergaul dengan kalangan intelektual dan bangsawan yang ada di Delft, Belanda. Setelah itu, pindah dan menempuh pendidikan di Universitas Leiden dan bergaul dengan kalangan bangsawan Eropa. Setelah beliau menyelesaikan studi di Universitas Leiden, pada tahun 1917, beliau terpilih menjadi wartawan perang dunia I di Amerika Serikat.

Saat menjadi wartawan, beliau sangat terkenal, terhormat, dan terpercaya karena kemampuan kecakapan, kecekatan, keberanian, dan ketenangan dalam menghadapi bahaya maut dan kewaskitaannya. Dalam memperlancar misi dan tugasnya beliau dianugrahkan pangkat Mayor oleh pemerintah Amerika Serikat. Selain itu, kaum bangsawan belanda juga menjuluki R.M.P Sosrokartono sebagai Pangerang dari Tanah Jawa. Seperti kita telah ketahui, bahwa R.M.P Sosrokartono merupakan kakak dari R.A. Kartini.

Sebelumnya, beliau pernah mengembara ke beberapa negara. Setelah itu, beliau juga pernah menjadi staf Kedutaan Besar Prancis di Den Haag, bahkan sempat menjadi penerjemah untuk Liga Bangsa-Bangsa. Selama 29 tahun, beliau lebih dikenal sebagai seorang intelektual yang disegani oleh bangsa Eropa. Beliau kerap dipanggil dengan sebutan De Javanese Prins (Pangeran dari Tanah Jawa) atau De Mooie Sos (Sos yang Tampan).

R.M.P Sosrokartono tidak pernah diam. Bahkan, saat di Belanda saja beliau menjadi koresponden liputan Perang Dunia I untuk koran The New York Herald. Sebelum masuk ke kancah perang, beliau menerima pangkat mayor dari tantara Sekutu. Tetapi, sangat disayangkan beliau menolak untuk dipersenjatai. Di sisi lain, salah satu keberhasilan yang dilakukan saat menjadi wartawan adalah beliau berhasil memuat hasil perjanjian rahasia antara tantara Jerman yang menyerah dengan tantara Perancis yang saat itu menang perang.

Pada tahun 1920 terbentuklah sebuah organisasi bernama Liga Bangsa-Bangsa yang bekedudukan di kota Ganeva (Swiss). Saat itu R.M.P Sosrokartono terpilih menjadi ketua Juru Bahasa di Lembaga Liga Bangsa-Bangsa karena kepiawaiannya dan berbicara 26 macam bahasa, yang dimana 17 macam bahasa-bahasa Eropa dan 9 macam bahasa-bahasa ketimuran.

Salah satu yang membuat semua orang kagum dengan R.M.P Sosrokartono adalah beliau mampu dengan intelektual menguasai sebanyak 26 bahasa asing, hal ini yang membuat beliau mudah diterima oleh kalangan elite di Belanda, Belgia, Autria, dan Prancis. Berikut beberapa bahasa yang dikuasai beliau, seperti bahasa Inggris, Belanda, India, Cina, Jepang, Arab, Sansekerta, Rusia, Yunani, Latin, Basken, dll. Dengan kemampuan kecakapan berbahasa ini, beliau memberanikan diri menemui Gubernur Jenderal W. Rooseboom pada 14 Agustus 1899 dan meminta untuk benar-benar memperhatikan pendidikan dan pengajaran kaum pribumi di Hindia Belanda.

R.M.P Sosrokartono juga pernah diundang oleh dosen pembimbing di Universitas Leiden untuk menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa dan Sastra Belanda ke-25 di Gent, Belgia, pada September 1899. Pada hal ini beliau membahas hak-hak kaum pribumi di Hindia Belanda yang tidak dipenuhi oleh pemerintah jajahan. Maksudnya, pemerintah jajahan harus mengajarkan bahasa Belanda dan bahasa Internasional kepada kaum pribumi, karena hal ini bertujuan untuk mempertahankan kemulian tradisi dan harga diri pribumi.

Pada tahun 1908 R.M.P Sosrokartono juga pernah menjadi pendiri sebuah asosiasi bernama Indische Vereeniging yang dibentuk oleh para mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda sebagai titik awal dari kebangkitan nasioanal Indonesia. Berdasarkan fakta-fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa pergerakan bangsa Indonesia berlangsung parallel dengan perjuangan yang dipelopori para mahasiswa di Eropa. Asosiasi ini sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun, sejak tahun 1925 ada perganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia.

  • Perjuangan di dalam Negeri

Setelah 29 tahun pada 1926, akhirnya R.M.P Sosrokartono memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan mendirikan sekolah dan perpustakaan yang dimana hal ini dicita-citakan mendiang sang adik, R.A Kartini. Namun, kepulangannya ini membuat beliau kecewa, karena ada tuduhan atau fitnah yang menyatakan bahwa R.M.P Sosrokartono termasuk sebagai bagian penganut paham komunis. Beliau kemudian memilih mendirikan perpustakaan "Panti Sastra" di Tegal bersama sang adik, R.A Kardinah.

Pada tahun 1927, Perguruan Taman Siswa mendirikan "National Middelbare School" di Bandung dan R.M.P Sosrokartono terpilih sebagai Direktur pertama Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (M.U.L.O). Para gurunya saat itu seperti, Ir. Soekarno, Dr. Samsi, M.r. Soenarjo, Soewandi, Mr. Oesman Sastromidjojo, dan Iskandar Kertomenggolo. Selain itu, beliau juga menjadi pelopor Pergerakan Nasional Indonesia (PNI).

Pada saat yang bersamaan, beliau menyaksikan orang-orang kelaparan dan diserang berbagai macam penyakit. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk menjalankan laku puasa bertahun-tahun untuk merasakan apa yang diderita oleh saudara-saudaranya. Sekitar tahun 1930 beliau membuka Pondok Darussalam sebagai rumah pengobatan di Bandung dan menetap disana.

Media tempo telah menelusuri jejak sang intelektual dan spritualis ini dari informasi orang-orang yang pernah besinggungan dengan R.M.P Sosrokartono. Selain itu, informasi berbagai bukunya, termasuk surat-surat Kartini dan adik-adiknya, serta dari naskah yang memuat pidato yang pernah beliau sampaikan saat menjadi mahasiswa dan hal ini tersimpan abadi di Leiden.

Salah satu bukti berharga untuk R.M.P Sosrokartono adalah foto hitam putih seukuran kartu pos itu masih beliau simpan rapi. Pada saat itu Kartini Pudjiarto masih berusia delapan tahun. Beliau bersama ibunya R.A Siti Hadiwiti dan kakeknya PAA Sosro Boesono bersama R.M.P Sosrokartono di rumah pengobatan Pondok Darussalam di Jalan Pungkur 7, Bandung, milik Sosrokartono. Foto yang menjadi koleksi tak ternilai Kartini Pudjiarto itu di potret pada tahun 1950, dua tahun menjelang R.M.P Sosrokartono wafat.

Meski mengalami fisik yang separuh lumpuh sejak tahun 1942, R.M.P Sosrokartono masih menerima ratusan tamu yang datang dengan berbagai kepentingan, mulai dari sekedar meminta nasihat, belajar bahasa asing, hingga mengobati berbagai macam penyakit. Biasanya pada setiap ada yang melakukan pengobatan, beliau akan memberikan air putih dan secarik kertas bertulisan huruf alif (singkatan dari Allah) kepada pasiennya.

Adapun secarik kertas yang berisi nasihat "Sugih tanpa banda/Digdaya tanpa aji/Nglurug tanpa bala/Menang tanpa ngasorake" yang artinya (Kaya tanpa harta/Sakti tanpa azimat/Menyerbu tanpa pasukan/Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan). Kertas peninggalan ini ditempel di dinding. Selain itu, tongkat jatah warisan keluarga R.M.P Sosrokartono disimpan dengan baik oleh pihak keluarga. Air putih, huruf alif, nasihat-nasihat hidup yang beliau tulis dalam bahasa Jawa, dan laku puasa berhari-hari adalah bagian dari "wajah mistik" R.M.P Sosrokartono.

Rumah pengobatan Pondok Darussalam milik R.M.P Sosrokartono merupakan rumah panggung yang terbuat dari kayu dengan dinding bamboo. Rumah itu dibangun dengan bentuk memanjang seperti huruf L, sepanjang Jalan Pungkur. Bangunan ini berada tepat di depan terminal angkutan kota Kebun Kelapa. Namun, kini bangunan tersebut sudah tidak berfungsi lagi dan sudah berganti pemilik dengan memakai nomor rumah sejak tahun 1960-an.

Diketahui dari informasi yang beredar, dulu pengobatan Pondok Darussalam tidak pernah sepi. Selalu ada tamu yang dating mulai dari orang belanda, pribumi, dan cina peranakan. Bahkan presiden RI-1 Bapak Ir. Soekarno juga pernah mengunjungi tempat pengobatan R.M.P Sosrokartono. Saat itu, Bung Karno diberi secarik kertas putih seukuran prangko yang bertulis Alif dan kemudian diselipkan ke dalam peci Ir. Soekarno.

Selain itu, Pondok Darussalam juga menjadi sebuah perpustakaan. Buku-buku yang terdapat disana berasal dari dua orang insinyur perusahaan kereta api Staats Spoorwegen, tiga orang partikelir bangsa Belanda, dua orang wanita Belanda, tiga orang Jawa, dan seorang Tionghoa. Adapun semboyan yang diberikan "Tanpo rupo tanpo sworo", yang berarti tidak berwarna, tiada perbedaan, dan tiada perbedaan.

Pondok Darussalam juga menjadi tempat pertemuan tokoh-tokoh pergerakan Bangsa untuk Menyusun, menata, dan menghimpun strategi kekuatan. Hampir setiap malam hari R.M.P Sosrokartono bersama tokoh-tokoh spiritual yang bergabung dalam baris pendam, berkumpul untuk menciptakan starategi menghadapi kaum kolonialis Belanda. Biasanya setiap pukul 24.00 sampai dengan 03.00, di ruang tengah wisma juga digelar acara wungon yang disampaikan dalam bentuk wejangan dan pitutur luhur untuk mewujudkan kesempurnaan hidup, ketenangan jiwa dalam mengolah batin dan rasa manusia dengan beberapa sahabatnya.

Seperampat abad sisa umurnya, beliau ditambatkan sebagai seorang spiritualis. Hal ini karena Pramoedya Anantara Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja (Hasta Mitra, Jakarta1997) yang menggambarkan kelebihan R.M.P Sosrokartono sebagai spiritualis. Pada tahun 1930-an Pram mengutip kesaksiaan seorang dokter Belanda di Rs Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta). Saat itu beliau menyaksikan R.M.P Sosrokartono menyembuhkan wanita melahirkan yang dimana menurut para dokter tidak akan tertolong lagi nyawa sang ibu dan anak itu. Namun, berkat R.M.P Sosrokartono wanita tersebut dapat sembuh setelah minum air putih yang beliau berikan.

Hal unik selanjutnya yang ada di diri R.M.P Sosrokartono menurut Suyatini Ganie, cucu dari R.A Sulastri Tjokrohadi Sosro, kakek seayah R.M.P Sosrokartono adalah beliau dinilai sebagai orang yang mudah sekali menebak pikiran orang. Menurut Sutayini, R.M.P cenderung menyendiri, jauh di Bandung, dibanding berkumpul dengan keluarga yang berada di Jawa Tengah.

Setelah tahun 1952 tepatnya saat R.M.P Sosrokartono meninggal dunia, para pengikut beliau membuat sebuah Yayasan Sosrokartanan yang berdiri pada 19 Mei 1963. Dalam pertumbuhan dan perkembangan Yayasan Sosrokartanan dibuatkan arti, maksud dan tujuan untuk mempelajari, memahami, menghayati, mengamalkan, dan memuliakan R.M.P Sosrokartono.

Namun, saat ini Yayasan Sosrokartanan berubah nama menjadi Paguyuban Sosrokartanan yang secara organisatoris mempunyai tanggung jawab, hak, dan kewajiban yang sama seperti kelompok-kelompok lain dalam tata kelembagaannya. Tetapi, paguyuban ini selalu menyelenggarakan pertemuan rutin setiap hari lahir R.M.P Sosrokartono pada rabu pahing, serta mendoakan beberapa karya-karya yang dinamakan Renungan Rebo Pahing.

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

 

Apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dan mengapa berkaitan dengan R.M. Panji Sosrokartono?

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara sendiri. Dalam dunia kehidupan, manusia selalu berinteraksi dengan sesama dan lingkungan. Pada hakikatnya, manusia hidup secara berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok memanglah tidak mudah. Hal yang harus diciptakan dalam kehidupan yang harmonis adalah anggota kelompok yang saling menghormati dan menghargai.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia dianugerahkan kemampuan untuk berpikir dan memilih mana yang baik atau yang buruk. Dalam hal ini, kehidupan sosial manusia harusnya perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah kehidupan di dunia ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya sumber daya yang berjiwa kepemimpinan, paling tidak mampu memimpin dirinya sendiri.

Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan memotivasi orang lain melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikutnya untuk mencapai tujuan, dan mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Berbeda dengan kekuasaan yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya.

Dalam konteks kepemimpinan yang ditunjukkan oleh R.M.P Sosrokartono membuktikan bahwa seorang pemimpin tidak selalu harus menempati posisi formal atau memiliki kekuasaan struktural untuk memberikan pengaruh yang signifikan. Melalui kepribadiannya yang kharismatik dan berbasis pada nilai-nilai moral serta pengabdian tulus kepada masyarakat, beliau menghadirkan cara kepemimpinan yang efektif tanpa mengandalkan otoritas formal. Kharisma yang ia miliki terpancar dari ketulusannya dalam melayani, sedangkan moralitasnya terlihat dalam keputusan-keputusan yang selalu mempertimbangkan kebaikan bersama.

 Pengabdian yang ia lakukan tidak hanya terbatas pada membantu individu-individu di sekitarnya, tetapi juga mencakup peran lebih luas sebagai seorang penyembuh spiritual yang bekerja tanpa pamrih demi kesejahteraan orang lain. Gaya kepemimpinan seperti ini masih sangat relevan hingga masa kini, terutama dalam era ketika masyarakat semakin membutuhkan pemimpin yang mampu memberdayakan orang-orang di sekitarnya dan fokus pada kesejahteraan bersama.

Di tengah berbagai tantangan global dan sosial, pendekatan kepemimpinan berbasis pelayanan dan pemberdayaan yang dicontohkan oleh R.M.P Sosrokartono menjadi inspirasi penting bagi para pemimpin masa kini yang ingin membawa perubahan positif. Dengan demikian, integritas yang kuat, pelayanan tanpa pamrih, dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan menjadi fondasi penting bagi setiap pemimpin yang bercita-cita memberikan dampak nyata bagi komunitasnya dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Bagaimana pandangan ajaran Adiluhung Raden Mas Panji Sosrokartono?

R.M.P Sosrokartono adalah sosok intelektual dan spiritualis yang unik dalam sejarah Indonesia. Beliau dikenal dengan pandangan moral dan ajaran hidup yang disebut sebagai "adi luhung" atau tinggi budi pekerti, yang menekankan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan dan sesama makhluk hidup. Pandangan ini tidak hanya berakar pada prinsip etis tetapi juga mencerminkan cara hidup yang dijalankannya sendiri.

Melalui filsafatnya, R.M.P Sosrokartono menekankan bahwa pendidikan adalah pintu kemajuan dan setiap manusia memiliki potensi untuk bermanfaat bagi orang lain. Ini juga sejalan dengan visi adiknya, Kartini, dalam memperjuangkan emansipasi pendidikan bagi perempuan dan masyarakat Indonesia. R.M.P Sosrokartono adalah contoh bahwa spiritualitas tidak harus bertentangan dengan rasionalitas, dan justru bisa menjadi landasan untuk kehidupan yang seimbang dan penuh makna.

Pandangan adi luhung ini mencerminkan nilai-nilai luhur yang masih relevan hingga kini, terutama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan penuh empati. Beliau adalah sosok inspiratif yang tidak hanya dikenal karena kepintarannya, tetapi juga atas komitmen kuatnya dalam melayani sesama dan menebarkan kebaikan dalam setiap tindakan. Berikut ini pandangan ajaran Adiluhung oleh R.M.P Sosrokartono:

  • Ilmu Catur Murti

Dapat diartikan konsep kebijaksanaan hidup yang dijadikan pedoman oleh Raden Mas Panji (R.M.P) Sosrokartono dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Prinsip ini menekankan pentingnya keselarasan antara pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan sebagai fondasi untuk mencapai ketenangan batin dan harmoni dalam kehidupan sosial. Secara harfiah, "catur" berarti empat, dan "murti" dapat diartikan sebagai wujud atau aspek, sehingga Ilmu Catur Murti mengacu pada empat elemen utama yang harus selaras dalam diri manusia. Sosrokartono, yang dikenal sebagai seorang intelektual sekaligus spiritualis, percaya bahwa manusia akan mencapai keseimbangan dan kebahagiaan sejati ketika keempat aspek ini dapat berjalan beriringan tanpa ada kontradiksi. 

Dalam konsep ini, pikiran yang benar harus menjadi landasan utama karena pikiran adalah awal dari setiap keputusan dan tindakan. Ketika pikiran seseorang jernih dan terarah pada kebenaran, maka perasaan atau hati nurani akan terpengaruh secara positif, menghasilkan sikap batin yang tulus dan penuh kasih. Selanjutnya, pikiran dan perasaan yang baik akan tercermin dalam perkataan yang bijak, jujur, dan tidak menyakiti.

Ilmu Catur Murti bukan sekadar teori filosofis, melainkan pedoman praktis yang menuntun manusia agar selalu introspektif dan konsisten antara apa yang dipikirkan, dirasakan, diucapkan, dan dilakukan. Dalam menjalankannya, diperlukan pengendalian diri serta latihan spiritual agar tidak mudah terbawa emosi atau godaan duniawi. Beliau juga menekankan pentingnya kepekaan terhadap nilai-nilai luhur, seperti kebenaran, ketulusan, dan ketenangan, yang harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam tindakan sehari-hari. Melalui Catur Murti, manusia diharapkan dapat mencapai keharmonisan batin dan berperan sebagai individu yang membawa kedamaian bagi diri sendiri serta lingkungan.

  • Sang Alif

Dalam hal ini, R.M.P Sosrokartono menekankan bahwa pikiran yang benar akan menghasilkan perasaan, perkataan, dan perbuatan yang benar pula. Integrasi dari ketiga aspek ini menciptakan keselarasan batin, sehingga seseorang dapat hidup selaras dengan diri sendiri, sesama, alam, dan Tuhan. Pikiran yang jernih dan murni menjadi dasar dari setiap langkah yang diambil, yang kemudian tercermin dalam perasaan yang tulus, perkataan yang jujur, dan tindakan yang bijaksana. Ini bukan hanya tentang keseimbangan internal, tetapi juga tentang bagaimana seseorang menjalani kehidupan untuk mencapai harmoni dan memberikan manfaat kepada kehidupan yang lebih luas.

R.M.P Sosrokartono kemudian mengembangkan ajarannya lebih lanjut dengan konsep empat kategori Alif, yaitu simbolisme warna yang menggambarkan perjalanan manusia dalam mencapai tingkat kesadaran tertinggi menjadi pribadi yang "ngawulo dateng kawulaning Gusti lan memayu hayuning urip", atau manusia yang mengabdi kepada Tuhan dan berperan dalam menjaga serta memperbaiki keindahan hidup di dunia.

  • Tirta Husada

Dalam hal ini membahas mengenai konsep pengobatan yang diperkenalkan oleh R.M.P Sosrokartono, di mana air berperan sebagai media penyembuhan bagi segala macam penyakit, baik fisik maupun psikologis. Secara harfiah, "tirta" berarti air suci, sedangkan "husada" berarti obat atau penyembuhan, sehingga Tirta Husada mengandung makna bahwa air bukan hanya sekadar elemen alami, tetapi juga memiliki kekuatan spiritual untuk membersihkan, menyucikan, dan menyembuhkan.

Dalam ajarannya, R.M.P Sosrokartono meyakini bahwa air, ketika diberkati dengan doa dan niat baik, dapat menjadi sarana purifikasi atau membersihkan tubuh dari penyakit fisik sekaligus membebaskan jiwa dari beban mental dan emosional. Air tidak hanya memiliki manfaat fungsional, tetapi juga berperan sebagai medium yang mampu menyalurkan energi positif dan niat penyembuhan dari pemberi kepada penerima.

Ketika seorang pasien datang kepadanya untuk meminta pertolongan, langkah pertama yang dilakukan Sosrokartono adalah memberikan segelas air yang telah didoakan. Bagi beliau, doa merupakan kunci untuk mengubah air biasa menjadi Tirta Husada, karena melalui doa tersebut, terkandung niat tulus untuk menyembuhkan dan membawa kedamaian bagi jiwa dan raga si pasien.

Doa yang dipanjatkan bertujuan tidak hanya untuk meminta campur tangan Tuhan dalam proses penyembuhan, tetapi juga untuk memfokuskan energi positif kepada pasien agar mereka bisa melepaskan beban emosional yang menekan. Dengan demikian, proses penyembuhan menjadi holistik, mencakup dimensi fisik, mental, dan spiritual. Beliau memahami bahwa penyakit bukan hanya persoalan jasmani tetapi sering kali juga berkaitan dengan ketidakseimbangan psikologis atau tekanan batin yang harus dilepaskan agar tubuh dan jiwa bisa pulih.

Konsep Tirta Husada ini juga mengandung pesan filosofis yang mendalam, yaitu bahwa alam menyediakan semua yang diperlukan manusia untuk hidup sehat dan harmonis. Air, sebagai salah satu elemen alam paling dasar, tidak hanya memberi kehidupan tetapi juga menawarkan penyembuhan, asalkan manusia tahu bagaimana menghargai dan memanfaatkannya dengan penuh kesadaran. Sosrokartono mengajarkan bahwa penyembuhan sejati adalah proses yang dimulai dari dalam diri dari niat yang tulus, pikiran yang jernih, serta keyakinan dalam kekuatan Tuhan dan alam. Tirta Husada menjadi cerminan dari prinsip bahwa kesederhanaan, ketika dipadukan dengan niat yang murni dan doa yang tulus, bisa menjadi jalan menuju kesembuhan yang hakiki.

  • Ilmu Kantong Bolong

Dalam konsep ini membahas ajaran filosofis yang mengajarkan prinsip pengabdian diri kepada Tuhan dengan cara hidup yang penuh cinta, kasih sayang, dan tolong-menolong tanpa pamrih. Konsep ini berasal dari pemikiran R.M.P Sosrokartono yang menekankan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah menjadi pribadi yang ikhlas dalam berbuat baik, tidak terikat pada keuntungan pribadi, dan sepenuhnya mencari ridha Ilahi.

Istilah "kantong bolong" menggambarkan simbol kedermawanan tanpa batas, yaitu memberikan dengan tulus tanpa menghitung-hitung atau mengharapkan balasan. Seseorang yang menjalankan Ilmu Kantong Bolong selalu siap menolong sesama tanpa mempedulikan waktu, tenaga, atau kondisi pribadinya karena apa pun yang ada dalam dirinya hanyalah titipan Tuhan yang harus mengalir untuk kebaikan bersama.

Ajaran ini juga mengajarkan bahwa tolong-menolong harus dilakukan dengan spontan, tanpa banyak pertimbangan atau kalkulasi pribadi. Frasa "ora nganggo wayah wadhuk mikir" berarti bahwa kebaikan harus dilakukan tanpa perlu menunggu waktu atau kesempatan tertentu. Bantuan diberikan bukan karena perhitungan untung-rugi, tetapi karena panggilan nurani yang sadar bahwa setiap manusia saling membutuhkan.

Dalam Ilmu Kantong Bolong, pengorbanan tidak dianggap sebagai beban, melainkan sebagai bentuk kebahagiaan karena telah berperan dalam kehidupan orang lain. Ajaran ini mengajak manusia untuk tidak merasa kepemilikan atas apa yang ada padanya sebagai hak mutlak, tetapi sebagai anugerah yang harus dibagikan dengan penuh kerelaan.

  • Sugih Tanpa Bandha (Kaya Tanpa Harta Benda)

filosofi hidup dalam budaya Jawa yang mengajarkan bahwa kekayaan sejati tidak diukur dari harta benda atau materi, melainkan dari ketenangan batin, rasa syukur, dan kebesaran jiwa. Prinsip ini menjadi pengingat (papeling) bagi setiap individu agar tidak terjebak dalam keserakahan atau ambisi berlebih terhadap duniawi, melainkan lebih berfokus pada nilai-nilai kebahagiaan hakiki yang datang dari dalam diri.

Dengan menerapkan sugih tanpa bandha, seseorang diajarkan untuk merasa cukup dan bersyukur atas apa yang dimiliki, tidak mudah merasa kekurangan, dan selalu menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana. Hal ini menciptakan ketenangan jiwa, rasa aman, dan jiwa yang besar, karena tidak ada beban pikiran yang timbul akibat keinginan akan sesuatu yang berlebihan.

Filosofi ini juga mengajak untuk lebih menghargai hubungan sosial, kebajikan, dan makna spiritual daripada sekadar mengejar kekayaan materi. Dalam kehidupan sehari-hari, sugih tanpa bandha berarti mampu menerima kondisi hidup dengan lapang dada, tanpa iri hati atau merasa rendah diri, sehingga hidup menjadi lebih damai dan bermakna.

  • Digdaya Tanpa Aji (Sakti tanpa Ajimat)

Dalam hal ini konsep spiritual dalam budaya Jawa yang menekankan bahwa kekuatan sejati tidak berasal dari ajimat, ilmu kanuragan, atau kesaktian fisik, melainkan dari tekad, tawakal, dan doa yang tulus kepada Tuhan. Filosofi ini mengajarkan bahwa kekuatan rohani dan keyakinan dalam kuasa Ilahi lebih ampuh daripada sekadar mengandalkan benda-benda atau ajian tertentu.

Ungkapan ini dikenal melalui ajaran R.M.P Sosrokartono, yang berkata, "Tanpa aji, tanpa ilmu, kula boten gadhah ajrih, sebab payung kula Gusti kula, tameng kula inggih Gusti kula". Kalimat tersebut mengandung makna mendalam bahwa meskipun seseorang tidak memiliki ajian atau ilmu kesaktian, ia tidak akan merasa takut, karena perlindungannya sepenuhnya bergantung kepada Tuhan.

Dengan mengamalkan digdaya tanpa aji, seseorang dilatih untuk memiliki jiwa yang kuat dan percaya diri, bukan karena senjata atau ilmu luar, tetapi karena keyakinan batinnya yang kokoh dan ketulusan dalam mengandalkan Tuhan sebagai pelindung utama. Filosofi ini menekankan pentingnya keberanian yang lahir dari hati yang berserah, ikhlas, dan yakin bahwa kekuatan sejati ada dalam kekuasaan Tuhan, bukan pada benda duniawi.

  • Nglurug Tanpa Bala (Menyerang Tanpa Balatentara)

Dalam konsep ini, falsafah hidup yang mengajarkan keberanian dan keteguhan dalam menghadapi tantangan tanpa bergantung pada bantuan atau dukungan besar dari orang lain. Ungkapan ini memiliki makna mendalam, yakni seseorang harus berani "menyerang" atau mengatasi masalah dan rintangan dengan kekuatan, kemampuan, serta usaha pribadi. Dalam konteks kehidupan, falsafah ini menekankan pentingnya kemandirian dan keteguhan hati dalam berkarya atau berjuang, tanpa mengandalkan kekuatan eksternal seperti pasukan besar atau sokongan massa. Filosofi ini mengajak setiap individu untuk mengembangkan disiplin, ketekunan, dan kekuatan batin agar mampu menghadapi persoalan dengan berani dan percaya diri.

  • Menang Tanpa Ngasorake (Menang Tanpa Merendahkan)

Dalam hal ini filosofi luhur dalam budaya Jawa yang mengajarkan tentang kemenangan yang bermartabat, di mana keberhasilan tidak dicapai dengan merendahkan, mempermalukan, atau menyakiti orang lain. Prinsip ini mengajarkan bahwa kemenangan sejati tidak hanya dilihat dari hasil akhir, tetapi juga dari cara mencapainya yakni dengan menjaga sikap rendah hati, menghormati lawan, dan tidak menumbuhkan kebencian.

Seorang pemenang sejati menurut falsafah ini bukanlah orang yang sombong atau merasa lebih unggul, melainkan seseorang yang mampu mengendalikan diri, menghormati perasaan orang lain, dan menciptakan harmoni dalam hubungan sosial. Filosofi ini juga mengingatkan agar setiap orang selalu bersyukur dan sadar bahwa keberhasilan adalah anugerah, bukan alat untuk menguasai atau menekan orang lain.

  • Trimah Mawi Pasrah (Menerima dengan Pasrah)

Dalam konsep ini falsafah hidup dalam budaya Jawa yang mengajarkan tentang pentingnya sikap ikhlas dan kepasrahan dalam menerima segala peristiwa yang terjadi, baik suka maupun duka. Falsafah ini menekankan bahwa untuk mencapai ketenangan batin, seseorang harus belajar melepaskan keterikatan pada masa lalu dan menerima kenyataan dengan hati yang lapang. Sikap trimah mengajarkan ikhlas dalam menerima apa pun yang telah terjadi tanpa penyesalan, sedangkan pasrah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan setelah melakukan usaha terbaik. Dengan demikian, konsep ini menjadi kunci untuk mencapai ketentraman jiwa dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan.

Dengan mengamalkan trimah mawi pasrah, seseorang akan lebih mudah menemukan kedamaian di tengah ketidakpastian hidup, karena ia tidak lagi terikat pada keinginan untuk selalu mengontrol hasil atau memaksakan kehendaknya. Falsafah ini tidak berarti pasif atau menyerah begitu saja pada nasib, melainkan mengajarkan keseimbangan antara usaha dan penerimaan. Setelah berusaha dengan sebaik-baiknya, seseorang diajak untuk tidak larut dalam kekecewaan bila hasilnya tidak sesuai harapan, melainkan percaya bahwa ada hikmah di balik setiap kejadian dan Tuhan selalu memiliki rencana terbaik.

Mengapa gaya kepemimpinan Sosrokartono relevan dan patut dipelajari hingga kini?

R.M.P Sosrokartono, kakak dari R.A. Kartini, adalah sosok pemimpin yang memiliki pandangan hidup unik dan relevan hingga kini. Beliau dikenal sebagai intelektual, jurnalis, serta ahli bahasa yang menguasai lebih dari 20 bahasa asing. Gaya kepemimpinannya berakar pada kearifan lokal, kebijaksanaan spiritual, dan sikap rendah hati, yang dapat menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan kepemimpinan modern. Dalam era yang semakin kompleks ini, pendekatan seperti milik R.M.P Sosrokartono yang menekankan keseimbangan antara ilmu, moralitas, dan spiritualitas menjadi sangat relevan.

Salah satu aspek kepemimpinan R.M.P Sosrokartono yang patut dipelajari adalah kemampuannya dalam menjembatani perbedaan. Beliau sering menjadi penengah dalam berbagai situasi berkat keterampilannya dalam berkomunikasi lintas budaya dan bahasa. Dalam konteks dunia global saat ini, seorang pemimpin dituntut untuk bisa beradaptasi dengan berbagai latar belakang dan sudut pandang. Beliau menunjukkan bahwa komunikasi efektif dan empati adalah kunci keberhasilan dalam memimpin, terutama di tengah lingkungan yang beragam.

Selain itu, nilai spiritualitas dalam kepemimpinannya menekankan pentingnya kebijaksanaan batin dan ketulusan. Beliau sering menyampaikan pesan bahwa ilmu tanpa moralitas adalah sia-sia. Ia juga dikenal dengan falsafah hidup "Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake" yang artinya "kaya tanpa harta, kuat tanpa kesaktian, menyerang tanpa pasukan, dan menang tanpa merendahkan". Filosofi ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati seorang pemimpin tidak terletak pada kekuasaan atau materi, tetapi pada kemampuan menginspirasi dan memengaruhi tanpa memaksakan kehendak.

Gaya kepemimpinan Sosrokartono juga mencerminkan pentingnya kepemimpinan yang melayani. Beliau menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk membantu orang lain, baik sebagai penyembuh maupun penasehat spiritual. Kepemimpinan yang melayani ini menjadi semakin relevan di tengah krisis kepercayaan terhadap pemimpin-pemimpin yang hanya mengejar kekuasaan. Beliau mengajarkan bahwa pemimpin harus menempatkan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi, menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama.

Dengan mengombinasikan nilai-nilai kebijaksanaan, komunikasi lintas budaya, dan kepemimpinan yang melayani, gaya kepemimpinan R.M.P Sosrokartono menawarkan pelajaran berharga untuk zaman modern. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian dan persaingan, kita membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki empati, moralitas, dan visi yang jauh melampaui kepentingan sesaat. Oleh karena itu, mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan beliau dapat membantu menciptakan pemimpin yang lebih bijaksana dan relevan dengan tantangan masa kini.

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Dokpri Prof Apollo
Dokpri Prof Apollo

Apa saja gaya kepemimpinan Sosrokartono yang relevan dan patut dipelajari hingga kini?

  • Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership)

Sosrokartono dikenal sebagai sosok yang mempraktikkan filosofi kepemimpinan dengan menempatkan pelayanan sebagai inti dari setiap tindakannya. Filosofinya terangkum dalam semboyan Jawa, "Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, trengginas tanpa bala, menang tanpa ngasorake" yang berarti "Kaya tanpa harta, kuat tanpa jimat, gesit tanpa bala tentara, dan menang tanpa merendahkan." Ungkapan ini mencerminkan prinsip bahwa seorang pemimpin yang ideal tidak bergantung pada materi atau kekuasaan simbolis, tetapi pada ketulusan, kekuatan karakter, dan kemampuan melayani orang lain tanpa menuntut balasan. R.M.P Sosrokartono menekankan bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang merendahkan hati dan memberikan pelayanan tulus untuk kepentingan bersama.

Dalam konteks organisasi modern, konsep servant leadership semakin relevan dan banyak diadopsi oleh berbagai pemimpin karena filosofi ini menitikberatkan pada kesejahteraan tim serta pengembangan individu di dalam organisasi. Pemimpin yang mengedepankan pelayanan tidak hanya fokus pada pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga berusaha menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, di mana setiap orang merasa dihargai dan memiliki ruang untuk berkembang.

Dengan pendekatan seperti ini, hubungan antara pemimpin dan anggota tim menjadi lebih harmonis, sehingga mendorong produktivitas dan kepuasan kerja. Servant leadership mengajarkan bahwa keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya diukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari seberapa besar dampak positif yang dapat diberikan kepada orang-orang di dalamnya. Filosofi ini menggarisbawahi pentingnya pemimpin untuk menang dengan cara yang beretika, yakni tanpa merendahkan atau menyingkirkan orang lain, melainkan dengan mengangkat dan memotivasi mereka untuk mencapai potensi terbaik.

  • Humanisme dan Kepedulian Sosial

R.M.P Sosrokartono dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa kemanusiaan dan kepedulian sosial yang luar biasa. Sepulangnya dari Eropa, di mana beliau menimba ilmu dan memperluas wawasannya, beliau mengambil keputusan yang tidak biasa bagi seorang intelektual sekelasnya. Alih-alih mengejar kekayaan atau kekuasaan, beliau lebih memilih untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

R.M.P Sosrokartono bekerja sebagai tabib dan dengan penuh keikhlasan membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa pamrih. Baginya, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki bukanlah alat untuk meraih keuntungan pribadi, melainkan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Pilihan ini menunjukkan bahwa bagi beliau, kemuliaan sejati terletak pada seberapa besar manfaat yang bisa diberikan kepada sesama.

Nilai-nilai yang dihidupi beliau tetap relevan dalam konteks masyarakat modern. Di era ketika kesuksesan sering kali diukur berdasarkan kekuasaan dan kekayaan, tindakannya menjadi pengingat tentang pentingnya empati dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat luas. Pendekatan seperti ini juga dapat dilihat dalam dunia bisnis melalui konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).

Dalam program CSR ini menekankan bahwa perusahaan tidak hanya bertujuan mencari keuntungan semata, tetapi juga berkewajiban memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial dan lingkungan. Dengan demikian, kisah hidup Sosrokartono memberikan inspirasi bahwa setiap orang, baik individu maupun institusi, dapat berperan dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan berperikemanusiaan.

  • Kepemimpinan Berbasis Pengetahuan (Intellectual Leadership)

R.M. P Sosrokartono adalah sosok luar biasa yang menampilkan kepemimpinan berbasis pengetahuan melalui penguasaan lebih dari 20 bahasa. Kemampuannya sebagai seorang poliglot tidak hanya memperkuat posisinya dalam berbagai bidang, tetapi juga menjadikannya figur penting dalam dunia diplomasi dan jurnalisme internasional. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis di The New York Herald dan berperan sebagai penerjemah untuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB), sebuah organisasi internasional yang menjadi cikal bakal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pengalaman tersebut menunjukkan betapa luas wawasan dan pemahamannya terhadap isu-isu global, sekaligus menggarisbawahi bahwa pengetahuan adalah fondasi penting dalam kepemimpinan. 

Dalam konteks globalisasi saat ini, kemampuan untuk beradaptasi lintas budaya dan memiliki pengetahuan mendalam semakin krusial bagi seorang pemimpin. Tantangan dan perubahan terjadi dengan cepat di berbagai sektor, dan hanya pemimpin yang terus belajar serta memperluas wawasan yang akan mampu merespon dinamika tersebut dengan efektif.

R.M.P Sosrokartono, dengan wawasan dan pengalamannya adalah contoh konkret dari pemimpin intelektual yang mampu menjembatani perbedaan budaya dan bahasa demi mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan semacam ini menjadi semakin relevan di era modern, di mana kolaborasi internasional dan pemahaman lintas budaya sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kompleks.

  • Spiritualitas dalam Kepemimpinan 

R.M.P Sosrokartono menempatkan spiritualitas sebagai fondasi utama dalam menjalani hidup dan memimpin. Baginya, kekuatan sejati bukanlah berasal dari kekuasaan atau pencapaian materi, melainkan dari ketenangan batin dan kesederhanaan hidup. Beliau percaya bahwa seorang pemimpin yang berpegang pada prinsip spiritualitas mampu menemukan makna hidup yang lebih dalam, jauh melampaui ukuran-ukuran duniawi seperti harta dan status. Dalam setiap peran yang ia emban, beliau membuktikan bahwa kesuksesan tidak melulu harus diukur dengan jumlah kekayaan atau jabatan tinggi, tetapi lebih kepada kedamaian batin dan kebijaksanaan yang diperoleh selama perjalanan hidup.

Kepemimpinan yang berakar pada spiritualitas memiliki relevansi yang besar, terutama dalam menjaga integritas dan keteguhan moral seorang pemimpin di tengah berbagai tekanan dan godaan. Seorang pemimpin dengan landasan spiritual cenderung lebih konsisten dalam bertindak sesuai nilai-nilai kebenaran dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal. Selain itu, spiritualitas berperan penting dalam menciptakan keseimbangan hidup.

Hal ini membantu seorang pemimpin untuk tetap tenang dan bijak dalam menghadapi tantangan, sekaligus menghindari kelelahan emosional dan mental yang sering kali menjadi masalah dalam dunia kepemimpinan modern. Dengan spiritualitas yang kokoh, seorang pemimpin tidak hanya memimpin dengan kepala, tetapi juga dengan hati, memberikan dampak positif bagi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

  • Kepemimpinan Transformasional

Meskipun R.M.P Sosrokartono tidak memegang jabatan kepemimpinan formal, tetapi beliau mampu memberikan inspirasi mendalam kepada banyak orang, termasuk adiknya, R.A Kartini, dalam memperjuangkan perubahan sosial. R.M.P Sosrokartono memiliki pemikiran yang menekankan pentingnya transformasi mental dan spiritual setiap individu sebagai kunci untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

Beliau percaya bahwa dengan mengubah pola pikir dan kesadaran diri, seseorang dapat memperbaiki lingkungannya dan berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih baik. Kepemimpinannya dapat disebut sebagai bentuk kepemimpinan transformasional, di mana seorang pemimpin tidak hanya memerintah atau mengarahkan, tetapi juga menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi orang lain untuk mengembangkan potensi terbaik mereka.

Konsep kepemimpinan transformasional ini sangat relevan dalam menghadapi perubahan yang terjadi begitu cepat, terutama di era digital dan dalam situasi pasca-pandemi seperti saat ini. Ketika krisis global dan perkembangan teknologi terus memaksa masyarakat untuk beradaptasi, pemimpin yang mampu mendorong perubahan dan memberdayakan orang-orang di sekitarnya menjadi sangat dibutuhkan. Pemimpin transformasional tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga membangun visi jangka panjang dengan melibatkan setiap orang dalam proses perubahan. Dengan pendekatan ini, mereka mampu menginspirasi orang lain untuk mencapai potensi maksimal mereka, sehingga menghasilkan perubahan signifikan baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial.

Daftar Pustaka

Dr. Bakhrudin All Habsy, M. (2022). Konseling Catur Murti. Malang: Media Nusa Creative.

Ismail, Widiarti, A., Muhadiansyah, D., & Koesumah, E. (2023). Raden Mas Panji Sosrokartono, Seorang Pangeran Jenius dari Jawa. Jakarta: TEMPO Publishing.

Kartono, M. (2018). Bunga Rampai: Sikap Hidup Drs. RMP Sosrokartono Sebagai Pedoman Hidup Generasi Penerus. Semarang: Garuda Mas Sejahtera.

Seto, A. (2017). Kepemimpinan. Yogyakarta: Relasi Inti Media.

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun