Mohon tunggu...
Indri Mailani
Indri Mailani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Saya merupakan mahasiswi aktif di Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, memiliki minat dan hobi mendengarkan musik dan membaca. Saya juga memiliki kemauan yang tinggi untuk mempelajari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual akibat Ketimpangan Relasi Kuasa pada Mahasiswa di Universitas Riau

17 Desember 2022   15:06 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:10 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

6. Analisis Kasus Kekerasan Seksual Akibat Ketimpangan Relasi Kuasan Pada Mahasiswa di Universitas Riau Menggunakan Pemikiran Michel Foucault 

Kasus kekerasan seksual di kampus masih menjadi permasalahan yang terus terjadi sampai saat ini, yang mana kasus itu membuat sadar banyak pihak jika kekuasaan banyak disalahgunakan dan banyak terjadi penyimpangan, orang yang mempunyai posisi atau kekuasaan yang lebih tinggi dan dominan memaksakan kemauannya kepada orang yang mempunyai posisi atau kekuasaan yang lebih lemah dan berada di bawahnya. Dengan adanya relasi kuasa ini membuka dan menghasilkan kesempatan bagi seseorang yang berniat jahat untuk melakukan tindakan kekerasan seksual demi menuruti hasrat seksualitasnya.

Michel Foucault berpendapat jika terdapat empat diskursus yang membahayakan, yaitu politik (kekuasaan), hasrat (seksualitas), kegilaan, dan apa yang dianggap bohong dan benar (Lubis, 2014: 85). Diskursus yang dianggap membahayakan diantara keempat diskursus tersebut adalahhasrat (seksualitas), terlebih jika hal tersebut sudah memasuki lingkungan pendidikan. Dapat dilihat jika di dalam dunia pendidikan, terdapat dua diskursus yang mendominasi atau berkolaborasi memainkan relasi kuasa atas kepentingan dan hasratnya yaitu politik (kekuasaan) dan hasrat (seksualitas). 

Ketimpangan relasi kuasa ini dapat menyebabkan terjadinya kekerasan seksual yang mana umumnya setelah kejadian itu para korban tidak berani untuk melaporkan apa yang terjadi pada dirinya. Mereka merasa malu untuk melapor dan meminta pertolongan karena takut akan respon dan anggapan dari lingkungan sekitar, dan jika mereka berpikir jika mereka melaporkan kejadian itu maka sama saja mereka membuka aib sendiri. Selain itu juga tidak jarang pelaku mengancam dan mengintimidasi korban untuk tidak melaporkan kasus itu ke siapapun, hal ini sesuai dan tampak pada kasus kekerasan seksual di Universitas Riau yang dibahas dimana pelaku justru melaporkan balik korban bahkan menuntuk untuk ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar, pelaku membuat keadaan seolah dirinya lah yang menjadi korban atas tuduhan palsu yang dibuat oleh korban, dan hal ini menunjukkan jika adanya self defense yang dilakukan oleh pelaku. 

Relasi kuasa dalam hal ini sangat terlihat jelas bagaimana prosesnya, pelaku yang memiliki posisi atau kekuasaan yang lebih tinggi dan dominan maka korban akan merasa segan dan bingung setelah kejadian itu terjadi. Christoper Kilmartin (2001) dalam bukunya yang berjudul "Sexual Assault in Context: Teaching College Men about Gender" berpendapat jika kasus kekerasan seksual itu terjadi bukan akibat dari kesalahpahaman atau kekeliruan antara dua belah pihak dan juga bukan karena adanya unsur ketidaksengajaan atau terjadi secara tiba-tiba, melainkan kekerasan seksual itu terjadi karena adanya unsur kesengajaan dan perencanaan terlebih dahulu kemudian dilakukan oleh pelaku dalam keadaan sadar, dimana pelaku ini memiliki kekuasaan serta kesempatan lalu mampu membaca dan melihat kondisi yang dialami korban.

Relasi kuasa yang dikemukakan oleh Michel Foucault jika kita pahami lebih jauh lagi sebagai suatu motif penyebab terjadinya kekerasan seksual yang mana polanya semakin kompleks, seperti contoh kasus kekerasan seksual yang dilakukan dosen terhadap mahasiswinya, tenaga pendidik atau guru terhadap siswi, ustad atau pengasuh di sebuah pondok pesantren terhadap santriwatinya, dan atasan atau bos terhadap karyawan yang bekerja di perusahaannya. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita mengetahui dalam bentuk apa, lewat jalur apa, terselubung dalam wacana apa, kekuasaan itu berhasil melingkupi bentuk-bentuk yang paling halus dan paling pribadi dari perilaku seksual, serta lewat jalan mana kekuasaan itu berhasil mencapai berbagai bentuk birahi yang palinglangka dan paling terselubung, dan bagaimana kekuasaan bisa sampai dan mampu mengendalikan kenikmatan seksual itu (Foucault, 1997: 12).

Berdasarkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan (perguruan tinggi, sekolah, pesantren, dll) bukan tidak mungkin jika sang pelaku tidak memiliki ilmu pengetahuan, pelaku melakukan kekerasan seksual itu dengan memanfaatkan relasi kuasa yang dimilikinya melalui pengetahuan. Foucault juga berpendapat jika "kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa" (Foucault, 1980: 1977). Selain itu, berdasarkan kasus mengenai kekerasan seksuak yang terjadi di lingkungan pendidikan, pelaku ini merupakan pihak yang memiliki kekuasaan dan kuasa secara utuh dalam sebuah hubungan (seperti dosen dengan mahasiswa) sehingga dimana ada relasi maka disitu pasti akan ada kekuasaan, dan jika kekuasaan itu disalahgunakan demi memenuhi hasrat seksualitas, maka kekerasan seksual akan terus terjadi di lingkungan pendidikan dan akan muncul banyak kasus-kasus baru jika tidak segera ditangani. 

KESIMPULAN 

Kekerasan seksual merupakan perlakuan diskriminatif dan perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang dan/ atau tindakan lainnya terhadap tubuh yang disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/ atau sebab lain, yang mana didalamnya terdapat unsur paksaan tanpa adanya persetujuan dari pihak korban untuk melakukan sesuatu yang dilakukan oleh pelaku. Kekerasan seksual ini juga tidak hanya dalam bentuk fisik atau secara langsung, tetapi juga secara non fisik dan tidak langsung.

Hingga saat ini, kekerasan seksual merupakan kasus yang seringkali kita jumpai di berbagai lingkungan pendidikan salah satunya di lingkungan kampus.  Sudah bukan hal asing lagi jika kita melihat di media yang memberitakan terjadinya kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen pada mahasiswi ataupun sesama mahasiswa. Yang menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan seksual di kampus ini adalah adanya ketimpangan relasi kuasa, dimana pelaku tindak kekerasan seksual ini merupakan seseorang yang memiliki kekuasaan dan posisi yang lebih tinggi serta dominan dibanding korban yang posisi dan kekuasaanya lebih rendah dan berada di bawah pelaku. Seperti misalnya kasus yang sering ditemukan yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dosen terhadap mahasiswinya.

Dosen memiliki kekuasaan terhadap mahasiswanya dalam bentuk bimbingan, pemberian tugas, dan evaluasi. Tidak jarang dosen-dosen itu memanfaatkan kewenangan dan kekuasaan yang dimilikinya untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap mahasiswanya. Dosen memanfaatkan hal tersebut dengan cara misalnya saat mahasiswi bimbingannya sedang melakukan bimbingan skripsi atau mendapat nilai yang rendah, maka dosen itu akan melakukan perbuatan asusila yang tidak didasari persetujuan dari sang korban, tidak jarang juga dosen melakukan perbuatan asusila itu dengan mengiming-imingi sesuatu yang dibutuhkan mahasiswinya seperti jasa bimbingan dan nilai pada mata kuliah tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun