Mohon tunggu...
Indria
Indria Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang ketik

Sama seperti orang kebanyakan. menulis karena ingin berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

20 Tahun MKRI, Benteng Terakhir Penegakan Konstitusi dan Demokrasi Indonesia

23 Juli 2023   19:03 Diperbarui: 23 Juli 2023   19:20 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Mahkamah Konstitusi (Sumber : Okezone)

Muhammad Sabar (45), tak dapat menahan rasa gelisahnya sejak Kamis (15/6/2023) pagi. Pasalnya, pada hari itu Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) atau MK akan membacakan amar putusan  terkait gugatan sistem pelaksanaan pemilu 2024.

"Hilang sudah harapan, kalau MK memutus pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsi tertutup," kata Sabar yang merupakan bakal calon legislatif salah satu partai di Pekanbaru tersebut.

Sabar menaruh harapan tinggi agar MK dapat menolak gugatan uji materi yang diajukan oleh enam pemohon pada November 2022 tersebut. Sejumlah pemohon itu diantaranya kader PDIP Demas Brian Wicaksono, kader Partai NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Uji materi itu dilakukan terhadap Pasal 168 ayat 2 terkait sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Para penggugat menilai sistem pemilu terbuka banyak mudharatnya karena membuat caleg dari satu partai akan saling sikut serta memunculkan politik uang.

Sistem proporsional terbuka adalah sistem yang menampilkan nama dan nomor urut calon legislatif pada surat suara. Sedangkan sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan yang mana para pemilih hanya mencoblos gambar partai.
Sebagai bacaleg yang baru "nyemplung" di dunia politik, ia kurang setuju dengan proporsional tertutup. 

Dengan popularitas dan kedekatan dengan masyarakat yang dimilikinya, ia optimistis dapat menggaet suara jika pemilu diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka. Oleh karena itu dia berharap MK akan menolak gugatan tersebut.

Namun di sisi lain ia juga pesimistis, karena partai berkuasa saat ini yakni PDIP mendukung sistem proporsional tertutup. Faktor hubungan kekeluargaan antara Ketua MK dengan Presiden Joko Widodo yang juga kader PDIP turut menjadi bahan pertimbangannya dalam menebak hasil putusan.

"Alhamdulillah," ucapnya saat Ketua MK Anwar Usman yang didamping tujuh hakim konstitusi lainnya membacakan amar putusan perkara Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-XIX/2022 tersebut.

Hasil siaran langsung yang ditayangkan di media sosial tersebut telah membawa secercah harapan bagi Sabar. Ia tak dapat menahan rasa gembiranya dengan putusan tersebut. Putusan itu juga menepis semua dugaannya akan "ketidakobjektifan" MK.

Tak hanya masalah pemilu, sejumlah penyelesaian permasalahan lainnya di Tanah Air juga tak lepas dari peran MK sebagai penegak konstitusi. Undang-undang kontroversial Cipta Kerja pun tak lepas dari gugatan.

Pada awal Mei 2023, Partai Buruh mengajukan permohonan Uji Formil UU Nomor 26 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) ke MK.

Sejumlah alasan pengajuan dilontarkan diantaranya UU Cipta Kerja tergolong berstatus Perppu sehingga hal tersebut jelas-jelas mengangkangi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVII/2020 yang menyatakan UU tersebut inkonstitusional. Kemudian, penerbitan Perppu Ciptaker tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa sebagaimana ditetapkan oleh Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.

Pembentukan Perppu dan UU Cipta Kerja juga dinilai tidak memenuhi syarat partisipasi masyarakat secara bermakna. Partai Buruh juga menilai pembentukan Perppu Cipta Kerja tidak logis karena bersifat omnibus. UU Cipta Kerja disebut juga terbukti ditetapkan di luar jadwal konstitusional atau ditetapkan melampaui batas waktu.

MK seakan menjadi tempat menggantungkan harapan terakhir bagi semua pihak yang menginginkan tegaknya konstitusi dan demokrasi di Indonesia.

Penjaga konstitusi


Selama dua dekade usia MKRI telah membuktikan jati diri lembaga tersebut sebagai penjaga konstitusi di Tanah Air. Ribuan perkara telah diputuskan oleh MK demi tegaknya konstitusi di negara ini. Kelahiran MKRI tak bisa lepas dari adanya reformasi nasional pada 1998.

Hingga 2023, terdapat setidaknya 3.506 perkara mulai dari Pengujian Undang-undang (PUU), Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara (SKLN), Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan Perselihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PHPKADA).

Data dari laman mkri.id yang diakses pada Ahad (23/7/2023) menyebutkan perkara yang paling banyak diputus oleh MKRI hingga saat ini adalah PUU dengan 1.665 perkara atau 47,49 persen.

Amandemen UUD 1945 yang terjadi pada empat tahapan yakni 1999, 2000, 2001, 2002, membuka peluang kelahiran MKRI. Kehadiran MKRI ditandai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Pakar hukum tata negara yang juga Ketua MKRI 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, dalam makalahnya yang berjudul "Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945", menyebutkan bahwa pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan yang muncul pada abad ke-20.

Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi dan menjadi pertama di dunia yang membentuk institusi tersebut pada abad ke-21.

MKRI sendiri memiliki visi "Menegakkan Konstitusi Melalui Peradilan yang Modern dan Terpercaya". Sementara misinya yakni memperkuat integritas peradilan konstitusi, meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara dan penyelenggara negara dan meningkatkan kualitas putusan.

Keberadaan MKRI memiliki peran krusial dalam menjaga tegaknya konstitusi dan demokrasi di Republik tercinta ini. MK yang terbentuk pada 13 Agustus 2003, menjalankan kewenangannya diantaranya menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu,MKRI juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden.

MKRI juga berfungsi sebagai pengawal dan penjaga agar konstitusi ditaati dan dilaksanakan secara konsisten, juga mengarahkan proses demokratisasi di Tanah Air berjalan berdasarkan konstitusi.

Selama dua dekade keberadaan MKRI, publik tak hanya memiliki kepercayaan tinggi akan integritas tersebut tetapi juga menaruh harapan tinggi sebagai benteng akhir penegakan konstitusi dan demokrasi di Tanah Air tercinta.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun