Aku masih merasai hembusan
Angin yang menyeret awan di kegelapan
Dan Sinar Bulan dicuri gerhana
Gelap disini, Ayah
Aku kehilangan cahaya
Seseorang menusuk perih hingga palung hatiku
Meninggalkanku terseok dikegelapan
Aku berharap Dia menggapai tanganku
Menyertakan hadirnya saat aku hilang arah
Seperti yang selalu Kau lakukan
Menutup jendela dan mengunci tiap malam jelang kau pergi tidur
Memastikan kami aman dan nyaman dalam gubuk sederhana yang kau bangun
Tanpa pernah bertanya apa yang ku alami
Kau cukup peka menangkap sedihku
Pulanglah...
Kata yang sudah melebihi seribu arti khawatirmu
Meski kadang ingin kutanyakan
Kenapa ada ketulusan yang dibalas pengkhianatan
Kenapa ada kejujuran dibalas dengan kebohongan
Kenapa pengorbanan harus dibalas dengan permainan kepentingan
Ayah, Dia tak sepertimu
Yang memelukku dalam doa-doa yang kau titipkan setiap sujudmu
Berharap aku bahagia dan tentram melalui semua
Yang menenangkanku saat gundah
Yang menegurku saat hilang arah
Yang memanduku menyusun arah
Yang menuntunku menuju arah Matahari
Ayah, bulan tertutup awan
hari makin gelap
aku makin tak dapat melihat
sesiapa yang menjerat dan memperdaya
hingga akhirnya aku merasa terluka..dalam...
kukosongkan rasa
kuburkan asa
Karena Dia tak memiliki ketulusanmu
kejujuranmu, semangat juangmu
Rasa empatimu, welas asihmu
hanya kepentingan demi kepentingan
yang dikemas dalam kata yang bernama "Cinta"
Ayah,
Bulan kian tenggelam
sebelum gelap
aku ingin pulang...ayah..
aku ingin pulang tanpa cerita
Hanya ingin dekatmu
hanya ingin dekatmu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H