Apa saja gaya kepemimpinan Sosrokartono yang relevan dan patut dipelajari hingga kini?
- Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership)
Sosrokartono dikenal sebagai sosok yang mempraktikkan filosofi kepemimpinan dengan menempatkan pelayanan sebagai inti dari setiap tindakannya. Filosofinya terangkum dalam semboyan Jawa, "Sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, trengginas tanpa bala, menang tanpa ngasorake" yang berarti "Kaya tanpa harta, kuat tanpa jimat, gesit tanpa bala tentara, dan menang tanpa merendahkan." Ungkapan ini mencerminkan prinsip bahwa seorang pemimpin yang ideal tidak bergantung pada materi atau kekuasaan simbolis, tetapi pada ketulusan, kekuatan karakter, dan kemampuan melayani orang lain tanpa menuntut balasan. R.M.P Sosrokartono menekankan bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang merendahkan hati dan memberikan pelayanan tulus untuk kepentingan bersama.
Dalam konteks organisasi modern, konsep servant leadership semakin relevan dan banyak diadopsi oleh berbagai pemimpin karena filosofi ini menitikberatkan pada kesejahteraan tim serta pengembangan individu di dalam organisasi. Pemimpin yang mengedepankan pelayanan tidak hanya fokus pada pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga berusaha menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, di mana setiap orang merasa dihargai dan memiliki ruang untuk berkembang.
Dengan pendekatan seperti ini, hubungan antara pemimpin dan anggota tim menjadi lebih harmonis, sehingga mendorong produktivitas dan kepuasan kerja. Servant leadership mengajarkan bahwa keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya diukur dari pencapaian materi, tetapi juga dari seberapa besar dampak positif yang dapat diberikan kepada orang-orang di dalamnya. Filosofi ini menggarisbawahi pentingnya pemimpin untuk menang dengan cara yang beretika, yakni tanpa merendahkan atau menyingkirkan orang lain, melainkan dengan mengangkat dan memotivasi mereka untuk mencapai potensi terbaik.
- Humanisme dan Kepedulian Sosial
R.M.P Sosrokartono dikenal sebagai sosok yang memiliki jiwa kemanusiaan dan kepedulian sosial yang luar biasa. Sepulangnya dari Eropa, di mana beliau menimba ilmu dan memperluas wawasannya, beliau mengambil keputusan yang tidak biasa bagi seorang intelektual sekelasnya. Alih-alih mengejar kekayaan atau kekuasaan, beliau lebih memilih untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat.
R.M.P Sosrokartono bekerja sebagai tabib dan dengan penuh keikhlasan membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa pamrih. Baginya, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki bukanlah alat untuk meraih keuntungan pribadi, melainkan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Pilihan ini menunjukkan bahwa bagi beliau, kemuliaan sejati terletak pada seberapa besar manfaat yang bisa diberikan kepada sesama.
Nilai-nilai yang dihidupi beliau tetap relevan dalam konteks masyarakat modern. Di era ketika kesuksesan sering kali diukur berdasarkan kekuasaan dan kekayaan, tindakannya menjadi pengingat tentang pentingnya empati dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat luas. Pendekatan seperti ini juga dapat dilihat dalam dunia bisnis melalui konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).
Dalam program CSR ini menekankan bahwa perusahaan tidak hanya bertujuan mencari keuntungan semata, tetapi juga berkewajiban memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial dan lingkungan. Dengan demikian, kisah hidup Sosrokartono memberikan inspirasi bahwa setiap orang, baik individu maupun institusi, dapat berperan dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan berperikemanusiaan.
- Kepemimpinan Berbasis Pengetahuan (Intellectual Leadership)
R.M. P Sosrokartono adalah sosok luar biasa yang menampilkan kepemimpinan berbasis pengetahuan melalui penguasaan lebih dari 20 bahasa. Kemampuannya sebagai seorang poliglot tidak hanya memperkuat posisinya dalam berbagai bidang, tetapi juga menjadikannya figur penting dalam dunia diplomasi dan jurnalisme internasional. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis di The New York Herald dan berperan sebagai penerjemah untuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB), sebuah organisasi internasional yang menjadi cikal bakal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pengalaman tersebut menunjukkan betapa luas wawasan dan pemahamannya terhadap isu-isu global, sekaligus menggarisbawahi bahwa pengetahuan adalah fondasi penting dalam kepemimpinan.Â
Dalam konteks globalisasi saat ini, kemampuan untuk beradaptasi lintas budaya dan memiliki pengetahuan mendalam semakin krusial bagi seorang pemimpin. Tantangan dan perubahan terjadi dengan cepat di berbagai sektor, dan hanya pemimpin yang terus belajar serta memperluas wawasan yang akan mampu merespon dinamika tersebut dengan efektif.