Masih terngiang di telingaku semua ucapanmu malam itu. Kamu salah dik. Sungguh....kamu salah jika berfikir aku hanya bisa berteori saja. Tak tahu apa arti mencintai. Adikku, sesungguhnya memberi itu jauh lebih indah dibandingkan menerima. Kepahitan yang engkau alami sekilas yang tampak adalah kepahitan dan kegetiran semata, tapi bila engkau melihatnya dari sudut pandang berbeda, engkau akan temukan butiran-butiran hikmah di balik itu semua. Kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi. Rasa sakit yang timbul karena perbuatan aniaya dan menyakitkan itu sementara. Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian menyakitkan itulah yang abadi.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 01:45 dini hari. Kutatap langit, kudapati bulan separuh dengan sebuah bintang yang bercahaya redup sebagai penghias langit malam ini...sayup-sayup kudengar alaunan merdu dari laptopku "Wahai... Pemilik nyawaku betapa lemah diriku ini, berat ujian dariMu kupasrahkan semua padaMu.... Tuhan... Baru ku sadar indah nikmat sehat itu, tak pandai aku bersyukur, kini kuharapkan cintaMu.....Kata-kata cinta terucap indah mengalun berzikir di kidung doaku, sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku...... Butir-butir cinta air mataku, teringat semua yang Kau beri untukku, ampuni khilaf dan salah selama ini Ya ilahi....Muhasabah cintaku...Tuhan... Kuatkan aku , lindungiku dari putus asa, jika ku harus mati, pertemukan aku denganMu"
Ahhhhh.....luka lama itu kembali menganga..........aku lelah.........
-indri-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H