Mohon tunggu...
Indri Mailani
Indri Mailani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Saya merupakan mahasiswi aktif di Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, memiliki minat dan hobi mendengarkan musik dan membaca. Saya juga memiliki kemauan yang tinggi untuk mempelajari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual akibat Ketimpangan Relasi Kuasa pada Mahasiswa di Universitas Riau

17 Desember 2022   15:06 Diperbarui: 17 Desember 2022   15:10 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

LATAR BELAKANG 

Kekerasan seksual merupakan sebuah tindakan kejahatan yang dapat terjadi kapan dan dimana saja. Tapi akhir-akhir ini, fokus media lebih menyorot pada kekerasan seksual yang terjadi di berbagai perguruan tinggi. Berdasarkan penelitian mengenai kekerasan seksual di kampus yang telah dilakukan di berbagai negara, kasus yang sering terjadi berdasar pengalaman mahasiswa selama berpacaran dan dalam ruang yang bermacam yang koeksistensi di kampus (seperti pesta, organisasi kampus, dan asrama) adalah kasus agresi, pemerkosaan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Fisher, Daigle & Cullen tahun 2010, penelitian mengenai topic kekerasan seksual di kampus ini telah banyak dilakukan terutama di Amerika Serikat, yang menunjukkan jika kekerasan seksual yang dilakukan pada perempuan di kampus ini merupakan hal yang sudah tidak asing lagi dan sering terjadi. 

Tidak jauh berbeda dengan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan pada umumnya, pelaku kekerasan seksual di kampus ini merupakan orang yang diketahui dan dikenal identitasnya oleh korban (Banyard et al., 2005; Bondurant, 2001; Forbes et al., 2005). Bondurant (2001) dalam penelitiannya mengenai agresi seksual yang dialami oleh 109 perempuan di kampus, menemukan jika korban kekerasan seksual yang pelakunya orang asing atau orang yang tidak dikenal hanya sebesar 6% saja. Pelaku kekerasan seksual pada perempuan di kampus ini juga tidak hanya dilakukan oleh sesama mahasiswa, tetapi bisa juga dilakukan oleh dosen atau pejabat dan pegawai kampus lainnya (Garlick, 1994; Lee et al., 2005). 

Berdasarkan pantauan yang telah dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Indonesia selama kurang lebih 15 tahun (1998-2013), menemukan setidaknya 15 bentuk kekerasan seksual yang dilakukan terhadap perempuan (Komnas Perempuan, 2017). Kekerasan seksual tersebut berupa pemerkosaan, intimidasi seksual seperti ancaman atau percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual dan praktik seksual tradisional yang merugikan atau mendiskriminasi dan berdampak buruk bagi perempuan. Banyard et al. (2007) dan Breiding et al. (2014) dalam hasil penelitiannya juga berpendapat jika kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus tidak jauh berbeda dengan kasus-kasus yang dijelaskan tadi. 

Kekerasan seksual yang terjadi akibat relasi kuasa ini merupakan kasus yang terjadi dimana korban yang melakukannya memiliki jabatan atau kedudukan dan posisi yang lebih tinggi atau bisa dibilang dominan. Pelaku tersebut memanfaatkan jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya untuk mengancam korban dan melakukan tindakan kekerasan seksual. Seperti kasus yang akan dibahas disini, yaitu kekerasan seksual akibat relasi kuasa yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya di Universitas Riau, yang mana dosen tersebut memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk melakukan tindakan kekerasan seksual. Pelaku akan melakukan modus terlebih dahulu, misalnya dosen yang menjanjikan nilai tinggi kepada mahasiswa dengan syarat mahasiswa tersebut harus mau untuk melakukan apa yang diperintahkan. 

Adapun teori yang berkaitan dengan kasus kekerasan seksual akibat relasi kuasa di Universitas Riau ini adalah relasi kuasa yang dikemukakan oleh Michel Focault, seorang filsuf yang juga merupakan pelopor strukturalisme, yang mana Michel Focault berpendapat jika kekuasaan merupakan satu dimensi dari sebuah relasi atau hubungan, dimana jika ada relasi maka disitu juga akan ada kekuasaan dan kekuasaan ini teraktualisasi melalui pengetahuan. Makna relasi kuasa juga memiliki dua unsur yaitu bersifat hierarkis dan ketergantungan. Michel Foucault berpendapat jika dua unsur penting relasi tersebut akan menghadirkan kekuasaan yang memiliki potensi untuk disalahgunakan atau terjadi penyalahgunaan keadaan. 

PEMBAHASAN 

1. Pengertian Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan perlakuan diskriminatif dan perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang dan/ atau tindakan lainnya terhadap tubuh yang disebabkan oleh ketidaksetaraaan relasi kuasa, relasi gender dan/ atau sebab lain, yang mana didalamnya terdapat unsur paksaan tanpa adanya persetujuan dari pihak korban untuk melakukan sesuatu yang dilakukan oleh pelaku. Perbuatan dan aktivitas yang dimaksud tersebut dapat berupa kontak seksual seperti cumbuan atau ciuman, pemaksaan seksual secara verbal, dan percobaan maupun pemerkosaan secara sesungguhnya. Menurut Bourdieu tahun 1990, kekerasan seksual dapat juga diwujudkan dalam bentuk kekerasan simbolik, Bourdieu juga berpendapat jika kekerasan simbolik ini termasuk dalam jenis kekerasan non-fisik yang terjadi dalam perbedaan kekuatan antara kelompok sosial.

Kekerasan seksual juga dapat diartikan sebagai sebuah kekerasan yang memiliki basis atau dasar gender (gender based violence) yang mana merupakan sebuah perbuatan yang menyebabkan gangguan pada fisik, seksual atau mental-psikologis. Kekerasan seksual ini juga tidak hanya berupa kekerasan yang dilakukan secara fisik atau langsung, tetapi juga dapat berupa kekerasan yang dilakukan secara tidak langsung secara struktural dan kultural yang diakibatkan oleh adanya stereotype tertentu terhadap kaum perempuan. 

Sedangkan pengertian kekerasan seksual menurut World Health Organization (WHO) adalah semua perbuatan yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan tindakan seksual atau tindakan yang lainnya yang mengarah pada seksualitas seseorang dan adanya paksaan tanpa memandang status hubungannya dengan korban (WHO, 2017). Menurut Siti Aminah Tari yang merupakan Komisioner Subkom Pemantauan Komnas Perempuan, pelecehan atau kekerasan seksul merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan dalam bentuk fisik atau non fisik yang tidak diinginkan dengan cara mengambil gambar, mengintip, memberikan isyarat yang berisikan seksual, menunjukkan organ seksual mau itu secara langsung atau tidak langsung seperti menggunakan alat teknologi dan media sosial, melakukan transmisi yang berisikan seksual dan melakukan kontak fisik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun