Mohon tunggu...
Indri Mailani
Indri Mailani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Saya merupakan mahasiswi aktif di Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, memiliki minat dan hobi mendengarkan musik dan membaca. Saya juga memiliki kemauan yang tinggi untuk mempelajari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual akibat Ketimpangan Relasi Kuasa pada Mahasiswa di Universitas Riau

17 Desember 2022   15:06 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:10 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) telah mengeluarkan peraturan Nomor 30 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 31 Agustus, peraturan itu berisi tentang aturan pencegahan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan wilayah perguruan tinggi, dan sala satu ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut ialah mengenai ketimpangan relasi kuasa yang menjadi salah satu penyebab dari terjadinya kekerasan seksual di kampus. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, yang menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan seksual adalah ketmpangan relasi kuasa. Ketimpangan relasi kuasa ini terjadi dimana sang pelaku memiliki posisi dan jabatan yang lebih tinggi dan dominan dari korbannya. 

Berdasarkan penjelasan dari juru bicara Rifka Annisa, Defirentia One Muharomah, perasaan berkuasa yang dimiliki pelaku itu membuatnya mereka berhak dan wajar serta tidak bersalah saat dirinya melakukan kekerasan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Dewan Redaksi Jurnal Perempuan yang juga merupakan Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin yang dikutip dari situs Jurnal Perempuan (jurnalperempuan.org), beliau mengatakan jika pemerkosaan itu sangat berkaitan erat dengan kekuasaan, pemerkosaan juga terjadi bersamaan dengan tindak kejahatan yang lain, jadi tidak hanya soal seks melainkan juga perihal kekuasaan. Sebagai contoh, pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus itu sering terjadi dan dilakukan oleh dosen sebagai pihak yang mempunyai kuasa terhadap mahasiswanya yang merupakan pihak yang lebih lemah dan tidak mempunyai kuasa. 

4. Dampak Kekerasan Seksual dan Reaksi Korban 

Dampak yang ditimbulkan dari kasus kekerasan seksual ini sangat teringat dan mendalam bagi korbannya, entah itu dalam bentuk fisik, psikis, sosial, dan pendidikan, Jika dilihat dari segi fisik, dampak yang dialami korban yaitu rambut yang mengalami kerontokan, tidak nafsu makan, susah tidur, memiliki masalah pada pencernaan, dan pola makan yang terganggu. Jika dilihat dari segi psikis, sang korban akan mengalami gangguan dan gejala kejiwaan mulai dari yang ringan hingga ke yang berat, contohnya seperti depresi, tertekan, trauma berkepanjangan, hingga munculnya pemikiran dan keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Jika dilihat dari segi sosial, korban akan ramai dibicarakan oleh lingkungan sekitarnya, entah itu dibicarakan mengenai keburukannya atau atas dasar rasa prihatin dan empati, korban juga tidak segan utnuk dicaci maki, dihina, dan disangka yang tidak-tidak serta akan mendapat label buruk dari warga sekitar, yang mana hal ini nantinya akan berpengaruh pada pendidikan yang dimiliki korban. Korban akan mengalami gangguan dan penurunan terhadap proses pendidikannya seperti kemampuannya menurun, tidak masuk kuliah, atau bahkan memutuskan untuk berhenti kuliah.

Tetapi, dari beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus ini, tidak semua korban melaporkan apa yang terjadi pada dirinya. Hal ini bisa saja disebabkan karena korban tidak memiliki keberanian untuk melaporkan dan mengingat kembali hal tersebut, mereka juga takut jika mereka bercerita maka akan dijauhi dan dituduh yang macam-macam. Selain itu, tidak jarang juga pelaku memberi ancaman kepada korban untuk tidak melaporkan kekerasan seksual tersebut, jika korban melapor maka keselamatan korban yang menjadi taruhannya. Namun ada juga korban yang berani melaporkan kasus ini ke pihak kampus dan pihak yang berwajib, dan biasanya korban yang berani melapor ini merupakan korban yang sudah kesekian kali bukan korban pertama. Dengan adanya keberanian dari sang korban tersebut, membuat pihak kampus menjadi tahu akan kasus kekerasan seksual tersebut dan kasus-kasus yang lainnya akan ikut terungkap juga sehingga diharapkan tidak ada lagi korban yang diakibatkan dari kekerasan seksual ini. 

5. Kasus Kekerasan Seksual Akibat Ketimpangan Relasi Kuasa Pada Mahasiswa di Universitas Riau 

Kronologi awal mula terjadinya kasus ini adalah L (21) yang merupakan mahasiswi jurusan Hubungan Internasional (HI) di Universitas Riau yang sedang melakukan bimbingan skripsi dengan dosen pembimbingnya yang juga merupakan Dekan FISIP Universitas Riau yaitu Syarfiharto. Saat bimbingan yang dilakukan selesai, pundak L dipegang lalu kening dan pipinya dicium oleh pelaku, Syafriharto. Saat itu pelaku mendongakkan kepala korban dan berkata "mana bibir, mana bibir" sehingga korban pun merasa gemetar dan ketakutan. Setelah kejadian tersebut, L (21) selaku korban mengalami trauma berat dan melaporkan kejadian tersebut ke pihak yang berwajib atau ke polisi. Korban saat membuat laporan itu ditemani oleh ibu, tante, dan juga beberapa anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Riau.  

Tetapi, korban dituntut balik oleh pelaku yang merasa dirugikan akibat adanya kasus ini. L selaku korban juga dituntut sebesar Rp 10 miliar oleh Syafriharto. Akibat adanya laporan dari Syafriharto itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru meminta polisi untuk menolak laporan tersebut. Perwakilan LBH Pekanbaru, Noval Setiawan mengungkapkan "Karena dalam peraturan bersama tersebut, sesuai dengan pedoman Pasal 27 ayat 3 UU tentang pencemaran nama baik dan UU ITE, harus kemudian diselesaikan dulu persoalan yang telah dilaporkan". Beliau juga mengungkapkan "Dengan demikian, kita mendesak harus ada penyelesaian proses hukum dulu di Polresta Pekanbaru, setelah itu barulah dilanjut dengan hal yang lain". 

Akan tetapi, Syafriharto dosen yang juga menjabat sebagai Dekan FISIP Universitas Riau ini membantah jika dirinya sudah melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi yang berinisial L. Bahkan Syafriharto mengaku berani bersumpah pocong demi membuktikan kebenaran akan ucapannya tersebut. Syafriharto diperiksa dengan status sebagai saksi atas kasus kekerasan seksual tersebut di Mapolda Riau. Sekitar pukul 15.05 beberapa jam setelah mejalani pemeriksaan, Syafriharto yang didampingi oleh pengacaranya keluar dari salah satu ruangan dari gedung Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dittaht) Polda Riau, Rabu 10 November 2021. Tapi saat ingin diwawancarai oleh sejumlah jurnalis, Syafriharto bungkam dan sibuk menelpon seolah-olah tidak ingin diganggu.

Kemudian Ditreskrimum Polda Riau menetapkan Syafriharto sebagai tersangka pada kasus dugaan pelecehan atas mahasiswi bimbingannya, setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan sejumlah saksi, pada Kamis 18 November 2021. Di hari yang sama pula Ketua BEM Universitas Riau mendesak Rektor dan pihak kampus untuk bersikap tegas terhadap Dekan FISIP Syafriharto. Juru Bicara Tim Pencari Fakta (TPF) Sujianto yang juga merupakan Wakil Rektor Bagian Umum Keuangan UNRI menjelaskan jika pihak UNRI belum bisa menonaktifkan Syafriharto dari jabatannya sebagai Dekan FISIP UNRI. Rektor UNRI meminta Kemendikbudristek untuk membentuk Tim Pendampingan Rektor untuk menindaklanjuti kasus dugaan pelecehan seksual. Berkas kasus ini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Riau dari penyidik Polda Riau pada Selasa, 30 November 2021. 

Setelah berbagai perjuangan dan demo yang dilakukan mahasiswa UNRI, Syafriharto akhirnya resmi dinonaktifkan sementara dari jabatannya. Berkas kasus pelecehan oleh Syafriharto dinyatakan lengkap oleh kejaksaan tinggi Riau setelah sebelumnya dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi. Kemudian pada Senin, 17 Januari 2022 Syafriharto resmi ditahan setelah yang bersangkutan dan barang bukti dilimpahkan penyidik Polda Riau ke Kejati Riau. Setelah melewati beberapa siding, hakim memutuskan Syafriharto tak terbukti secara sah bersalah melakukan pelecehan seksual tersebut, puluhan mahasiswa merasa kecewa dengan keputusan tersebut sehingga mereka menuntuk JPU untuk kasasi terhadap keputusan hakim PN Pekanbaru yang berikan vonis bebas kepada Syafriharto. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun